8. Teater Improvisasi

13 7 0
                                    

Aku benar-benar tidak menyadarinya, kaki kita berada di garis yang sama.

Kita ada di atas panggung yang sama, tapi dengan perspektif yang berbeda. Bahkan ada yang sama sekali tidak menganggapnya panggung.

Ini lebih seperti kandang, meskinya tidak terlihat terkekang.

Tapi kalian mau menemaniku. Sama sepertiku, mau menemani kalian. Kita memiliki pandangan sendiri.

Tergantung dari bagian mana kalian melihatnya.

Tali ini memiliki simpul, namun tidak mengikat. Kalian bisa saja pergi.

Kalian bahkan rela beradu peran. Sangat nyata, berharap kalian tidak berbohong.

Melambungkan bola, menyalakan musik dengan keras, Tertawa bersama dan mengisi waktu luang sepulang sekolah.

Kita melakukan itu tanpa arahan, tanpa skenario ataupun tanpa sutradara.

Kitalah sutradaranya.

Kit yang mengatur jalannya cerita. Kita penulis skenarionya.

Kita mengkolaborasikan skenario hidup kita saling bersilang dan berjumpa.

Kita tidak perlu takut mengulang adegan. Jika melakukan kesalahan kita akan tertawa atau menyelesaikannya bersama.

Jika ada adegan perkelahian, maka dilakukan dengan sungguhan. Kita bahkan tidak tahu bagaimana kelanjutannya.

Kita menulisnya sembari memerankannya.

Transisi demi transisi dilalui, time skip, prolog, point of view, angle dan lainnya bisa kita ciptakan.

Bahkan kita tidak perlu premis atau sinopsis.

Kalau ada adegan yang tidak mengenakkan, dibawa santai.

Jika nanti adanya perpisahan. Kita bisa melakukan plot twist.

Memang benar ada beberapa adegan yang tidak memiliki kesan.

Memang benar banyak dialog yang tidak senonoh.

Memang benar banyak durasi yang terbuang.

Tapi itu adalah bagian paling seru dari cerita yang diciptakan.

Kita hanya menciptakan jarak, bukan akhir. Kita masih ada di atas garis lurus menuju ending.

Jika memang bukan ending, sebut saja sebuah cerita baru.

09-04-2021

Mono StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang