Happy reading!
***
"Beneran gue doang, Jel?" tanya gue ketika Jelita minta gue untuk pergi bareng dia di hari ulang tahunnya.
Bukan apa-apa, sih. Gue nggak takut sama kamera jahat orang-orang yang ngefoto kita diem-diem. Gue justru lebih kaget karena dia ngajaknya cuma kita berdua.
Jujurnya aja ya, gue takut baper.
Jelita mengangguk, "Iya. Soalnya besoknya gue mau pergi sama Yera sama Ayu. Jadinya nggak bisa."
"Lo kagak mau?" tanyanya lagi.
Gue menggeleng, "Mau, kok. Lagi loading aja tadi."
Gue ikut senyum setiap kali Jelita senyum. Itu refleks yang gue sadari belakangan ini. Kalau ada yang tahu itu karena apa, tolong kasih tau gue.
"Mau kemana ya enaknya?"
"Lo ngajak gue tuh belum tau mau kemana?" tanya gue.
"Lo nerima ajakan gue tuh nggak ada niatan usul tempat?" Asli, gue cuma bisa diem kalau Jelita udah mode macan gini.
"Lo lagi dapet ya, Jel?" tanya gue hati-hati.
Karena berdasarkan pengalaman gue menghadapi Mama, cewek yang lagi dapet biasanya gejalanya macem-macem. Ada yang jadi galak, jadi sensitif, mendadak banyak makan, atau jadi pendiem banget kayak Gigi dulu.
Oke stop, gue nggak mau bahas Gigi lebih lanjut.
"Hm," gumamnya. "Mau apa lo? Ngajak berantem?"
"Nggak." Gue menggeleng. "Gue nggak lagi iklan permen."
Dia mengerinyit, "Iklan permen apa?"
"Halah, yang bapaknya baru pulang dimarahin gara-gara beliin anaknya permen," kata gue nyengir. Mencoba ngelawak.
"Oh," jawabnya pendek.
Kayaknya usaha gue gagal.
Gue beranjak ketika bel istirahat bunyi. Ini hari Jum'at, ya karena gue cowok, gue shalat Jum'at di masjid dekat sekolah.
"Gue mau shalat jum'at, nitip apa lo? Gue ngelewatin minimarket, kok," kata gue.
Dia mendongak, "Kalau gue nitip pembalut, lo nggak malu emang?"
Gue terkekeh, "Ngapain malu? Itu tuh hal normal. Kalau cewek lagi nggak bisa keluar ya siapa yang bisa dimintain tolong? Lagipula gue bersedia aja. Toh, beli pembalut walaupun gue cowok kan nggak membuat gue keliatan abnormal."
Sekolah gue memang mengizinkan cowok-cowok untuk pergi ke minimarket setelah Shalat Jum'at. Itu kenapa cewek di kelas sering nitip sama kami di hari Jum'at.
Tapi kayaknya kalimat gue agak berlebihan, ya? Kayak lagi ngerayu cewek.
Jelita mengangguk, "Hm, nitip pereda nyeri, es teh, sama pembalut. Nanti gue ganti uangnya. Males mau keluar nyeri begini."
"Nggak usah diganti. Gue ikhlas."
"Halah," cibirnya. "Gue tau ya duit lo tinggal dikit belum diganti sama Nethan kemarin."
Gue ketawa. Dia tau ternyata, "Yaudah ntar gampang."
"Gitu tuh sakit banget ya, Jel?" tanya gue lagi.
Dia justru mendelik galak, "Lo mau gantian ngerasain? Sini tukeran lo yang jadi cewek."
Ada baiknya emang gue diem aja. Serba salah. Gue nanya salah, gue diem salah, gue nawarin salah. Jelita nggak salah, Jevan yang salah udah.
KAMU SEDANG MEMBACA
[1] Hai, Jelita. [END]
FanficJevan dan Jelita, katanya, mereka adalah bentuk nyata dari "Relationship goals." Tetapi, Itu kata mereka yang tidak tahu apa-apa. Itu kata mereka yang hanya mendengar dan melihat sekilas. Start : 12 Mar 2021. End : 11 Des 2021. #4 in jenlia [06...