05 | • Problematika

39 2 4
                                    

🌻🌻🌻

Shalsa berseru senang saat shooting yang ia lakukan berhasil masuk ke dalam ring dan menghasilkan threepoint untuk timnya. Tidak ketinggalan, sorakan Vellen beserta Andyra terdengar melengking di sela keriuhan.

"Terus Saa... jangan kasih kendor. Gaskeun!" Dan teman laki-laki sekelasnya juga ikut heboh.

Poin pun semakin berselisih jauh. Kelasnya unggul di atas angin. Hanya menunggu peluit berbunyi, dan timnya akan keluar sebagai pemenang serta berhasil masuk ke laga final.

SMA Garuda sedang mengadakan kegiatan akhir semester. Serangkaian dengan program peningkatan kompetensi siswa setelah ujian akhir seminggu yang lalu dan studi wisata tiga minggu lalu.

Sepuluh menit kemudian, peluit berbunyi bersamaan dengan Shalsa memasukkan bola basket ke ring untuk terakhir kali. Pertandingan selesai. Seluruh siswa XI IPA 2 bersorak atas kemenangan tim putri kelas mereka.

"Tinggal satu pertandingan lagi, bikin kelas kita juara. Oke?" Shalsa menyemangati anggota timnya. Semua bersorak semangat. Setelah do'a penutup yang dipimpin Shalsa, masing-masing membubarkan diri untuk berganti.

"Mantap banget kapten basket kita." Vellen mendekat bersama euforia kegembiraan. Tangannya mengangsurkan pocari dingin kepada Shalsa.

Namun sahabatnya itu menolak. Melirik air mineral di tangan Andyra. "Mau ini," kata Shalsa sembari merebut ringan.

"Tumben." Andyra heran karena minuman isotonik tersebut adalah minuman favorit Shalsa. Gadis itu hanya mengedikkan bahu sebagai respon. Melanjutkan konsumsi cairan untuk memulihkan stamina.

"Gue ganti dulu ya." Setelah habis dan menyisakan botol kosong, Shalsa pamit untuk berbenah. Mulai tidak nyaman dengan rasa lengket akibat peluh di seluruh tubuh.

Hampir setengah jam, Shalsa berkutat di ruang ganti. Sekaligus mandi pastinya. Jangan bayangkan kamar mandi SMA Garuda sama seperti toilet di sekolah lain. Bangunan satu itu hampir sama dengan kamar mandi hotel berbintang. Sehingga, berlama-lama di sana pun siswa akan betah.

Shalsa membuka pintu kamar mandi dan berjalan keluar. Situasi sedang sepi, karena semuanya sedang berkumpul di lapangan. Menonton pertandingan selanjutnya.

"Hai..."

Suara itu reflek membuat Shalsa menoleh. Tubuhnya terkesiap melihat siapa yang menyapanya. Laki-laki itu berjalan mendekat. Pandangan mereka terus bersitatap dengan degup jantung Shalsa yang berubah cepat.

Hampir satu bulan mereka tidak saling bertemu. Seakan, masalah di studi wisata beberapa minggu lalu tidak pernah terjadi dan sudah terlupakan.

"Punya lo." Kevin mengangsurkan kaos putih milik Shalsa yang segera diterima gadis itu.

"Punya lo masih di rumah." Respon Shalsa singkat, matanya berlarian kesana-kemari menghindari rasa canggung saat menatap lawan bicaranya.

Kevin mengangguk tidak mempermasalahkan. "Gue Kevin. Lo?"

Mulut Shalsa tiba-tiba kaku. Sulit bergerak menyerukan nama. Tangannya mencengkeram kuat kaos putih yang baru ia dapatkan. Menghela pelan, lalu menoleh memberanikan diri guna menatap netra hitam itu-lagi.

"Shalsa?" Masih akan membuka suara, Kevin memilih satu nama setelah melirik name tag di seragamnya.

Shalsa mengangguk cepat.

Sudah kan?

Dia bisa pergi sekarang?

Merasa tidak ada yang butuh diobrolkan lagi, Shalsa segera beranjak melewati Kevin. Semakin jauh tanpa membalik pandangan sedikitpun, meski ia tahu, mata kelam milik pria tersebut masih meniti punggungnya hingga menghilang di percabangan lorong.

REFLECTION Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang