HolaaaaKetemu lagi sama pasangan ArinDa. Pada bosen belum sama cerita mereka? Part ini masih dipenuhi uwu-uwuan ala Bunda dan Pak Dosen. Jadi buat kalian yang jelas-jelas fobia, mending gausah cari penyakit.
.
.
.
Hari-hari Arin terasa begitu sibuk, mengurus si kembar yang telah berusia 15 bulan. Mereka yang sudah berjalan sejak usia 11 dan 13 bulan kini tengah dalam masa aktif-aktifnya. Penasaran dengan segala hal dan membanting apa saja yang dipegangnya. Arin dan Dani harus menyingkirkan segala pernak-pernik yang dapat dijangkau oleh si kecil. Meja kaca yang menjadi pasangan sofa diungsikan ke gudang sementara, karena baby boy senang sekali memanjatnya. Sedang baby girl lebih suka masuk ke kolong meja yang super sempit, mengakibatkan jidatnya sering menjadi korban antukan.
Meski cukup kewalahan, namun Arin tak pernah mengeluh. Dia sangat menikmati masa merawat kedua anak kembarnya. Ditambah sang suami yang turut berpartisipasi. Walau telah mempekerjakan seorang baby sitter dan asisten rumah tangga untuk membantu Arin, Dani tak sungkan untuk turun tangan mengurus si kembar serta mengurus rumah. Hari minggu seperti hari ini adalah jadwal di mana ART dan baby sitter libur, di saat seperti inilah Dani lebih sering terlibat dalam segala urusan.
Praangg!!!
"Huaaa...."
Arin yang tengah menjemur pakaian di lantai atas segera berlari cepat menuruni tangga begitu mendengar suara benda pecah dan tangisan anak perempuannya.
"Rindy kenapa?" tanya Arin saat ia sampai di ruang keluarga. Tampak sang suami tengah menggendong Arindy di tangan kanan sedang Dafi di tangan kirinya.
"Stop, jangan mendekat!" pekik Dani. "Banyak pecahan kacanya."
Arin sontak menghentikan langkahnya yang bertelanjang kaki. Matanya menangkap sebuah hiasan kerang dalam kotak kaca yang harusnya terpajang di nakas kini tergeletak di lantai dengan kacanya pecah bertebaran.
"Ini, si Rindy sama Dafi rebutan boneka, tarik-tarikan sampai bonekanya mental ke nakas. Ya begitulah, hiasannya jatuh pecah, Rindy kaget jadinya nangis," Dani menjelaskan duduk perkaranya.
Arin mengangguk paham. Tubuhnya berbalik menuju dapur untuk mengambil sapu dan pengki serta selembar plastik bening tebal. Tak lupa Arin memakai sandal rumah terlebih dahulu, lalu dengan hati-hati tangannya mulai memunguti pecahan besar dan dimasukkannya ke dalam plastik transparan agar petugas yang mengambil sampah dapat mengenalinya.
"Biar aku aja yang beresin, kamu tunggu di kamar sama anak-anak," Dani mencegah Arin melanjutkan pekerjaaannya. Ia berbalik menuju kamar bermain anak-anak yang juga menjadi tempat tidur mereka kala siang.
Arin patuh, setelah mencuci tangannya ia segera menyusul suami dan anak-anaknya. Sampai di kamar ia segera membaringkan tubuhnya di antara kedua anaknya, mereka mulai rewel minta ASI. Dani mencium pipi kedua anaknya serta bibir Arin sebelum keluar dari kamar untuk melanjutkan pekerjaan Arin.
"Rindy, Dafi, kalian nggak boleh rebut-rebutan lagi, ya? Mainnya gantian, kalau Dafi udah lama mainnya dikasih ke saudaranya biar bisa ikutan main. Untung aja kalian nggak kenapa-napa. Lain kali nggak boleh kayak gitu lagi, ya? Sama saudara harus akur, nggak boleh berantem."
KAMU SEDANG MEMBACA
A L O N E
General FictionKenangan itu terus mengalun mengiringi setiap langkahnya, seolah tak menginginkan dirinya lupa barang sedikit pun. Kenangan yang terus menggerogoti hidupnya Abadi Arinta Puspita-single now