[7] - Jelita dan Es Krim Matcha

653 141 20
                                    

Ayo vote WayV di MWave! Gap nya jauh loh:(

Happy reading, don't forget to like and comment!

***

Hari ini, gue bertekad. Gue mau minta maaf sama Jelita. Emang sih, dia marahnya sama anak cowok yang lain. Tapi tetep aja, karena gue dan Ayu buat salah, jadinya dia kepancing marah.

Yang lain udah pada minta maaf sama dia, sedangkan gue belum. Jadi, gue berdedikasi untuk tanya ke Yera makanan atau minuman apa yang Jelita suka. Gue mau kasih ke dia sebagai permintaan maaf gue.

Kata Yera, dia suka es krim matcha di depan gapura sekolah. Itu artinya, gue harus ajak dia kesana langsung kalau nggak mau duit gue sia-sia kalau es krimnya mencair.

Dan jadilah gue sekarang, bingung cari kata-kata apa buat bilang ke Gigi tentang ini.

Jevan
Gi, aku harus traktir Jelita
Kemarin aku buat salah sama dia, yang lain pada traktir dia juga.
Kamu mau ikut nggak?

Gigi
Gak
Aku udh ada janji sama temenku juga.

Jevan
Cewek atau cowok, Gi?

Gigi
Cowok
Ngapain nanya?
Kita imbang, kan?
Aku jalan sama temen cowokku, kamu jalan sama Jelita.

Jevan
Silahkan perang sama spekulasi kamu sendiri
Aku udah bicara jujur, aku kemarin buat salah dan paling enggak aku bisa kasih sesuatu sebagai permintaan maaf.
Nggak usah ngechat Jelita, aku udah ajak kamu. Tapi kamunya sendiri yang nolak.

Hari ini, gue sama sekali belum ngomong apapun sama Jelita. Bukan karena nggak punya nyali atau gimana, gue cuma bermaksud sekalian nanti aja minta maafnya.

Bel sekolah tanda pulang udah bunyi, gue buru-buru ngeberesin buku dan alat tulisan yang masih berantakan di atas meja gue.

Setelah rapi, gue dengan dramatisnya lari ngejar Jelita yang udah jalan santai sama Yera. Dan gue bisa menemukan ada bungkusan cilok di tangannya.

"Jel, temenenin gue," kata gue sambil menetralkan napas.

Yera langsung memasang ekspresi aneh yang nggak bisa gue jelaskan maksudnya apa, "Ok, i guess. I should go first. See ya, Ta!"

"HEH LO MAU KABUR EKSKUL LAGI! HEH!" Jelita hampir aja lari lagi kalau tas yang dia gendong nggak gue tarik.

"Hah apaan lo?" tanyanya akhirnya diem lagi.

Gue heran, gue benar-benar heran. Berapa banyak dan gimana caranya dia bisa selalu heboh kayak gitu? Apa enggak capek ngomong terus?

"Temenin gue."

Dia menyilangkan tangannya menghadap gue. Seakan-akan mau menyidang gue.

"Satu, lo mau kemana?"

"Kafe depan gapura sekarang."

"Dua, tujuannya apa?"

"Beli makan sama minum karena gue laper."

"Tiga, kenapa ngajaknya gue?"

Gue menghela napas. Padahal kalau emang dia mau, dia tinggal bilang enggak.

"Permintaan maaf gue. Kemarin gara-gara gue lo jadi kepancing marah."

"Empat, apakah lo bisa memastikan kalau Gigi, pacar lo itu nggak akan marah-marah ke gue?"

Gue mengangguk, "Hm. Gue udah ajak dia. Tapi dia nggak mau."

[1] Hai, Jelita.  [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang