08: kalau memang benar seseorang bisa menjadi rumah, maka dialah orangnya

621 116 65
                                    

San tahu hari ini akan menjadi kali kedua Seonghwa tidak datang kepadanya dengan permintaan ajaibnya. Tadi, dia berpapasan dengan Mingi di lorong dan San tidak bertanya apa pun tentang Seonghwa. Namun, kalau Mingi ada di apartemennya, maka Seonghwa tidak akan menghampirinya. Meski San marah dengan fakta kalau Seonghwa tetap bertahan dengan Mingi meski tahu tidak dicintai olehnya.

Menghela napas panjang dan memandangi ruang tamunya yang sudah rapi, karena sejak bangun tidur hal yang dilakukan San setelah mengambil air minum dari kulkas adalah merapikan ruangan tersebut. Padahal harusnya San tidak perlu melakukan hal merepotkan seperti itu, karena untuk apa memberikan impresi baik kepada Seonghwa?

"Choi San! Mama sudah tekan bel dari tadi dan kamu tidak membukakan pintu!" Omelan yang mendadak didengarnya membuat lamunan San buyar dan kaget melihat kedua orang tuanya datang. "Untung Papamu pegang kartu akses apartemenmu yang seperti kapal...," perkataan perempuan yang melahirkan San itu terhenti dan menatap sekitarnya, lalu menatap anaknya dengan tidak percaya, "Kamu siapa? Anak saya tidak mungkin mau beres-beres atas inisiatif sendiri."

"Astaga Ma, San hanya butuh niat," San melengos, "Tumben datang enggak beri kabar dulu? Biasa nelpon atau kirim pesan."

"Nak, Papa dan Mama sejak tadi meneleponmu," lelaki paruh baya yang merupakan Papa San, menatap anaknya dengan heran, "Kami bahkan buru-buru kemari karena takut kamu kenapa-kenapa."

"Astaga, San bukan anak kecil lagi."

"Ini kamu, nak!" Mama San menatap anaknya dengan tidak percaya. "Kamu itu tidak mungkin lepas dari HP-mu, sampai kami merasa pacarmu itu HP dan bukan Wooyoung."

San hanya bisa menghela napas mendengar perkataan Mamanya, tidak sadar kalau memasang ekspresi cemberut dan membuat Papanya hanya tertawa pelan. Setidaknya San tidak benar-benar sendirian hari ini, karena orang tuanya tumben sekali datang mengunjunginya padahal belum dua minggu yang lalu datang. Meski sebenarnya San agak heran datangnya tidak hari Minggu seperti biasanya, tetapi hari Sabtu.

Meski sepertinya Mamanya tidak mengomelinya itu tidaklah sah, lantaran dapurnya tidak memenugi standar kebersihannya. Namun, saat Mamanya hendak membuang bunga kering yang berada di vas dapur, San tanpa sadar langsung berlari dan mengambil bunga tersebut. Membuatnya mendapatkan tatapan aneh dan San memilih melarikan diri dengan membawa bunga kering tersebut ke kamar yang dijadikannya sebagai ruang kerja, meski kenyataannya ruangan itu lebih tepatnya menampung segala jenis perangkat teknologi untuk bermain gim.

Saat keluar dari ruangannya, San hampir berteriak karena kaget melihat Mamanya yang berdiri di depan pintu. Baru San akan melayangkan protes, Mamanya berkata, "Kamu kenapa? Sikapmu aneh sekali, nak."

"Gapapa, Ma."

"Jangan berbohong," Mamanya berkaca pinggang dan San berharap bisa memberikan reaksi untuk menatap kembali, tetapi dia sejak dahulu selalu payah kalau berada di situasi yang membuatnya lolos jika berbohong, "Mama tahu kamu, San. Kamu tidak akan menyimpan sesuatu yang tidak penting dan bunga kering bukan kategori penting bagimu."

San mencoba untuk tidak panik dan menatap Mamanya dengan heran, "Memangnya San tidak boleh menyimpannya?"

"Apa itu dari seseorang yang spesial?" Mamanya memberikan teori yang membuat San hanya tersenyum. "Dari Wooyoung? Tumben kamu mau diberikan bunga."

San hanya bisa tersenyum dan memutar tubuh Mamanya untuk berjalan lebih dahulu. Menutup pintu ruang kerjanya dengan cepat, lalu mendorong pelan untuk Mamanya berjalan di depannya dan San mengekori di belakangnya. Membuatnya mendadak teringat dulu seringkali bermain dengan adiknya seperti sikapnya sekarang dengan Mamanya sewaktu masih kecil. Kereta-keretaan kalau bahasa mereka, meski rasanya kalau menceritakannya kepada orang lain akan terasa memalukan di usia yang sekarang karena mengingat hal yang dilakukan waktu kecil.

Vermilion | SanhwaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang