12 | • Pilihan Hati

15 1 0
                                    

🌻🌻🌻

Shalsa menatap kepadatan kendaraan di bawah sana dari jendela kaca gedung bertingkat. Dirinya sekarang berada di lantai tiga mall—tempat food court tersedia—sedang menunggu makanan yang di pesan Kevin. Dia tidak tahu harus makan apa. Rasanya, semua makanan sama. Masuk ke mulut lalu dimetabolisme sebentar, sebelum akhirnya keluar karena sang raja agung menolak hasil nutrisinya.

Pikiran Shalsa mengambang. Kembali teringat perkataan Dokter Runa. Dia bisa menjaga janinnya, kan? Dia berjanji akan mengatur pola makannya, dia juga berjanji akan me-manage kegiatannya, serta berusaha mengolah pikiran dan waktu istirahat. Meski dia tahu, berpikir positif adalah hal yang paling sulit di dunia untuk ia lakukan sekarang. Bagaimana tidak.... meskipun Kevin bersedia bertanggung jawab, tetapi dia belum mengatakan apapun kepada kedua orang tua. Membayangkan betapa kecewanya mereka saja sudah membuat Shalsa kembali berpikir keras dan memutar otak mencari solusi.

"Sa..."

Shalsa tersadar dari lamunan. Kevin duduk di depan memerhatikan. Pasti masih jelas raut serius yang biasa terpasang ketika ia sedang menata rencana.

Gadis itu tersenyum. "Lo pesen apa?"

"Gurame bakar, sama udang saus tiram."

Shalsa mengangguk. Terdengar cukup menggugah selera.

"Mikirin apa?"

Shalsa menatap Kevin, menimbang perlu tidak dia menceritakan segala kerumitan dalam pikiran. "Nggak ada," jawab Shalsa akhirnya.

Kevin tahu Shalsa berbohong.

"Lo nggak perlu khawatir ada yang lain selain lo. Gue nggak pernah nyentuh cewek di luar batas. Kecuali lo. Itu pun nggak ada niatan sama sekali. Jadi, kita sama-sama korban."

Shalsa mengerjap mendengar narasi tersebut. Sedikit bingung karena ucapan Kevin begitu tiba-tiba.

"Gue mau tanggung jawab, bukan serta merta karena tahu itu resiko pergaulan gue. Gue cuma takut sama karma, dan kalo gue jadi janin itu, gue juga bakal nuntut tetep dilahirin, dia punya hak buat hidup."

"Wih... nggak heran lo jadi anak olimp. Positif vibe banget." Shalsa mulai paham kemana arah pembicaraan.

"Gue bilang gitu, biar pikiran lo gak ngelantur ke mana-mana."

Shalsa terkekeh, meskipun bukan hal itu poin yang ada di otaknya, tetapi Shalsa salut dengan perhatian Kevin. "Makasih, Vin."

🌻

Shalsa semakin takjub. Tidak hanya aroma Kevin saja yang dapat mengurangi rasa mual atas bau lain, tetapi makanan yang dipilih Kevin juga bisa dia makan dengan nikmat tanpa hambatan. Sedikitpun tidak ada reaksi penolakan dari tubuhnya. Benar-benar... bukankah ikatan paling kuat itu antara ibu dan anak?

Karena Shalsa mampu makan dengan lahap tanpa mengeluh, Kevin memberikan sebagian porsinya kepada gadis itu. Shalsa menerima dengan senang hati dan menghabiskan keseluruhan tanpa sisa.

"Kok lo tau gue nggak bakal mual sama makanan tadi?" Tanya Shalsa setelah mereka bergerak meninggalkan mall.

Kevin mengendikan bahu. "Gue cuma pilih makanan yang gue mau."

"Besok besok kalau mau makan apa gitu, bawain juga ya, Vin.."

Kevin menoleh ke arah Shalsa yang sedang menatapnya penuh binar asing, namun entah kenapa, Kevin suka. "Hmm."

🌻

Mereka sampai di depan rumah Kevin untuk mengambil parfum sebelum kembali ke rumah Shalsa. Saat parkir di carport, area itu tidak hanya dihuni satu mobil sport, tetapi beberapa ninja dan jenis lainnya yang serupa.

Kevin tampak heran. Sayangnya sebelum bisa mengatasi kemungkinan bahwa sahabat-sahabatnya datang tanpa diundang, Shalsa sudah keluar dan berdiri santai siap menuju depan pintu rumahnya.

"Wih... beneran anjir. Kevin pulang bawa pacar woi!"

Mereka seketika berhambur keluar saat mendapati keberadaan Shalsa. Gadis itu tentu saja terkejut. Tidak menyangka teman-teman Kevin berada di sana.

"Hai cantik, ketemu lagi kita." Angel mendekat ke arahnya. Saat akan merangkul, Kevin menarik Shalsa untuk menjauh dari gadis tersebut.

"Apa sih Vin, posesif banget sama yang ini. Biasanya juga boleh-boleh aja kita recokin. Seistimewa itu ya, dia?"

Kevin enggan menjawab, pria itu memilih maju beberapa langkah ke arah teman laki-lakinya yang lain.

"Ngapain lo pada ke sini?"

"Angel bilang, lo kencan sama cewek spek dewi. Polos-polos gemes. Ya... kita nggak percaya dong. Lo kan bukan tipe cowok yang suka ngerusak anak orang. Jadi, kesinilah kita, sekalian taruhan tipis-tipis biar seru. Eh ternyata bener." Salah satu laki-laki yang tidak dikenal Shalsa berucap. Tangannya menggandeng seorang perempuan yang ia rasa merupakan kekasih laki-laki tersebut.

"Sejak kapan lo deket sama dia?" Brian ikut bertanya.

"Pas kerkel lo udah sama dia?" Kini giliran Gio yang membeo.

"Halahh... kayak apa aja dah, Kevin cuma dapet gebetan baru bukan dapet anjing kepala babi. B aja kali. Cabut! Balapan mau mulai nih." Aldo mengganti topik pembicaraan. Sebanyak sepuluh remaja laki-laki perempuan itu seketika riuh reda mengingat agenda yang sepertinya sangat penting tersebut.

Mereka pun membubarkan diri dari rumah Kevin. Melewati Shalsa dengan pandangan tertarik secara terang-terangan.

"Lo punya utang penjelasan sama kita." Aldo mengingatkan.

"Bukannya apa-apa, kita tau Shalsa bersih. Dan cara main kita nggak brengsek-brengsek banget sampek harus ngelibatin dia. Banyak cewek lain di luaran sana yang bisa jadi pilihan." Gio mengingatkan. Ada guratan was-was terselip dalam ekspresi tenangnya.

Karena tentu saja, seperti perjanjian tidak tertulis. Saat mendekati perempuan hanya untuk mengisi waktu luang, aturannya hanya ada dua: tidak boleh melewati batas dan tidak boleh menargetkan cewek rumahan.

Shalsa masih mematung memperhatikan aktivitas yang sedang berlangsung. Perempuan yang tadi digandeng cowok tak dikenal kini mendekat ke arahnya. "Gue Bella. Nama lo?"

"Shalsa..."

"Ikut yuk... liat Kevin balap motor."

Shalsa mengerjab. Tawaran yang cukup menggiurkan. Saat akan izin ke arah Kevin, Angel berteriak nyaring.

"Vin, pacar lo gue bawa ke Field ya. Lo ikut kan?"

Kevin yang sedang berbicara pada sahabat-sahabatnya segera menoleh mendengar teriakan tersebut.

"Gue nggak ikut."

"Kenapa? Biasanya, 'kan lo nggak mau kalah. Takut ketahuan kalau cewek pit lo banyak ya?"

Sebuah mobil sudah siap melaju dengan deru mesin khas. Cewek di balik kemudi menurunkan kaca jendela. "Cepet lah masuk."

Shalsa seketika di tarik oleh kedua gadis tersebut. Dua lawan satu, jelas Shalsa kalah. Toh, gadis itu juga tidak seratus persen berontak, karena rasa penasarannya atas pergaulan Kevin yang diakui laki-laki itu mempunyai risiko tinggi sangat besar.

Kevin yang melihat hal tersebut hanya berdecak. Kemudian segera beranjak mengeluarkan motor kebanggaannya dari garasi.

Ketiga temannya cukup takjub dengan respon sang sahabat.

"Jangan bilang Kevin beneran suka sama Shalsa?" Brian terkekeh melihat sahabatnya sudah hilang meninggalkan mereka bertiga begitu saja.

"Kapan dia mulai tertarik? Perasaan gak begitu saling kenal."

"Gokil banget temen gue. Diem-diem cabe rawit dia," ucap Aldo menyeringai.

31/03/24

REFLECTION Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang