Kalau tidak salah hitung, ini sudah tahun ketiga sejak hari kelulusannya. Lima tahun sejak upacara kelulusan Johnny, kakak tingkat kesayangan Lisa. Satu tahun sejak surat cintanya terkirim pada Johnny. Satu tahun pula sejak dirinya ditolak oleh laki-laki itu.
Penolakan itu tidak membuat Lisa patah hati, justru membuat perasaannya mekar semakin indah dalam hatinya. Gimana mau patah hati kalau Johnny masih sebaik itu waktu menolaknya? Jujur, Lisa sendiri tidak berani berharap Johnny akan membalas perasaannya. Walau nggak bohong juga, sih kalau dia sedikit berharap Johnny mau memberinya kesempatan untuk PDKT. But that, didn't happen.
"You look great," puji Johnny malam itu.
Mereka bertemu untuk pertama kalinya setelah empat tahun sejak hari kelulusan Johnny. Setelah menerima surat yang Lisa kirimkan melalui surel, Johnny menghubunginya dan berjanji akan memberinya jawaban sewaktu ia kembali dari Makassar, tempat ia bekerja selama hampir lima tahun belakangan. Kesempatan itu datang saat mereka berdua sebagai alumni organisasi kampus diundang untuk menghadiri serangkaian acara malam keakraban mahasiswa baru. Johnny mengajaknya untuk bicara berdua di luar villa yang digunakan untuk acara saat orang lain sibuk menyaksikan pentas seni sederhana di dalam aula villa.
Lisa tersenyum kikuk, tapi sempat berseloroh, "you look tanned."
Ucapan Lisa tadi sukses membawa tawa untuk Johnny. Ia yang semula sempat canggung, akhirnya mencair. Bahunya yang tadi sempat kaku dan tegang, berangsur rileks.
"Masih kerja di perusahaan yang kemarin?" tanya Johnny.
"Sadly, masih. Tapi ada rencana resign, sih."
"If that makes you feel at ease, then do it. Kamu pintar, tinggal nunggu ketemu waktu yang tepat aja sampai kamu ketemu tempat baru."
Tuh kan, Johnny tuh sebaik itu. Semudah itu memberi ketenangan. Gimana bisa Lisa berhenti suka coba?
"Aduh gini ya ternyata dipuji sama crush sendiri? Perutku sampe mules, nih. Ya ampun."
Johnny kembali tertawa. Masih takjub pada sosok Lisa yang bisa semudah itu mengutarakan perasaannya. Padahal di surat aja bilangnya gemetar waktu nulis pengakuan itu. Jangan-jangan itu semua cuma bohong?
"Kamu di surat bilangnya sampe gemeteran, eh sekarang baik-baik aja. Bohong, ya?"
Kali ini giliran Lisa yang terkekeh malu-malu. "Ya aslinya sih malu, tapi masa mau kaku kaya orang baru kenal, sih?"
"Ternyata masih sama aja ya kamu. Kalau udah kenal akrab urat malunya putus."
"Yah gimana, ya? Udah mendarah daging soalnya."
"Kamu kalau kaya gini nggak kelihatan naksir, tahu," ucap Johnny. "Makanya waktu pertama kali baca suratmu, aku kaget. Bener-bener nggak nyangka kamu bakal naksir aku."
"Hehehehehe," Lisa cuma bisa terkekeh malu sembari menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Dan lagi, kita udah bertahun-tahun nggak ketemu. Kok bisa kamu naksir padahal ketemu juga enggak?"
Lisa meringis. "Kalau soal itu.... aslinya sih aku udah naksir sejak lama."
Kalau sebelumnya, dengan menerima sudah membuat Johnny kaget, kali ini dia dibuat jauh lebih terkejut lagi. "Sejak kapan?!" tanyanya nyaris terpekik.
"Sejak denger Kak Johnny sparring debat dan baca undang-undang."
"Serius?!"
"Aduh, Kak Johnny nggak tahu aja dari dulu aku berkhayal dibacain Undang-Undang Dasar buat nina boboin aku."