When The Rain Falls: The Answer (Lisa x Sehun)

6K 498 39
                                    


This is for you... the one who asked me what I remember the most about the rain.

***

Duapuluh tiga tahun hidup di dunia, Lisa tidak pernah merasakan hal yang sentimen pada hujan. Tidak seperti orang lain yang selalu meromantisasi rintik air dari langit. Lisa bahkan selalu merasa aneh pada orang-orang yang memiliki sentimen tersendiri pada hujan. Baginya tidak ada yang istimewa dari hujan. Hujan hanyalah air yang jatuh dari langit. Hanya itu, tidak lebih dan tidak kurang. Hingga suatu sore, Lisa bertemu dengan Sehun, temannya sejak awal kuliah. Pertemuan yang tidak disengaja itu kemudian mengubah cara pandang Lisa terhadap hujan.

Sore itu langit mendung berat. Angin berembus dengan dingin, membawa aroma petrichor yang menyapa indera penciuman. Hujan belum turun, tapi sudah dapat dipastikan bahwa tak kurang dari beberapa menit lagi, hujan akan turun. Lisa duduk di salah satu kursi kosong di koridor gedung kuliahnya. Tangannya sesekali membolak-balik lembaran proposal rencana penelitian yang baru saja direvisi oleh Dosen Pembimbingnya. Salah satu telinganya tersumbat earphone. Ia sengaja tinggal, karena ia tahu benar jika ia memaksa pulang saat ini, bisa dipastikan ia hanya akan kehujanan dan kemungkinan besar merusak bendel proposal rencana penelitian yang serupa kitab suci baginya.

Sebagai mahasiswa tingkat akhir, sudah jelas bendel tersebut akan lebih berharga daripada barang lainnya. Apalagi bagi Lisa, ia mungkin akan lebih memilih kehilangan ponselnya ketimbang harus bendel proposal penelitian yang sudah penuh dengan catatan revisi dari Dosen Pembimbingnya itu. Proposal itu akan menentukan nasibnya pada penulisan skripsinya. Mengingat, seminar proposalnya dijadwalkan akan dilaksanakan dua minggu lagi. Lisa jelas tidak akan membiarkan proposal itu lecet sebelum sempat ia revisi di waktu yang begitu urgent seperti saat ini.

"Sendirian aja,"

Lisa mendongak saat mendengar suara yang tidak asing menyapa telinganya. Ada senyuman hangat yang merekah di bibirnya saat mendapati Sehun berdiri menjulang di hadapannya. Laki-laki itu melempar senyum serupa, lalu segera duduk di samping Lisa tanpa bertanya terlebih dahulu. Lisa kemudian melepas earphone di telinganya, suara penyiar radio kampus menyapa gendang telinganya setelah.

"Nggak pulang?" Sehun bertanya setelah meletakkan tasnya pada ruang kosong di sampingnya.

Lisa menggeleng, "mau hujan." Tepat setelah mengatakannya, segumpulan awan cumulonimbus menjelma gerimis. Menyentuh paving block, atap gedung, pepohonan dan rerumputan. Aroma petrichor menguar lebih kuat dari sebelumnya setelah air hujan menyentuh tanah yang kering dan berdebu.

Nah berhubung hujan, kayanya akan lebih syahdu kalau gue muter lagu-lagu tentang hujan. Okay, here it is playlist lagu yang pas buat nemenin gerimis sore ini.

Setelah itu, suara petikan gitar yang terdengar sendu terdengar. Diiringi dengan suara biola yang sama sendunya. Seketika, Lisa mengenal lagu ini. Ia memang bukan penggila lagu indie, tapi ia sudah cukup sering mendengar lagu ini saat bersama Jennie. Gadis itu adalah pecandu lagu indie, dan lagu Dialog Hujan milik Senar Senja ini tidak akan pernah luput dari playlist gadis itu.

"Mau pulang bareng gue?" Sehun menawarkan.

Lisa mengenal Sehun cukup baik. Mereka berteman sejak masa orientasi mahasiswa dulu. Ia dan Sehun berada dalam satu kelompok yang sama. Dari sekian banyak kelompok yang dibentuk saat orientasi mahasiswa itu, kelompok Lisa dan Sehun adalah salah satu kelompok yang masih solid hingga saat ini.

"Terus kehujanan bareng-bareng?" Lisa terkekeh pelan. "Nggak, deh."

Sehun berdecak, "gue bawa mobil."

SUGAR (A Compilation)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang