Part 27

39 9 0
                                    

Teng!!

Bel tanda pulang berbunyi nyaring. Siswa-siswi segera berhamburan menyesaki lorong kelas lantai 2. Derap langkah dan dengung percakapan ketika melintasi kelas 12 Pk-1 terdengar hingga ke dalam. Tetapi samar oleh gaduh murid-muridnya yang sedang merapikan alat tulis dan buku masing-masing.

"Jan dimasukin. Mau gue bawa balik tuh buku." Nabila berseru ketika Vinny hendak memasukan buku catatannya.

"Buat apa, Bil? Bukannya tadi kamu juga nyatet?" Shani menoleh sekilas, lalu memasang tas.

"Mana ada nyatet. Selama Melvi ngedikte, dia ngorok." Ucap Vinny memberikan bukunya

"Kok kepegawaian doang?"

"Terus?"

"Ame humas-lah."

Humas? Batin Ve. Itu kan mata pelajaran sebelum kepegawaian. Artinya? "Bil, kamu tidur dari habis istirahat?"

"Hehe. Iye." Nabila menyeringai.

Ve geleng-geleng. Tak habis pikir. Bisa-bisanya Nabila menghabiskan waktu 2 jam pelajaran dengan berpetualang di alam mimpi. Mentang-mentang guru yang mengajar tengah berhalangan hadir, jadi, dia seenak jidat tidur di kelas.

Ve, Vinny, Shani, dan Nabila pun keluar ruangan, bertemu Atlas di depan kelasnya, lalu turun ke lantai bawah bersama murid-murid lain.

"Kalian ke gerbang duluan aja. Gue mau ambil sepeda."

Empat gadis itu mengangguk. Mereka berpisah arah. Mengobrol ringan sesampainya di gerbang, sambil menunggu Atlas.

Di tengah percakapan, Shani yang berdiri menghadap lajur jalan, melihat sebuah mobil menyalakan sein kiri dari kejauhan.

"Ve, kamu dijemput lagi?"

"Dijemput? Ame siape?" Nabila menyambar. "Pan die udeh bilang kagak mau ketemu lagi ame Om-nye."

"Ya, aku gak tahu. Makanya nanya."

"Emang mana mobilnya?" Vinny bertanya.

Shani menunjuk. Ke arah mobil yang ia maksud. Mobil itu terkena macet oleh siswa-siswi yang menyeberang.

"Kalian lagi lihat apa?" Melihat teman-temannya kompak menoleh, Atlas pun ikut memutar kepala. Ia baru saja tiba di gerbang.

Lalu lintas kembali lancar setelah siswa-siswi itu berada di seberang. Dan mobil yang Shani tunjuk kembali bergerak, pelan, kemudian menepi tepat di hadapan mereka.

Itu bukan mobil putih. Melainkan hitam. Plat nomornya juga tidak dikenali. Jika begitu, sudah pasti itu bukan mobil milik Papanya. Ve mengernyit. Menebak-nebak siapakah pengemudinya. Apakah itu Om Jafar dengan menggunakan mobil yang berbeda? Atau kaki tangannya? Atau mungkin orang lain yang hendak menculiknya lagi?

"Hai, Ve."

Kejutan.

Dari dalam mobil, keluarlah seseorang yang amat Ve kenal. Ia menyapa riang.

"Dimas? Kok bisa tahu sekolah aku?" Ve terkejut atas kehadirannya yang mendadak itu.

"Tadi aku ke panti. Tapi kamu-nya gak ada. Kata Pak Baron, kamu masih di sekolah, belum pulang. Ya, udah. Aku tanyain aja sekolah kamu di mana." Dimas menyisir rambut yang sedikit berantakan oleh hembusan angin.

Ve manggut-manggut. "Oh, iya. Kenalin, ini teman-teman aku."

"Vinny."

"Shani."

"Nabila. Asli betawi."

"Atlas."

Dimas bersalaman dengan keempat teman Ve. Yang terakhir Atlas. Mereka bertatapan sejenak. Lalu melepaskannya.

Tunggu Aku.. [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang