08 | • Titik Terang

16 2 1
                                    

🌻🌻🌻

Setelah kegiatan akhir semester, SMA Garuda disibukkan oleh pekan persiapan olimpiade. Bagi kelas XI, sekarang adalah kesempatan terakhir untuk tergabung dalam tim, karena setelah kenaikan kelas, mereka sudah harus fokus dengan ujian nasional.

Kevin berjalan menuju ruang seleksi. Teman sekelas dan siswa yang ikut serta berada beberapa langkah di depannya.

"Lo belajar, Vin?"

Kevin hanya mengangguk sekilas. Kemudian menyapu pandang ke sekitar sebelum benar-benar masuk ruangan, dari lorong seberang terlihat Shalsa sedang berjalan cepat. Gadis itu tampak terburu-buru. Namun, langkahnya seketika memelan saat pasangan mata tersebut bersirobok dengan netra miliknya.

Shalsa tidak tahu harus berbuat apa. Yang terlintas di pikirannya hanya sekedar berlalu. Sehingga, saat pria itu mengangguk singkat, yang Shalsa lakukan adalah merespon dengan hal serupa, reflek juga menarik sudut-sudut bibir dengan kaku, membuat pria tersebut ikut melukis lengkungan tipis dari praupan tampan tersebut.

Astaga, Shalsa baru saja mengakui sesuatu yang tidak seharusnya ia akui.

🌻

Pada jam pelajaran terakhir, beberapa OSIS memasuki kelas. Mereka memberi pengumuman, bahwa laporan study tour kemarin, dikumpulkan terakhir minggu depan. Dengan tim kelompok yang sudah ditentukan.

Harapannya, supaya laporan yang dibuat lebih optimal. Siswa bisa berdiskusi dengan baik dan mengembangkan hasil yang didapat satu sama lain.

Tim dari kelas XI IPA 2 akan bergabung dengan tim dari kelas XI IPA 1. Struktur kelompok, dibagikan dalam selebaran putih yang ditempel di mading kelas.

Kelompok 5 XI IPA 1 :
- Erlando Kevin Abimanyu
- Giandra Rama Yamadipati
Bergabung dengan Kelompok 3 XI IPA 2 :
- Andyra Violet Deswarani
- Shalsabilla Renata Abyasa
- Vellensia Myesha Prahasta

Shalsa terdiam sejenak, memorinya mencoba mengingat.

"Erlando Kevin itu, nama panjangnya Kevin?" Tanya Shalsa pada kedua sahabatnya.

Andyra mengangguk. "Kayaknya sih iya. Temen sekelompoknya, nama sepupu gue."

Seketika Shalsa melemas dalam duduknya. Ingin menjauh untuk menghindari konfrontasi masalah lebih serius, kenapa dalam setiap kesempatan malah dipertemukan lagi?!

"Ini waktu yang tepat buat lo ngomong empat mata sama dia. Sampai kapan lo main rahasia-rahasiaan? Dia berhak tau, Sa. Selain lo yang kalang kabut mikirin masa depan kayak gini, dia juga harus ngerasain gimana repot dan menderitanya lo." Vellen berucap.

"Kalo dia masa bodoh dan nggak mau tanggung jawab?"

"Seenggaknya lo punya poin tambahan buat nimbang keputusan. He's a red flag." Andyra sepertinya setuju dengan ide yang diutarakan Vellen.

Shalsa menghembuskan napas panjang, ketika dihadapkan pada dua pilihan hidupnya sekarang, rasanya kepala yang ia punya akan pecah saat itu juga.

"Gue chat Gio dulu, pulang sekolah kita kerja kelompok."

"Nggak harus hari ini juga kali, Ndyr." Shalsa merasa belum siap mengatakan semuanya pada Kevin.

Andyra menggeleng, tidak sependapat. "Lebih cepat, lebih baik."

Andyra :
Lo sekelompok sama gue, kan? Pulang sekolah kerkel di rumah lo.

Sekitar lima belas menit kemudian, pesan yang dikirim Andyra baru mendapat balasan.

REFLECTION Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang