01: berusaha untuk membenci, tetapi nyatanya sulit

908 150 21
                                    

San tidak begitu ingat sejak kapan mulai berusaha membenci Seonghwa. Hal yang disadarinya, setiap melihat lelaki itu, emosinya selalu maju terlebih dahulu daripada logikanya. San tidak suka dengan kenyataan itu, bahwa hidupnya yang selalu bisa dikontrolnya, termasuk emosinya, tidak bekerja dengan benar jika dihadapkan dengan Seonghwa.

"Lo itu...," San menghela napas dan berkaca pinggang melihat Seonghwa yang tampak kebingungan membedakan tomat dan paprika, "Bisa gak sih sehari aja gak bikin gue emosi?"

Seonghwa mengalihkan pandangan dari estalase yang memajang berbagai sayuran kepada San. "Kamu boleh pergi kalau ingin."

"Gue udah sampe sini dan lo main usir gitu aja?! Becanda ya lo."

"Tapi sejak awal aku tidak memintamu untuk ikut kemari," perkataan Seonghwa justru semakin membuat San kesal, "Aku hanya bertanya bedanya tomat ceri dan tomat biasa itu apa? Lalu, kamu membawaku kemari."

"Lo yang beli kangkung aja jadi seledri, apa bisa gue lepas begitu aja?"

Seonghwa tidak mengatakan apa pun, kemudian melihat tomat yang menjadi perdebatan mereka di estalase. Pada akhirnya, Seonghwa mengambil tomat ceri karena bentuknya yang lucu. Orang lain kalau mendengar Seonghwa membeli karena bentuk yang lucu pasti akan mengomentarinya, tetapi dia tidak ingin peduli. Lagipula Seonghwa memang ingin makan tomat mentah sebagai cemilannya di apartemen Mingi.

Meski sebenarnya pacarnya itu sedang dinas ke luar kota yang membuat Seonghwa tidak punya alasan untuk berada di tempat Mingi. Namun, Seonghwa sadar sejak kejadian dia mengakui kalau tahu Mingi menemui orang lain di belakangnya, sikap San kepadanya berubah. Menjadi orang yang lebih mudah emosi dari sebelumnya dan seolah ingin membuat Seonghwa untuk tidak muncul di dekatnya.

Seonghwa paham kalau San tidak menyukai kenyataan bahwa Seonghwa secara sadar memilih untuk disakiti, tetapi lelaki itu tidak tahu alasannya dan dia tidak ingin menjelaskannya. Biarlah San berpikir sesuai dengan asumsinya dan Seonghwa menjalani kehidupannya yang seperti ini. Lagipula, setelah semua urusannya selesai di sini, dia akan pergi ke ujung Indonesia untuk memulai kehidupan baru di tempat yang asing baginya. Melupakan semuanya yang selama ini ada di kehidupannya Seonghwa dan menjadi orang yang benar-benar memulai kehidupan dari awal, sendirian.

"San, setelah ini kamu boleh mengabaikanku," Seonghwa tersenyum dan tatapan San kepadanya sesaat tampak terkejut, lalu kemudian seolah tidak peduli, "Aku tahu selama ini merepotkanmu, jadi aku paham kemarahanmu kepadaku."

"Gue enggak marah sama lo?"

"Tuh kan, suaranya kamu marah."

"Ini emang udah default gue, bukannya marah sama lo." Seonghwa hanya tersenyum, padahal San tidak perlu menjelaskan kepadanya. "Gak usah senyum-senyum. Sekarang lo mau beli apa lagi? Gue bantu cariin, gak tenang gue lihat lo di sini terus ntar salah beli."

"San, aku gapapa ditinggal sendirian."

"Lo jangan buat gue sia-sia kemari dan ninggalin mabar ML."

Seonghwa menatap San dengan heran. "ML? Making love?"

"Game Mobile Legend, astaga!" San emosi sendiri karena Seonghwa malah nyambungnya ke hal lain yang membuat dirinya terlihat seperti pelaku seksual. "Lo masa gatau game ini? Ini game populer banget."

Seonghwa menggelengkan kepalanya dan San sampai mengusap wajahnya karena frustrasi. Seharusnya San ingat fakta kalau Seonghwa baru mengganti HP saat dirinya memberikan, jadi kemungkan dia mengetahui eksistensi gim terkenal sangatlah kecil.

Namun, San penasaran dengan gim yang Seonghwa ketahui dan bertanya, "Lo sebenernya tahu game apaan sih?"

"Dua kosong empat delapan, Stack dan Onet."

San masih tahu 2048, tetapi Stack dan Onet itu permainan apa?

"Lo main game apaan sih? Gue masa cuma mengenali dua kosong empat delapan doang."

"Stack itu permainan yang menyusun lantai setinggi mungkin," Seonhwa menjelaskan dan tidak sadar menggerakkan tangannya untuk memberikan contoh tangannya yang bertumpuk ke atas dengan kecepatan konstan, "Kalau Onet itu ... kayak mencocokkan gambar dengan gambarnya karakter Pikachu gitu."

"Oh, lo tahu Pikachu ternyata."

"Aku enggak sepayah itu, San."

San melihat Seonghwa yang cemberut, rasanya membuatnya ingin menarik pipi lelaki itu karena merasa gemas. Namun, kemudian dia menggelengkan kepalanya karena pemikirannya dan kemudian, melihat Seonghwa menatapnya dengan heran.

"San, aku baru sadar kalau sering melihatmu tiba-tiba menggelengkan kepala," Seonghwa menatap San heran, "Apa ada sesuatu yang menganggumu?"

"Bukan urusanmu, Seonghwa."

"Oh oke."

Seharusnya, setelah ini San membiarkan Seonghwa pergi dan dia melanjutkan belanja mingguan di supermarket di area apartemennya. Namun, kenyataannya San mengikuti Seonghwa yang berbelanja sembari membeli bahan makanan mingguannya. Membuatnya banyak bertanya dan berakhir mengomel karena Seonghwa yang salah menduga barang yang dibelinya adalah hal yang diinginkannya.

Membuat San rasanya sakit kepala mendadak dan masih mempertanyakan, Seonghwa itu apa benar hidup di dunia yang sama dengannya? Karena rasanya dia seperti orang di dunia lain yang mendadak terlempar ke dunianya, saking banyak hal yang tidak diketahuinya. Lalu, saat akhirnya mereka mengantri di kasir dan Seonghwa memproses pembayaran karena berada di depan San, dia melihat card holder hitam bergambar lebah yang dibelikannya. Membuat San tanpa sadar tersenyum dan tidak sadar bahwa kartu pembayaran yang digunakan Seonghwa bukanlah kartu biasa.

Kemudian, San menyisir rambutnya ke belakang dengan jarinya karena sadar bahwa seharusnya bukan seperti ini. Seharusnya San berusaha membenci Seonghwa dan mengabaikannya, karena eksistensi lelaki itu nyatanya mulai membuatnya merasa kacau. Membuat San semakin banyak berbohong kepada Wooyoung, pacarnya, bahwa dia lelah dan ingin sendirian, padahal yang dilakukannya justru menghabiskan waktu bersama Seonghwa yang notabene pacar Mingi, tetangga apartemennya.

Ah benar, mungkin lebih baik setelah ini San mengirimkan pesan kepada Wooyoung untuk mengajaknya jalan-jalan karena sudah lama tidak pergi bersama pacarnya itu.

Vermilion | SanhwaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang