Part 22

34 9 0
                                    

"Kire-kire, kite bakal satu tempat kagak, ye?"

"Mana gue tahu. Terserah Kaprognya-lah." Vinny menjawab, tanpa mengalihkan pandangan dari ponselnya. Berhubung kelas sedang jamkos, ia menggunakan waktu luangnya untuk bermain game.

"Kemaren lo milih lokasi mane, Vin?" Nabila bertanya.

Ve dan Shani menoleh. Mereka berdua sedang berkumpul di meja belakang, yang ditempati Nabila dan Vinny.

"Luar wilayah." Jawabnya, masih menatap ponsel.

"Lah? Serius? Ner bener aneh lo. Orang-orang pade pengen tempat yang deket, ini malah pengen yang jauh."

"Kok pengen yang jauh, Vin? Alasannya apa?" Tanya Ve.

Vinny meletakan ponselnya, menatap Ve dan Nabila bergantian. "Biar bisa ngekost. Dengan begitu, gue bisa belajar hidup mandiri. Tanpa bantuan dari siapa-siapa. Gue bosen hidup dilayani terus sama orang lain. Seandainya orang yang melayani kita pergi, gimana? Kita stuck sampai di situ gitu? Nggak, kan? Makanya, mulai dari sekarang, gue pengen gak ketergantungan sama orang lain."

"Vinny kultum." Nabila bertepuk tangan, berdecak kagum, geleng-geleng kepala.

"Kamu cocok loh jadi motivator."

"Gue gak minat. Jadi motivator itu berat. Melenceng sedikit dari nasihat, langsung kena hujat. Lebih baik jadi orang biasa aja. Apa yang diucap bisa jadi bahan pengingat diri, bukan cuma buat orang lain."

"Shan, kamu beruntung, ya, deket sama Vinny. Kata-katanya banyak yang bijak." Ve menoleh pada teman sebangkunya.

Shani mengangguk. "Banget, Ve. Cuma dia yang ngertiin aku. Waktu Mama sama Papa sibuk, dia yang selalu ada buat aku, sering nasihatin, sering negur, sering manjain juga. Vinny itu multifungsi. Bisa jadi sahabat tempat curhat, jadi kakak tempat ngadu, jadi orang tua tempat berlindung. Gak tau deh gimana kalau aku gak ketemu sama dia."

"Kok kalian malah pada muji-muji gue sih? Ini kan bukan cerita tentang gue."

"Siape yang muji-muji lo? Geer banget jadi orang." Nabila mendorong orang di sampingnya, hampir terjatuh.

"Selamat siang, Anak-anak."

Seluruh murid kelas Pk-1 menengok serempak. Dari arah pintu, Bu Yunita melenggang masuk ke dalam ruang kelas. Mereka pun segera duduk ditempat masing-masing.

"Selamat siang, Bu."

"Bagian siapa sekarang?"

"Pak Irdan." Jawab seluruh murid kompak.

Bu Yunita mengangguk. "Pa Irdan-nya lagi pelatihan di dinas. Nanti latihan soalnya diambil dibagian piket, ya."

Guru itu pun mengambil satu dokumen yang terdiri dari beberapa lembar kertas dari tangannya. "Untuk pembagian lokasi PKL program keahlian perkantoran telah kami diskusikan, dan ini adalah hasilnya. Kalian bisa lihat, dalam kertas ini telah tercantum nama kantor, teman satu tempat, dan pembimbingnya. Keputusan tidak dapat diubah, sebab kami telah mengirimkan surat perizinan kalian kepada pihak kantor yang bersangkutan, kecuali ada alasan yang memang harus dipenuhi."

Bu Yunita menyerahkan dokumen tersebut kepada murid di meja terdepan. "Jika ada yang ingin complaint, bisa temui saya di ruang guru. Kalau begitu, saya permisi. Selamat siang, Anak-anak."

"Selamat siang, Bu."

Sejurus dengan kepergian Bu Yunita, seperti tertarik oleh sebuah magnet berkekuatan besar, seluruh murid serentak menyerbu meja terdepan barisan Ve. Mereka berebut ingin melihat di mana lokasi PKL masing-masing.

Tunggu Aku.. [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang