17 | • Meragu

14 1 0
                                    

🌻🌻🌻

Saat Kevin menemuinya di depan toilet, mengangsurkan minuman, memberikan sapu tangan, menanyakan keadaannya, Shalsa sangat senang. Hanya saja, dia terlalu terkejut karena tidak berpikir sedikitpun akan mendapat perhatian semacam itu dari Kevin setelah satu minggu mereka nihil interaksi, sehingga ia tidak sempat mengekspresikan kegembiraannya.

Dan karena terlalu gugup untuk memulai percakapan, Shalsa memilih diam. Saat situasi terasa canggung, Shalsa pun undur diri. Harapannya, Kevin akan memanggilnya untuk kembali dan mereka berbicara, menyelesaikan masalah mereka. Namun ternyata, tidak.

Pikiran Shalsa tidak berhenti berasumsi. Menerka; apa, mengapa, dan bagaimana keadaan yang sedang berlangsung antar mereka. Dan kemungkinan paling realistis, mungkin Kevin hanya laki-laki baik, dia sekedar membantu karena tidak nyaman melihat keadaannya.

Pikiran itu bertambah kuat saat Shalsa mendapati Kevin dekat dengan perempuan lain. Sepertinya, dia pacar Kevin. Mungkin pernyataan Kevin dulu hanya untuk menenangkan dirinya, dan sekedar tuntutan tanggung jawab. Dada Shalsa nyeri. Perasaan sedih mendominasi. Sedih karena dia menjadi pihak yang berpotensi merusak hubungan orang. Sedangkan Shalsa tidak mau.

"Ndyr, bisa antar gue periksa? Perut gue sakit. Tapi gue bingung mau minta bantuan ke siapa. Nggak mungkin sama Pak Tino, kan... nanti malah dicepuin ke Mama-Papa. Gue belum siap." Ada isakan kecil di tengah panggilan tersebut.

"Kenapa Sa? Kok nangis? Lo dimana?"

"Masih di sekolah."

"Oke. Gue otw. Tenang ya. Jangan nagis, gue panik anjir."

"Makasih, Ndyr."

🌻🌻🌻

Sekitar dua puluh anak laki-laki kini berkumpul di warung kecil depan SMA Garuda. Tidak tepat, melainkan sedikit masuk gang kurang dari seratus meter. Banyak dari mereka membawa pasangan yang memang biasa ikut ke basecamp.

Kevin baru datang, memilih tidak turun dari kendaraan, membiarkan teman-temannya yang lain mendekat untuk menyapa.

"Udah nih? Langsung berangkat?" Tanya Edgar.

"Langsung aja dah. Yang baru dateng suruh bungkus. Makan di basecamp." Aldo menjawab.

"Oke. Siapa yang pesen makan? Sini, gue catet." Bayu, laki-laki dengan seragam yang sama seperti Edgar berkeliling menulis pesanan. Mereka berdua adalah siswa SMA Pancasila. Tetangga sekolah yang jaraknya tidak jauh sekitar lima ratus ke arah barat kota.

Tujuan mereka berkumpul di sini sebenarnya adalah makan siang. Karena di basecamp tidak ada makanan. Atau beli camilan sebagai teman nongkrong di sana. Selain murah, makanan di sini juga enak. Maklum, meskipun nama warungnya menggunakan kata ganti ibu, sebenarnya si pemilik sudah cukup tua di antara usia enam puluhan. Orang-orang dulu pasti jago masak.

"Kevinnn!!!" Suara nyaring itu terdengar membelah kerumunan, bersama raga semampai yang mulai terlihat di depan mata sang empu nama.

Tanpa izin, dan tanpa aba-aba gadis itu segera memeluk lengan Kevin.

"Gue denger lo punya pacar? Nggak, kan? Lo cuma boleh sama gue, Kevin." Gadis itu mengadu. Menyiratkan ketidaksukaannya atas gosip atau malah informasi aktual yang ia dapatkan.

Sedangkan yang lain, tidak begitu peduli. Cukup sangat terbiasa dengan pemandangan seperti itu. Apalagi oleh sosok Anggi yang terkenal menggilai Kevin setengah mati.

"Pesenennya udah semua woi, ayo cabut!" Bayu berteriak sembari mengangkat tentengan dua kresek hitam di masing-masing tangan.

Semua mulai mendekat ke arah motornya masing-masing. Menstater dan berlalu menuju tujuan.

REFLECTION Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang