Dua hari sebelum libur panjang akhir semester usai, Ve telah kembali ke Ibukota. Meninggalkan kehangatan rumah panti untuk bersiap melanjutkan perkuliahannya.
Hari itu, ia menginap di kamar sebelah atas ajakan dari Shani. Dikarenakan Jinal belum pulang, Ve diharuskan bermalam bersamanya dan Vinny. Agar memiliki teman.
Tadinya, ia akan langsung menanyakan perihal fakta kemarin kepada Nabila. Gemas ingin segera meluruhkan segala pertanyaan dalam dinding kepalanya. Akan tetapi, semua itu gagal. Sebab Nabila belum datang. Katanya, ia dan Ceje akan berangkat bersama esok hari. Mau tidak mau, Ve harus menahan rasa penasaran yang membuat pening itu.
Besoknya, Nabila dan Ceje tiba di kostan siang hari. Bertepatan dengan kedatangan Jinal pula. Mereka sibuk beres-beres pakaian, memuntahkan isi tas, dan membagikan oleh-oleh yang dibawa. Celotehan dan kunyahan makanan memenuhi langit-langit kamar JeNab. Mereka sedang asyik bercerita soal liburan masing-masing sambil ngemil.
Lagi-lagi rencana Ve gagal. Ia tidak berkesempatan mengobrol empat mata dengan Nabila. Jika sengaja memisahkan diri, hal tersebut pasti menimbulkan kecurigaan diantara teman-teman yang lain. Sepertinya, Ve harus menunggu waktu yang pas untuk membicarakannya.
"Oh, iye, Vin. Adek lo ame si Shani sekarang dah kelas 11 berarti, ye? Kalo udeh lulus, mau kuliah di mane?" Nabila yang sedang mengiris bawang bertanya. Sembarang memilih topik. Ia dan keempat temannya tengah membantu Shani menyiapkan bahan masakan untuk makan malam.
"Di sini." Jawab sang Chef dari balik wajan.
"Hah? Di kota ini maksudnya?" Tanya Jinal.
Shani mengangguk riang. Menyalakan kompor.
"Kampus mana?" Ceje menimpali. Sayuran bagiannya telah dipotong-potong.
"Kampus kita."
"Yang bener, Shan?" Ve menoleh dari rice cooker yang terbuka. Kegiatannya mengaduk nasi terhenti.
Shani mengangguk. Memasukan irisan bawang ke dalam wajan. Menggorengnya.
"Bukannye tuh anak due kagak bise misah ame emak bapaknye? Nape malah dikuliahin di mari? Emang mereka kagak protes ape?"
"Proteslah. Apalagi Yuvi." Vinny menjawab seraya mengisi penuh enam gelas plastik dengan air. "Justru, karena sifat manja mereka, orang tua kita sepakat bakal kuliahin Yuvi sama Gre di sini. Biar mereka bisa belajar mandiri, gak ketergantungan sama orang lain."
Ve, Jinal, Ceje, dan Nabila mengangguk-anggukan kepala. Wajan dan spatula saling berdentang, bergesekan, melatari percakapan mereka malam itu.
"Ngekost juga?"
"Nggak. Mereka bakal tinggal di apartemen yang gue tolak pas kelulusan."
"Makan malam siap." Shani berseru kepada teman-temannya.
Obrolan mereka pun terputus. Digantikan dengan kerusuhan trio JCN yang berebut giliran mendapat nasi goreng spesial.
Setelah menerima jatah masing-masing, mereka berpindah ke balkon samping, duduk melingkar, mulai menyendok makanan.
Cukup lima belas menit saja, piring mereka tak menyisakan apa pun selain sendok yang digunakan. Begitu pun gelas minum yang kosong melompong. Keenam gadis itu menarik napas. Kekenyangan. Semilir angin malam mengusap wajah mereka. Bikin mengantuk.
Shani yang bertugas mencuci bangkit dan memindahkan tumpukan piring ke wastafel. Dengan dibantu Vinny membawakan gelas-gelas. Sedangkan Jinal membuntuti Ceje ke kamarnya, hendak menagih makanan yang dijanjikannya. Tinggallah Ve dan Nabila duduk berdua di balkon tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tunggu Aku.. [Complete]
Romance"Hidup kita ini bagai sebuah drama. Dunia adalah panggung pementasannya. Lalu takdir yang mengatur alur kisahnya. Dan kita, sebagai pemainnya. Keren, kan? Tanpa disadari, ternyata kita itu artis." ---------- "Saat aku mulai percaya, kenapa kamu mala...