Part 3

85 11 0
                                    

"Selamat pagi, Ve. Kamu udah mandi?"

Saat keluar dari kamar anak perempuan, Ve sedikit terkejut atas sapaan laki-laki yang bersamaan keluar dari kamar sebelah. Atlas berdiri tegap di bawah bingkai pintu, tersenyum ceria.

Ve hanya mengangguk, membalas senyumnya.

"Kalau gitu, kita harus cepat ke ruang makan. Bisa-bisa gak kebagian sarapan lagi." Ajak Atlas. Ia berjalan lebih dulu, sedangkan Ve mengekor di belakangnya.

Sesampainya di ruang makan, Ve terdiam sejenak, tidak langsung duduk, ia mengamati suasana dan orang-orang di dalamnya. Pikirannya pun melayang ke mana-mana. Bagaimana sikap yang harus ia perlihatkan kepada mereka? Bagaimana sikap mereka terhadap dirinya? Apakah ia akan mendapat perlakuan baik atau tidak? Dan, apakah kehadirannya dapat diterima oleh 20 anak dengan karakter berbeda ini?

"Kak Atlas!"

Serempak, kedua puluh anak itu berseru. Mereka melambaikan tangan, menyapa, satu dua sampai meninggalkan aktivitasnya dan menghampiri Atlas. Anak-anak itu menarik tangan Atlas, minta ditemani menonton televisi atau bermain bola di halaman depan.

Dengan senyum yang mengembang, Atlas meladeni setiap celotehan anak-anak tersebut.

Di panti asuhan itu, rentang usia penghuninya antara 5 sampai 11 tahun. Sedangkan Atlas berusia 12, menjadikan ia sebagai penghuni panti paling besar. Ia sepertinya laki-laki yang baik, penyayang, dan humoris. Beberapa anak panti dibuat tertawa oleh leluconnya. Ia juga tipikal orang yang supel, membuat ia banyak disenangi oleh orang-orang sekitar.

Berbanding terbalik dengan Ve. Sejak dulu, ia tidak pernah berinteraksi sedekat dan sebebas itu dengan orang lain. Selain buku dan pemutar musik, ia tak memiliki teman lain. Teman sekelas bahkan sebangkunya di sekolah pun sering ia acuhkan. Ve lebih senang berada dalam ruang lingkupnya sendiri, bermain dalam dunianya sendiri, tanpa merasa perlu bersosialisasi dengan orang sekitar.

"Kak!" Suara cempreng khas anak kecil memutus lamunannya.

Ve menunduk, tangannya ditarik oleh bocah lima tahun yang menggemaskan.

"Jangan bengong. Ayo, duduk."

Ve mengangguk, menurut saat dituntun menuju meja makan yang kursinya telah terisi sebagian. Celotehan anak-anak dan suara bising televisi berbaur menjadi satu.

Atlas melambaikan tangan, menepuk kursi sebelahnya.

"Maaf, ya. Mereka emang suka gitu. Sok kenal sama orang baru. Tapi kamu gak usah khawatir, mereka semua baik kok. Tapi, ya, cuma suka bikin berisik aja karena sering berantem." Ucap Atlas ketika Ve telah duduk.

"Pagi, adik-adik Kakak yang ganteng dan cantik." Seorang perempuan dewasa masuk sambil menyimpan bakul nasi di atas meja makan.

"Pagi, Kak Maya." Kompak seluruh penghuni panti, kecuali Ve.

Kak Maya menebar senyum cerahnya. "Siapa di sini yang belum mandi pagi?"

"Lion!" Anak-anak panti menunjuk seorang laki-laki di ujung meja.

Sementara yang ditunjuk menampilkan ekspresi kaget.

"Eh? Siapa bilang? Aku udah mandi kok." Lion menyangkal tuduhan tersebut.

"Udah mandi? Kapan?" Tanya anak perempuan di sampingnya.

"Kemarin." Jawab Lion, ia menyeringai lebar.

"Huuu.." Sorak yang lain.

Kak Maya pun berkacak pinggang. Raut wajahnya berubah marah. "Lion, biasakan mandi pagi setelah bangun tidur. Mau hari libur atau hari sekolah, mandi pagi itu harus dilakukan."

Tunggu Aku.. [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang