Dani menerima tantangan Arin dengan hati berdebar. Ingat betul bagaimana kekehnya Arin dulu, yang bertekad tak akan jatuh cinta lagi setelah kematian Rafi. Dani ingat, bagaimana Ditya butuh waktu yang cukup, bahkan bisa dibilang sangat lama untuk bisa membuat Arin jatuh cinta padanya. Kini saingan Dani tinggal dua, yang mana merupakan saingan terberatnya. Dani jadi ragu ia bisa membuat hati Arin luluh padanya."Masa gitu doang kamu melempem? Padahal kemarin pedenya nggak kira-kira," ledek Mirna pada Dani.
Ia bersama suaminya datang tepat di saat Arin kembali menanyakan keseriusan Dani. Mereka berdua sengaja menguping pembicaraan Arin dan Dani. Bahkan keduanya bersorak tanpa suara mendengar jawaban Arin.
"Masalahnya saingan aku kali ini nggak main-main, Teh. Mas Ditya sama Mas Rafi," Dani memijat keningnya.
"Rafi membuat Arin jatuh cinta karena kebaikannya. Ditya karena kesabarannya dalam menanti Arin. Kamu mungkin bisa bikin Arin jatuh cinta dengan sikap tengil kamu itu, Dan," Mirna tertawa keras di akhir katanya hingga membuat beberapa penunggu pasien dan perawat menoleh ke arah mereka. Mereka tengah berada di luar ruang rawat Arin, karena Hendra meminta waktu untuk bicara berdua dengan Arin.
"Jangan nyerah, Teteh yakin kamu bisa bikin Arin cinta sama kamu, sebesar rasa cintanya untuk Ditya dan Rafi. Pesan Teteh, tolong jaga Arin. Cintai dia, dan terima segala kekurangannya. Dia istrinya adik Teteh yang sangat berarti. Kami semua sayang sama Arin. Dan Teteh nggak akan rela melepas Arin pada orang lain selain kamu, karena Teteh percaya sama kamu," Mirna mengatakannya sambil menangis.
Dani mengusap bahu kakak iparnya. "Aku akan berusaha semampunya menjaga kepercayaan dari kalian. Terima kasih atas dukungannya, Teh."
Mirna mengangguk. Tersenyum bahagia dalam tangisnya.
<><><>
"Mas mau ngomong apa?" Arin menanyakan alasan Hendra yang meminta Mirna dan Dani untuk keluar dari kamar rawatnya.
Setelah menarik napas dan menghembuskannya, Hendra berkata.
"Sehari sebelum keberangkatan Ditya ke Wonosobo untuk nyusul kamu, kami dari Lembang datang ke rumah kalian. Waktu itu Ditya mengatakan sesuatu ke Mas sama Tetehmu."
-flashback on-
"Kamu jadi nyusulin Arin ke Wonosobo? Bukannya Arin udah bilang bentar lagi mau pulang?" Mirna memastikan rencana sang adik.
Ditya mengangguk semangat. "Ini ide aku sama anak-anak, Teh. Kita mau bikin kejutan buat Arin sama keluarga di Wonosobo. Makanya kita nggak bilang apa-apa. Teteh juga jangan kabarin ke mereka dulu."
Mirna hanya mengiyakan saja ide adiknya itu, sebab sulit untuk melarang Ditya menemui Arin. Mirna mengenal Ditya dengan baik, dan ia tahu betul adiknya itu terlalu bucin pada istrinya. Tak bertemu sebentar saja sudah membuat Ditya uring-uringan tak jelas. Bersama Arin, Ditya seperti kembali muda di mana ia terus-menerus merasa kasmaran setiap hari.
Obrolan mereka berlanjut tentang pekerjaan hingga menyerempet soal adik-adik Hendra. Salah satunya ialah Dani. Ditya kembali mengungkit soal perasaan Dani terhadap Arin. Hal itu cukup membuat Hendra kaget, karena ia tak pernah tahu menahu.
"Kamu tenang aja, nanti Mas bilangin ke Dani biar nggak ngusik Arin," Hendra berusaha menenangkan Ditya.
"Nggak perlu, Mas. Menurut aku Dani orangnya jantan. Dia berhenti ngejar Arin waktu tahu aku berencana nikahin Arin. Sampai detik ini aku nggak pernah merasa terancam sama Dani karena memang dia nggak pernah mengusik kami. Tapi ... aku salut, sih, sama dia. Untuk ukuran cowok kayak Dani, dia bisa dapetin cewek yang seumuran bahkan lebih muda, masih gadis dan sebagainya. Tapi Dani justru suka sama Arin tanpa syarat. Seandainya aku walinya Arin, aku pasti nggak akan ragu serahin Arin sama Dani. Karena aku yakin, Dani akan berusaha keras untuk membuat Arin bahagia," Ditya berpendapat panjang lebar.
KAMU SEDANG MEMBACA
A L O N E
Fiksi UmumKenangan itu terus mengalun mengiringi setiap langkahnya, seolah tak menginginkan dirinya lupa barang sedikit pun. Kenangan yang terus menggerogoti hidupnya Abadi Arinta Puspita-single now