20📱

61 12 0
                                    

20

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

20. Taman



Pintu mobil terbuka sesaat berhenti tepat didepan pagar rumah menjulang itu. Sosok Yara turun selagi melempar senyum.

"Makasih ya, pak." Ucapnya selagi membenarkan tali tas slindbag dibahunya.

Pak supir yang biasa mengantar pergi dirinya itu balas tersenyum. "Non Yara gak mau ditungguin?"

Yara menggeleng. "Main bakal lama Yara tuh. lagian kan, pak Hendry mau jemput Dwi juga."

"Yaudah, kalo begitu bapak duluan ya non." Pamit pak Hendry sesaat setelah mendapat respon anggukan, mobil mulai melaju kembali.

Yara berbalik, memindahkan pegangan Paperbag pada tangan kiri, tangan kanan yang kosong terjulur menekan bell rumah Loly.

Ting dong!

Rumah Loly tidak seperti rumahnya yang mengandalkan sang satpam untuk membuka pagar. Terlihat seperti, siapa saja yang rela dan berbaik hati untuk menyambut sang tamu karna dirumah sahabatnya ini selalu ramai oleh sanak saudara. Hanya sekali tekan bell, terdengar langkah kaki menghampiri dan membuka pagar dengan buru-buru.

"Eh, Neng Yara."

Yara tersenyum lebar. "Siang mba haya!" Pekik yara membuat sang asisten rumah sahabatnya balas merespon dengan senyuman tak kalah lebar.

"Mau main pasti, hayu masuk." Ajak mba haya selagi menarik Yara lembut.

"Pou ada mba?" Yara menepuk mulut, lalu cengengesan selagi meralat. "Loly maksudnya."

Terkekeh. "Ada dikamar, kan neng Loly lagi gak enak badan." Papar mba haya.

Keduanya lantas berjalan beriringan tak lupa setelah menyempatkan kembali menutup pintu pagar.

Masuk kedalam rumah, Yara mengernyit dengan suasana sepi.

"Tumben sepi mba, Mamih kemana?"

"Pada dibelakang lagi bakar-bakaran."

"Astagfirullah, bakar apa mba??" Pekik Yara syok.

"Bakar kandang ayam." Jawab mba Haya dengan wajah lempeng.

Yara tergelak. "Seru dong, napa gak sekalian bakar rumah."

"Yakali." Delik mba haya membuang muka. "Tapi iya juga ya." Lalu ikut tergelak, sampai tak sadar tangannya bergerak sendiri menampol bahu Yara hingga terhuyung.

Yara melotot lalu mendelik saat tawa mba Haya terus mengalun. "Udah ah, Yara mau kekamar Pou aja."

"Gak mau mampir kebelakang dulu?" Tanya mba Haya membuat langkah Yara terhenti.

"Mau ngapain?Nonton kandang ayam yang lagi dibakar" Yara memicingkan tatapan.

Mba Haya meringis. "Segitunya percaya neng Yara."

Chit-Chat Boy! (NEW VERSION)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang