-2-

875 93 10
                                    


"Aden udah pulang ??!" kalimat tersebut menyambut Arthala yang baru saja memasuki Penthouse nya.

"Ayah ya bi ??" Tanya Arthala sambil berjalan menuju ke dapur untuk mengambil minuman.

Ia sudah hafal betul kenapa wanita paruh baya tersebut datang kemari. Apalagi jika bukan suruhan Ayahnya.

"Aden nggak usah datang aja ya, nanti biar bibi yang cari alasan." Ucap sang bibi sambil menghampiri Arthala.

"Nggak papa bi, nanti kalau ketahuan malah makin bahaya," ucap nya sambil mengelus tangan bibi yang selama ini merawatnya, semenjak Bunda nya tiada.

Bibi Nam adalah seorang kepala maid di kediaman  keluarga Kadavra, dia sudah bekerja disana selama puluhan tahun. Jadi tidak heran jika dia tau tentang semua yang terjadi di sana. Tentang seberapa bringas dan kasarnya sang majikan terhadap anak bungsu di keluarga Kadavra tersebut.

"Den, bibi nggak mau liat aden sakit nanti," ucap sang bibi dengan mata yang sudah memerah.

"Gapapa bi, aku udah terbiasa. Yang kayak gitu ga kerasa apa-apa di aku." Jawabnya dengan senyuman berusaha untuk menghilangkan kerisauan kepala pelayan nya tersebut.

Sebenarnya jika boleh jujur Arthala juga sangat ketakutan sekarang, tapi dia mencoba untuk tetap terlihat biasa saja supaya tidak membuat khawatir bibi nya ini. Ia tidak tau luka apa lagi yang akan ia dapatkan sepulang dari Mansion nanti, apakah dia masih bisa menghirup udara besok pagi ?? Entahlah, yang pasti ia merasa cemas sekarang.


============

Pukul 19.00 dan saat ini Arthala tengah duduk di meja makan bersama sang Ayah yang dari tadi belum mengucapkan sepatah kata pun.

Keadaan disana benar-benar sunyi dan terasa mencekam, karena yang terdengar hanyalah suara denting sendok yang beradu dengan piring. Arthala benar-benar ketakutan sekarang, karena tidak ada satupun orang disini kecuali sang Ayah.

"Thala, tenang. Semuanya bakal baik-baik aja," batin nya berusaha untuk menenangkan dirinya sendiri.

"Tidak bisakah kau bersikap baik, Jovano ?" Suara bariton itu memecah keheningan dan membuat Arthala sedikit takut.

" Apa kau benar-benar tidak pernah diajari sopan santun Jovano ? Tatap orang yang tengah berbicara dengan mu !!"

"Benar- benar memalukan, percuma saja ku keluarkan uang untuk menyekolahkan mu, jika kelakuanmu bahkan tak jauh berbeda dengan para orang bodoh yang tak berpendidikan di luar sana," ucap sang Ayah.

"Kenapa anda salahkan saya, bahkan anda tidak pernah sekalipun mengajari saya tentang sopan santun."

"Disaat para Ayah di luar sana akan menanyakan bagaimana kabar anak nya jika mereka bertemu, tapi kenapa yang saya dapatkan hanya makian dari anda yang nyatanya adalah Ayah saya ??! Dan tidak kah anda ingat, jika yang anda ajarkan ke saya hanya bagaimana cara menuntaskan emosi dengan menghajar seseorang," Ucap Arthala

"Jadi jangan salahkan saya bila perilaku saya seperti ini, karna anda sendiri yang mengajarkannya,"

Trangg...

Suara sendok yang dibuang begitu sang Ayah mendengar apa yang dikatakan oleh anaknya tersebut.

Tanpa mengatakan apapun Sang ayah langsung menghampiri anak bungsunya itu dan melayangkan sebuah bogeman hingga Arthala terhuyung ke belakang,

"Dasar anak tidak tau diri, bisanya cuma membuat masalah. Contoh kakak mu dia pandai, sopan, bisa menjaga nama baik keluarga ini, tidak sepertimu yang cuma bisa membuat malu saja," ucap Ayahnya sambil terus memukuli Arthala.

[idk] sukhoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang