[23] - Jelita sakit

428 75 7
                                    

Happy Reading!
Vote comment yuk bisa yuk WKWKWK.

***

"Jev, Jelita sakit."

Kata-kata Yera tadi pagi bikin gue enggak tenang sepanjang hari. Sebenernya gue mencoba mengalihkan, tapi agak susah karena gue tau gimana sifat jeleknya Jelita yang cuek sama dirinya sendiri kalau lagi sakit.

Beruntung banget kali ini guru gue pada rapat dan sebagian lagi jajan bakso, jadi banyak jam kosong yang gue pakai buat chat dia.

"Tumben banget nggak pegang buku," celetuk Razan menghampiri meja gue.

Gue ngangguk, "Udah gue habisin materinya semalem. Males gue."

"Gara-gara Jelita sakit?" tanyanya tengil kemudian ketawa jahil. Gue memasang muka sinis, tapi Razan justru mukul pundak gue.

"Santai, elah. Gue udah enggak galau."

"Buset, cepet banget lo move on, Zan? Kok bisa?"

Dia terkekeh, "Ikhlas."

Gue mendongak, ngelihat dia yang memandang lurus ke arah langit. Dia duduk di meja gue karena tumben banget teman sebangku gue enggak keluyuran ke kantin siang ini.

"Gue belum move on, makanya gue minta saran sama ummi. Kata ummi biar gue enggak galau, gue harus ikhlas dan rela. Terbukti, sih, itu ngebuat gue merasa lebih baik," lanjutnya.

Gue masih terpaku. Enggak tahu harus bereaksi gimana karena ini menyangkut pacar gue---Jelita, dan sahabat gue dari lama, Razan.

Tapi gue bersyukur Razan punya pemikiran yang dewasa dan terbuka. Tadinya, gue udah membayangkan kemungkinan terburuk kalau gue sama Jelita jadian, yaitu bisa aja gue bertengkar sama Razan masalah ini. Ternyata gue salah besar.

"I don't deserve to be your bestfriend, Zan," kata gue jujur.

Tapi dia justru mendelik, "Heh apaan lo?"

"Gue udah serius ya," protes gue.

"Skip ah, cringe," celetuknya. Gue tahu dia cuma bercanda.

Ya gimana ceritanya gue sahabatan sama dia dari SMP tapi enggak paham selera humornya yang agak aneh dan sering disalahpahami itu?

"Hm, lo emang nyebelin," kata gue lanjut membalas chat Jelita. Notifikasi gue berdering barusan.

"Jauh-jauh lo kalau mau ngebucin, ew."

Gue heran.

"Zan, lo sejak kapan jadi tengil begini, sih? Lo ketularan siapa?" tanya gue.

"Ketularan lo, lah!" tegasnya, "Lo pikir yang selama ini kayak gitu siapa? Ya lo sama Nethan doang!"

Gue ngelus dada, "Untung temen gue."

***

"Mau kemana lo?" tanys Nethan.

Kami memang biasa kumpul begini sebelum pulang sekolah. Tapi kali ini Bang Martin izin. Maklum, bentar lagi lulus pasti sibuk.

"Si Jelita sakit," jawab gue santai sambil ngebersin tumpukan buku yang berserakan di meja gue.

Kalau kata Devan dan Nethan, kebiasaan gue yang selalu belajar setiap kali tertekan atau stress adalah salah satu ciri-ciri orang nggak waras. Ya udah, terserah mereka aja.

Omong-omong tentang circle gue, gue sengaja minta Razan buat enggak kasih tau mereka dulu. Gimanapun juga, gue harus minta izin sama Jelita kalau mau kasih tau mereka.

[1] Hai, Jelita.  [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang