11: seharusnya dia pergi, tetapi memilih untuk mempertaruhkan segalanya

641 114 43
                                    

"Seonghwa, kamu jadi menerima penawaran kerja ke Kutai?" Pertanyaan Jinhyuk yang merupakan profesor muda yang mengajar di kampusnya, membuat Seonghwa yang baru mampir ke ruangan lelaki itu, hanya tersenyum. Jinhyuk melihat respon Seonghwa, hanya menghela napas panjang. "Saya sebenarnya tidak pantas memberikan nasihat kepadamu karena tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi, tetapi pergi tidak menyelesaikan apa pun."

"Saya tahu, Prof."

Jinhyuk tampaknya tidak ingin memperpanjang masalah dan melirik bungkusan yang Seonghwa letakkan di atas mejanya. "Banyak sekali kamu membelikan saya donat, Seonghwa."

"Satu untuk Prof, satu untuk Subin."

"Oh benar juga, anak itu suka makanan manis," Jinhyuk menganggukkan kepalanya, lalu menatap Seonghwa yang melihatnya dengan tatapan bertanya-tanya. "Kamu tidak apa-apa?"

"Maksudnya, Prof?"

"Kamu berhak marah kepadanya, Seonghwa." Perkataan Jinhyuk membuat Seonghwa tersenyum, karena dulu waktu berkuliah S1, Jinhyuk memang sempat mengajar di salah satu kelasnya dan membuatnya tahu siapa yang dimaksud. "Bersama sejak kecil bukan berarti dia memiliki hak untuk menyakitimu, Seonghwa."

"Terima kasih atas kepeduliannya, Prof. Jinhyuk."

Lelaki itu hanya menghela napas panjang. Sebenarnya Seonghwa terkadang masih merasa aneh harus memanggil Jinhyuk dengan sebutan Profesor karena usia mereka hanya berbeda dua tahun. Namun, dunia memang memiliki banyak anomali dan seharusnya Seonghwa sadar bahwa Jinhyuk jugalah demikian. Menjadi Profesor di usia muda dan mengajar beberapa kelas berbeda di kampusnya, meski dari gosip yang berhembus sejak Seonghwa berada di bangku S1, Jinhyuk sebenarnya pernah menjadi orang ketiga dalam pernikahan seseorang. Keberadaannya di kampus lantaran dipaksa kembali oleh orang tuanya untuk tidak benar-benar menghancurkan pernikahan tersebut.

Terkadang, Seonghwa bertanya-tanya—yang sayangnya tidak ada yang bisa ditanyai pendapatnya setelah dia memutuskan untuk mengakhiri segalanya dengan Yunho—apakah cinta seegois itu? Merusak kebahagiaan orang lain hanya untuk bisa bersama dengan orang yang dicintai. Apakah jatuh cinta berarti ada seseorang yang terluka karena proses untuk mendapatkannya?

"Kak Seonghwa, halo," sapaan itu membuat Seonghwa menoleh dan tersenyum melihat Subin masuk ke ruangan dengan membawa beberapa buku refrensi dari perpustakaan di dekapannya, "apa saya menganggu kalian? Kalau iya, saya akan keluar."

"Enggak kok, aku juga mau pergi," Seonghwa menggeleng pelan, lalu menoleh ke arah Jinhyuk, "Prof. Jinhyuk, saya pamit pulang."

"Hati-hati di jalan, Seonghwa." Jinhyuk tampak ragu yang membuat Seonghwa menahan diri untuk tidak bertanya atau pun menampilkan ekspresi kebingungan. Karena Jinhyuk itu orang yang paling percaya diri yang Seonghwa kenal selama hidupnya dan melihat lelaki itu tampak ragu seperti hal yang tidak mungkin. Tatapan mereka bertemu, kemudian Jinhyuk berkata, "Kamu yakin jika pergi tidak akan membuat seseorang bersedih?"

"Tidak."

Setelah menjawab seperti itu, Seonghwa menundukkan kepalanya dan nberjalan keluar dari ruangan Jinhyuk. Saat berjalan di lorong, Seonghwa biasanya memilih untuk mengamati apa pun di sekitarnya dan berjalan selambatnya. Mungkin terdengar aneh, tetapi sejak dahulu sekolah dan kampus adalah tempat aman bagi Seonghwa. Karena saat berada di sana, Seonghwa tidak merasa sendirian, meski tidak ada yang mempedulikannya. Setidaknya Seonghwa bisa melihat orang-orang yang berinteraksi satu sama lain dan terkadang ikut tertawa jika tidak sengaja mendengar cerita yang lucu.

Namun, Seonghwa tidak bisa mendekati mereka untuk berteman. Tidak tahu harus mengatakan apa karena kehidupan Seonghwa yang begitu membosankan dan juga karena Hongjoong tidak pernah melepaskannya dari pandangan lelaki itu.

Vermilion | SanhwaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang