Happy reading, aku kangen baca vote komen kalian :(
***
Hari libur selalu gue manfaatkan untuk rebahan selama mungkin. Apalagi setelah kemarin jalan seharian sama Jelita, sebagai introvert akut, gue capek banget.Sebenarnya hari ini gue diajak jalan sama Nethan dan Allen, tapi gue males. Capek, mending rebahan di kamar sambil nyemil dan dengerin lagu.
Buat gue, menghabiskan waktu dengan seharian berada di luar rumah itu sangat-amat-banget-sekali bikin capek. Gue harus ketemu sama banyak orang, gue harus berinteraksi sama orang. Apalagi kalau ketemu temennya Mama yang biasanya anak-anak kecil dan gue disuruh jagain. Iya kalau anak kecilnya nurut, kadang ada yang banyak tingkah dan ngebuat gue kewalahan.
Pernah satu kejadian, gue diminta buat jagain anaknya. Kejadiannya di mall. Anak kecil itu minta gue buat beliin dia es krim, dan tiba-tiba dia malah nabrak bapak-bapak yang kelihatan lagi emosi.
Jadilah, gue yang kena semprot. Kayaknya gue trauma.
Rencana gue hari ini adalah ngerjain satu tugas, sarapan, terus rebahan sepanjang hari. Hari ini gue anggap cheat day karena mager banget mau olahraga, padahal biasanya gue selalu rajin.
Tapi Jelita tetep nggak percaya kalau otot badan gue tuh bagus, cih.
"Jevan!" Baru aja mau rebahan, suara Mama kedengeran manggil-manggil gue dari lantai bawah.
"Iya, Ma!" Gue teriak, padahal mata gue setengah ketutup karena masih ngantuk banget.
Akhirnya dengan berat hati gue turun ke lantai bawah, dan menemukan orang tua gue lagi sibuk memasak macam-macam makanan.
Mata gue langsung berbinar gitu aja, nggak jadi ngantuk. Memang, makanan tuh obat.
"Wih, banyak banget masaknya," celetuk gue.
"Iya. Mama lagi ngidam, pengen masak banyak. Nanti dibagiin ke tetangga aja kalau kebanyakan, Jev," kata Papa gue. Gue mengangguk menurut.
Iya, Mama gue hamil lagi. Kalau dihitung, jarak usia antara gue dan calon adik gue kira-kira 17 tahun.
Ini jangan sampe di masa depan waktu gue jalan sama adek gue, kayak om sama keponakan ya. Masih mending kalau om-keponakan daripada ayah-anak, sih. Tapi gue kan awet muda, mungkin kelihatan seumuran, hehe.
"Kamu undang Gigi kesini gitu. Dia udah jarang kesini. Mama kangen katanya," kata Papa ketika Mama lagi ke kamar mandi.
Gue langsung diem. Ternyata Mama Papa gue belum tau kalau gue sama Gigi udah selesai. Ini gimana gue jelasinnya?
"Aku sama Gigi udah putus, Pa," kata gue pelan.
"Oooh," kata Papa. Gue kaget, gitu doang reaksinya? Gue kira bakalan heboh atau kaget banget.
"Papa nggak kaget?" tanya gue.
Papa justru ketawa, "Papa mah maklum, Jev. Namanya juga anak muda. Jarang banget kemungkinan cinta pertama tuh jadi jodoh. Apalagi kalian masih di fase pencarian jati diri, lagi labil banget tuh."
Seperti biasa, Papa emang yang terbaik lah.
Kalau ditanya gue mau jadi laki-laki kayak apa, gue pasti jawab mau kayak Papa tapi versi diri gue sendiri. Gue mau jadi orang yang sabar, setia, pengertian, dan bertanggung jawab kayak Papa tapi ala Jevan. Paham nggak?
"Papa nggak berharap aku berakhir sama Gigi?"
"Enggak. Siapapun yang mau kamu jadikan pasangan, it's up to you, Jev. Tapi perlu diingat, anak kamu kelak nggak bisa memilih siapa orang tuanya. Tapi kamu diberi kesempatan untuk memilih siapa pasangan yang akan menjadi ibu dari anak kamu kelak."
KAMU SEDANG MEMBACA
[1] Hai, Jelita. [END]
FanfictionJevan dan Jelita, katanya, mereka adalah bentuk nyata dari "Relationship goals." Tetapi, Itu kata mereka yang tidak tahu apa-apa. Itu kata mereka yang hanya mendengar dan melihat sekilas. Start : 12 Mar 2021. End : 11 Des 2021. #4 in jenlia [06...