05: untuk pertama kalinya, dia tidak datang pada hari sabtu

615 125 2
                                    

San pikir, hari ini akan menjadi hari di mana Seonghwa akan memencet bel seperti Sabtu biasanya. Meski sebenarnya Sabtu siang dirinya bertemu lebih awal dengan Seonghwa karena San tidak sengaja bertemu dengannya dan juga Mingi saat hendak makan siang. Mingi mengajaknya bergabung di meja mereka, entah untuk basa-basi atau memang benar-benar berniat mengajaknya mengingat beberapa waktu yang lalu mereka berkelahi. San tadinya hendak menolak, tetapi pada akhirnya duduk berhadapan dengan pasangan itu hanya karena tatapan sekilas Seonghwa kepadanya yang penuh harap.

Rasanya San begitu bodoh karena menyerah hanya sebuah tatapan.

Sepanjang makan siang itu rasanya seperti neraka, karena Seonghwa tertawa karena perkataan Mingi. San berusaha untuk tidak peduli, nyatanya tidak semudah itu. Ada rasa kesal saat menyadari Seonghwa tertawa bukan karena San, padahal seharusnya itu adalah hal yang bisa dimengerti karena Mingi padalah pacar lelaki itu. Namun, San tetap tidak akan melupakan bahwa pernah mempergoki Mingi bermesraan dengan orang lain dan dengan kenyataan bahwa Seonghwa tahu serta dengan sadar membiarkannya.

Hanya memikirkan itu membuat San merasa marah. San bukannya tidak berusaha melupakan hal itu, tetapi seringkali fakta itu tanpa permisi berada di pikirannya dan berakhir membuatnya marah seperti sekarang. Rasanya semua yang dilihatnya sekarang adalah kepalsuan karena mengetahui yang sebenarnya. Seperti senyuman Mingi, sentuhan lelaki itu ke kepala Seonghwa yang membuatnya refleks memejamkan mata sembari tersenyum.

Untuk apa San berada di meja ini lebih lama?

"Loh, San mau ke mana?" Seonghwa menatapnya dengan heran karena melihatnya berdiri dari kursinya dan San bisa melihat tatapan Mingi yang berusaha untuk tidak terlihat peduli.

"Gue baru inget mau mabar."

"Mabar ML?"

"Wah gue terharu lo masih mengingat tentang itu," San berusaha untuk tidak terdengar menyindir, tetapi nada bicaranya jelas tidak terdengar ramah, "Gue duluan. Tenang aja, bagian gue bayar sendiri kok."

"Eh? Gak usahhh."

Namun, San memutuskan melangkah pergi. Ke meja kasir untuk menyebutkan meja serta pesanannya yang dimakannya, lalu membayarnya. Berjalan menuju unitnya seharusnya bisa membuat emosinya bertransisi menjadi biasa saja. Namun, kenyataannya tidak semudah itu. Apalagi saat masuk ke dalam lift, San menyadari jika hari ini kemungkinan Seonghwa tidak datang kepadanya sangatlah besar. Karena sekarang ada Mingi dan dari sikapnya selama ini, tidak mungkin Seonghwa tiba-tiba meninggalkan pacarnya untuk menghampiri San.

Mengingat hal itu membuat San merasa semakin kesal. Begitu masuk ke unitnya dan berjalan ke ruang tamu, San hanya bisa tertawa getir. Sejak pagi, San membereskan apartemennya sebelum pergi mengantarkan Wooyoung. Menduga bahwa hari ini akan menjadi Sabtunya seperti biasa di mana Seonghwa datang kepadanya dengan permintaan yang seharusnya bisa dilakukan oleh kebanyakan orang-orang, tetapi jika diucapkan oleh lelaki itu seolah permintaan yang akan membuat San melihat sikap ajaib lelaki itu.

"Ho, lo lagi di toko bunga gak? Gue mau samperin," San memutuskan menelepon Jongho dan mengambil kunci mobilnya di atas meja, "Aelah, gue mau berkunjung aja lo ributnya kayak gue mau malak lo buatin buket bunga aja."

"Masalahnya ini lo, Bang! Manusia yang biasanya diajak jalan aja susah banget karena milih mabar atau main DOTA."

"Bosen gue, mau lihat yang cantik-cantik." San masuk ke dalam lift yang terbuka. "Dah, gue di dalam lift, see you soon."

Lalu, San teringat bunga yang dirangkai oleh Seonghwa. Bunga di ruang tamu dan di meja makannya sudah layu, tetapi tidak dibuangnya karena bunganya mengering dengan kondisi cukup baik. Padahal biasanya San tidak suka menyimpan barang-barang yang menurutnya tidak berguna dan jelas bunga kering tidak ada gunanya, tetapi nyatanya tidak dibuang olehnya. Membuat San menghela napas panjang, mempertanyakan apa dirinya benar-benar sudah terjatuh kepada pesona Seonghwa yang seharusnya membuatnya jengkel di keadaan biasanya karena perkataannya yang tidak terduga serta sikapnya yang terlalu ajaib, seolah selama ini mereka tidak hidup di dunia yang sama.

Vermilion | SanhwaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang