04 | • Insiden

32 2 0
                                    

🌻🌻🌻

Shalsa terjaga dari tidurnya karena hawa dingin menusuk kulit secara pekat. Dia sempat merasa disorientasi selama beberapa menit, sebelum matanya menyipit melihat langit-langit yang berbeda dari kamar inapnya bersama Vellen dan Andyra.

"Gue dimana?" Perasaan takut mulai menyergap. Detak jantungnya seketika bertalu, hingga membuat dadanya nyeri.

Shalsa menoleh ke samping, mendapati seseorang yang lagi-lagi tidak asing dalam penglihatannya. Namun situasi kali ini berbeda. Berhasil membuatnya nyaris menjerit dan ingin menangis.

Shalsa segera mendudukkan diri. Mencermati keadaan yang tengah terjadi. Ia terhenyak ketika menyadari sesuatu. Sedikit ingatan didapat setelah memeras otak untuk mencari memori yang tercecer.

Dia mabuk? Bagaimana bisa berakhir seperti ini?

Tanpa bisa ditahan, isakan lirih lolos dari mulutnya. Padahal susah payah ia menggigit bibir bagian bawah keras-keras, mencoba mengurangi kekalutan. Tangannya bergetar menggapai ponsel di bawah ranjang.

Ada lebih dari 50 pesan belum terbaca dan 267 panggilan tak terjawab. Tentu saja dari para sahabat dan temannya yang pasti sedang cemas.

Dia tidak ingat bagaimana bisa sampai di hotel ini. Hotel yang berbeda dengan penginapan studi wisata sekolahnya.

🌻

Shalsa berusaha menenangkan diri setelah sepuluh menit menangis di pinggir jalan. Hari masih gelap. Kendaraan jarang berlalu-lalang. Situasi yang mendukung untuk meraung dan terisak hebat.

"Halo Sa? Lo di mana, sih? Ditelepon gak diangkat-angkat. Katanya mau ngabarin."

Shalsa mengatur napas, sebelum menjawab dengan nada yang tertahan. "Sorry Vel, gue nginep di rumah Ghea. Kemarin kemaleman buat pulang hotel. Takut ketahuan guru, nanti malah susah."

"Yaudah, cepet balik sebelum absen pagi. Kalo lo gak ada, bisa berabe. Gue cariin jalan masuk."

"Thanks, Vel."

Selanjutnya, Shalsa menelepon Ghea.

"Sa! Wah, gila nih anak. Kemana lo? Senam jantung gue nunggu kabar. Main ilang aja."

"Sorry, pasti lo nyariin gue ya?"

"Nggak cuma nyariin, nih... gue tidur dalem club buat nunggu lo. Takut-takut elo nya masih di sini."

"Gue udah pulang duluan. Peraturan sekolah gue ada jam malamnya."

"Kabarin kek. Atau seenggaknya bales chat gue. Gue khawatir tau. Takut lo kenapa-napa. Gue udah mikir aneh-aneh gara-gara minuman gue habis. Gue kira lo minum trus mabuk. Trus.... gitu deh. Untung kalau lo nggak kenapa-napa."

Shalsa menghela napas berat. "Sorry ya Ghe, sekali lagi."

"Iya gapapa. Yaudah kalo gitu, gue mau pulang. Siap-siap seminar. Nanti gue telepon lagi Sa."

"Hmmm. Bye."

🌻🌻🌻

Gio kembali menelepon Kevin entah untuk keberapa kali. Aldo mulai bangun dari tidur singkat yang sangat tidak nyaman. Ketiganya belum pulang ke penginapan. Memilih bermalam di depan gedung club untuk menunggu sahabatnya keluar.

"Belum diangkat?" Tanya Aldo sembari mengucek mata.

Gio menggeleng lesu. Dia lelah. Matanya sangat berat karena belum terpejam.

"Apa jangan-jangan dia udah sampai hotel? Nggak mungkin juga kan dia nginep di sini?"

"Tahu sendiri semalem kita gak nemuin dia keluar."

REFLECTION Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang