18: menyelesaikan yang menggantung, meski itu artinya melepaskan

177 33 7
                                    

Sebenarnya Seonghwa ke kota kelahirannya bukan untuk menemui Yunho, tetapi untuk melihat sejauh apa keluarga adik Ayahnya mengacau di perusahaan yang dibangun oleh orang tuanya. Namun, nyatanya Seonghwa sekarang duduk di depan Yunho, di sebuah kafe mewah di salah satu tempat perbelanjaan.

Ada banyak yang berkecambuk dipikiran Seonghwa, tetapi ternyata marah bukanlah hal yang ada di sana dan itu membuatnya bingung sekaligus kecewa. Karena Seonghwa pikir, dia akan tetap membawa kemarahan dengan apa yang terjadi di hari itu sampai detik ini, tetapi nyatanya tidak.

Apakah karena Seonghwa memang sudah tidak punya perasaan kepada Yunho?

Apakah karena Seonghwa tahu sebanyak apa pun merasa marah tidak akan mengembalikan hal yang telah lalu?

Apakah karena...?

"Seonghwa ... apa kabar?" tanya Yunho yang sepertinya tidak menyadari bahwa dia sudah menanyakan hal itu kepada Seonghwa sebanyak tiga kali. Entah karena gugup, atau mungkin benar-benar tidak tahu harus mengatakan apa kepada Seonghwa dan memutuskan mengulang pertanyaan yang sama.

Juga Seonghwa nyatanya tetap menjawab pertanyaan berulang itu meski sudah berulang kali ditanyakan kepadanya. "Kabarku? Aku tidak tahu, karena seharusnya aku tidak ada di sini." Kemudian Seonghwa menatap Yunho selama beberapa saat, kembali mengulangi jawaban ini untuk ketiga kalinya. "Seharusnya aku tidak berada di depanmu."

Yunho hanya tersenyum, meski Seonghwa bisa melihat dengan jelas jika senyuman itu tidaklah dalam konteks yang benar-benar berasal dari hati lelaki itu. Seonghwa merasa tidak berhak untuk mengomentari hal tersebut, karena nyatanya dirinya juga sering melakukan hal yang sama. Berpura-pura untuk membuat semua orang merasa jika dirinya baik-baik saja, padahal sebenarnya Seonghwa berantakan di hati dan pikirannya.

"Apa kamu akan lama di sini, Seonghwa?"

"Tidak tahu."

Yunho kembali memandang Seonghwa. Kesedihan jelas tergambar di wajah Yunho, tetapi nyatanya Seonghwa tidak merasakan apa pun. Hal yang aneh, saat Seonghwa yang tidak bisa mengendalikan perasaannya—yang seringnya bisa berlari ke sisi-sisi ekstrim—sekarang bisa tidak merasakan apa pun.

Haruskah Seonghwa senang atau takut dengan dirinya yang tidak merasa?

"Berapa lama kamu akan menatapku, Yunho?" tanya Seonghwa yang membuat Yunho mengerjap, seperti tidak menyangka akan mendengar pertanyaan itu. "Aku pikir kamu mengajakku bertemu karena sesuatu yang penting, bukan untuk hanya melihatmu menatapku."

"Aku...," Yunho tidak bisa mengatakan apa pun karena melihat Seonghwa di depannya yang benar-benar tidak berekspresi dan membuatnya merasa bersama orang lain, bukan dengan Seonhwa yang dikenalnya, "Seonghwa, apa kamu mau makan sesuatu?"

"Aku baru makan, tapi terima kasih atas tawarannya."

Yunho terdiam, karena rasanya seperti bukan menghadapi Seonghwa yang dikenalnya selama ini. Meski seharusnya Yunho paham jika semua orang berubah, tetapi Yunho benar-benar tidak bisa membayangkan jika Seonghwa adalah orang yang termasuk dalam kategori tersebut. Meski Yunho tahu Seonghwa berusaha menghindarinya sebagai bentuk perlindungan diri, akan tetapi setiap mengingat itu terasa menyakitkan.

Karena Yunho tahu, Seonghwa menghindari hal-hal yang tidak disukainya untuk tidak menyakiti dirinya dengan pemikiran-pemikiran jahat yang melintas di kepalanya tanpa permisi. Akan tetapi, Yunho tidak bisa mengontrol perasaannya yang merasa terluka karena menyadari jika Seonghwa sudah mengkategorikannya sebagai orang yang tidak disukainya lagi.

"Aku tahu kamu tidak akan mau mendengarkan penjelasanku, tapi...," ucapan Yunho yang menggantung, kemudian menatap Seonghwa untuk memastikan jika ada sedikit emosi tertarik pada ceritanya. Sayangnya, hanya kecewa yang didapatkan oleh Yunho, karena Seonghwa tidak menampilkan ekspresi apa pun. Kemudian, Yunho menghela napas panjang, sebelum melanjutkan, "kejadian hari itu tidak seperti pemikiranmu. Seandainya kamu mau mendengarkan penjelasanku, kita tidak akan menjadi seperti ini, Seonghwa."

"Memangnya, apa yang akan berubah jika kamu menjelaskan sekarang?"

"Seonghwa...."

"Memangnya kenapa aku harus mendengarkan penjelasanmu saat aku melihatmu mencium Hongjoong di depan rumah tempat kita tinggal saat kerja praktek lapangan?" tanya Seonghwa yang membuat Yunho terdiam. Bukan karena tidak memiliki penjelasan atau tidak bisa membela diri, akan tetapi karena ekspresi serta nada bicara Seonghwa yang tanpa emosi. "Dari semua orang di dunia ini, kamu memilihnya. Saat kamu lebih dari tahu, aku setiap menatap Hongjoong di antara batas sayang dan benci sebagai temannya."

"Seonghwa...."

"Sudahlah, Yunho." Seonghwa menghela napas panjang dan melirik jam tangannya. Masih ada beberapa menit lagi untuk Seonghwa duduk di tempat ini lantaran itulah waktu yang diucapkannya secara asal saat Kai bertanya kepadanya mau dijemput jam berapa. "Berhenti membicarakan masa lalu. Kita telah selesai, itu tidak bisa diubah."

Yunho menatap Seonghwa dengan segala emosi serta memori yang mengalir tanpa permisi. Fragmentasi-fragmentasi segala yang telah terjadi selama ini, nyatanya tidak bisa membuat Seonghwa dan Yunho kembali. Apalagi melihat Seonghwa yang seperti ini di depannya, membuat Yunho menyadari jika sebanyak apa pun penjelasan serta permohonan untuk diberikan kesempatan kedua, Seonghwa tidak akan mau memberikannya.

"Berbahagialah, Yunho." Perkataan Seonghwa membuat Yunho mengerjap dan menatapnya dengan tatapan kecewa. "Berbahagialah tanpaku, tanpa Hongjoong, karena kamu orang baik. Jadi tidak perlu terjebak pada masa lalu."

"Aku bukan orang baik, Seonghwa."

"Tidak baik kepadaku pada momen itu bukan berarti kamu tidak pernah baik kepadaku, Yunho." Kemudian Seonghwa kembali melirik jam tangannya dan menyadari sekarang sudah waktunya dirinya pergi. "Lagipula, kita akan selalu menjadi jahat untuk kehidupan seseorang meski berusaha menjadi baik." Seonghwa menatap Yunho, kemudian tersenyum. "Jadi ... jangan terjebak masa lalu dan rasa bersalahmu, karena itu seharusnya bagianku."

"Apa?"

Seonghwa tidak mengatakan apa pun lagi, karena sudah berdiri dari kursinya dan mengambil tas selempang di atas meja. Tidak mengatakan apa pun kepada Yunho dan berjalan pergi dari hadapannya. Saat berjalan cukup jauh, Seonghwa baru menyadari jika dirinya tidak berpamitan kepada Yunho.

Namun, bukankah jika berpamitan kepada seseorang maka itu pertanda akan kembali bertemu di masa yang akan datang? Meski pamit tidak selalu tentang kembali, akan tetapi Seonghwa selalu merasa setiap berpamitan maka itu adalah pengingat bahwa orang tersebut berharga. Membuat Seonghwa merasa harus kembali bertemu di suatu masa yang akan datang nantinya.

Ah ... tapi San tidak akan berpikir seperti Seonghwa, bukan?

Saat melihat mobil yang dikenalinya berhenti di depannya, Seonghwa menaiki mobil yang disetir oleh Kai dan di kursi penumpang depan ada Sehun. Tidak ada yang mengatakan apa pun meski mobil telah berjalan dan Seonghwa masih tidak merasa apa pun.

Itu tentu membuat Seonghwa kebingungan, karena seharusnya sekarang....

"Seonghwa, kamu tidak apa-apa?" tanya Sehun yang menoleh ke belakang dan segera memberikan sekotak tisu. "Apa lelaki itu mengatakan hal-hal yang menyakitimu? Aku bisa memberikannya pelajaran."

Apa maksudnya?

"Seonghwa ... apa kamu tidak sadar kalau tengah menangis?" tanya Kai yang menoleh ke arahnya dan karena mereka sedang berhenti karena lampu lalu lintas berwarna merah. "Air matamu terus mengalir, tapi kenapa kamu tidak terlihat sedih?"

Kenapa justru pertanyaan itu yang membuat Seonghwa mulai merasakan kesedihan yang sejak tadi seharusnya dirasakan saat bersama Yunho?

Kenapa Seonghwa tidak merasa apa pun saat melihat Yunho yang berantakan tanpanya, saat itulah yang dulu diharapkannya?

Kenapa tidak seperti bayangan Seonghwa saat menyadari Yunho mendapatkan karma seperti mantra yang dirapalkannya di kepala selama ini?

Semakin lama Seonghwa berpikir, semakin banyak kenapa yang muncul di kepalanya. Membuat kepalanya terasa sakit dan hal yang refleks dilakukan Seonghwa hanyalah memejamkan matanya. Namun, semakin lama matanya terasa semakin berat dan akhirnya semuanya menjadi gelap.


Vermilion | SanhwaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang