Sesuai perintah dari Byan, Arin menghubungi keluarganya menggunakan ponsel lelaki itu.
"Ya Allah, Nduk. Ibuk sampai nggak bisa tidur dari tadi malem nungguin kabar kamu. Temen kamu bilang kepisah sama kamu di jalan. Ibuk udah nggak bisa mikir apa-apa lagi selain kamu," Maya menangis begitu mendengar suara Arin.
"Maaf, Buk. Kemarin kita di sini langsung sibuk nolongin korban. Sampai nggak inget ngabarin kalian."
"Yo wes Rin, nggak opo. Yang penting kamu di situ jaga kesehatan dan keselamatan. Inget, jangan ngerjain yang berat-berat sama yang bahaya. Kamu ini perempuan. Pokoknya kamu harus terus kabarin Ibuk."
"Nggih, Buk. Kalian di situ juga sehat-sehat terus ya. Doain semoga keadaan di sini lekas membaik biar kita bisa segera pulang."
Arin menutup telfonnya setelah berbicara dengan semua anggota keluarganya. Benar kata Byan, mereka sangat cemas menanti kabar langsung darinya.
"Udah ngomongnya sama Ibuk?" Byan yang sedari tadi menunggui tak jauh dari tempat Arin berdiri, menghampiri Arin.
"Udah. Makasih, Dok."
Byan mendesah. "Udah berapa kali kubilang, jangan panggil aku dokter. Batu banget!"
"Mobil yang mau bawa kita udah siap, kan?" Arin mengalihkan pembicaraan mereka. Ia berjalan mendahului Byan menuju mobil pick up yang akan membawa mereka.
Byan tak mendebat lagi, hanya mengambil nafas lelah dengan sikap keras kepala Arin. Disusulnya Arin yang tengah membantu menaikkan beberapa dus besar berisi logistik. Setelah semua barang naik, giliran para relawan dan tim kesehatan yang naik ke mobil lainnya. Menurut informasi, jalan menuju posko yang dituju belum sepenuhnya bisa dilalui kendaraan. Namun para relawan dan aparat berhasil menyingkirkan reruntuhan di jalan utama sejauh 500 meter, sehingga mereka hanya perlu meneruskan berjalan kaki setengah kilo lagi.
Kebutuhan logistik kali ini dipacking menggunakan dus besar, sehingga tidak memungkinkan untuk Arin bisa membantu membawanya menuju posko. Dus-dus besar itu diangkut menggunakan tali dan tongkat oleh para relawan, warga dan aparat negara.
"Jalannya hati-hati," peringat Byan pada Arin yang mulai menapaki reruntuhan bangunan.
Arin tak menjawab, hanya saja dirinya merasa tak nyaman. Sedari turun mobil tadi, dia sudah berusaha menjauh dari Byan. Sewaktu rombongan mulai berjalan pun Arin memilih berjalan terlebih dahulu sehingga jarak antara mereka cukup jauh. Namun ketenangannya segera sirna karena baru sepuluh menit berjalan, Byan sudah berhasil jalan tepat di belakangnya.
"Toloonnggg!!!"
Seketika Arin berhenti, membuat beberapa orang dibelakangnya ikut berhenti dan mulai bertanya.
"Barusan ada suara minta tolong, coba dengerin!"
Kompak mereka semua memasang telinga baik-baik. Dan ketika suara itu terdengar lagi mereka tersentak dan berusaha mencari sumber suara. Seorang relawan berteriak minta korban untuk terus bersuara supaya mereka tahu lokasinya. Tiba-tiba saja suara minta tolong itu tak hanya dari satu orang, tapi beberapa orang sekaligus. Tim segera meletakkan dus-dus itu ke sembarang tempat dan mulai berpencar.
KAMU SEDANG MEMBACA
A L O N E
General FictionKenangan itu terus mengalun mengiringi setiap langkahnya, seolah tak menginginkan dirinya lupa barang sedikit pun. Kenangan yang terus menggerogoti hidupnya Abadi Arinta Puspita-single now