"Kalian tahu apa yang membedakan debat hukum dan debat kusir atau debat lainnya?"
Jeno tidak bisa melepas pandangan matanya dari sosok yang kini tengah berbicara di depan kelas. Sosok itu adalah Lisa, kakak tingkat yang berbeda dua tahun di atasnya. Cantik, ceria dan cerdas, itu adalah kesan pertama yang didapatkan Jeno dari sosok Lisa. Gadis itu terlihat sering melempar senyum, sesuatu yang Jeno syukuri. Karena senyuman itu mampu membuat suasana di ruang kelas ini menjadi begitu nyaman.
Ia kini tengah mengikuti Debating Class pasca lolos seleksi untuk menjadi anggota baru UKM debat di fakultasnya. Ia adalah mahasiswa baru, dan ia masih tertarik dengan berbagai hal di kampus barunya ini. Salah satunya adalah UKM debat—yang bahkan sejak ia belum resmi menyandang gelar mahasiswa di kampus itu, sudah dikenal sebagai pencetak tim debat terbaik di kancah nasional.
"Sebagai mahasiswa hukum, kalian dituntut untuk berbicara dengan bukti. Kalian harus bisa menyampaikan argument-argumen kalian yang bisa dibuktikan, atau kalau tidak, argument kalian hanya akan menjadi opini yang kosong."
Astaga, bagaimana mungkin seseorang bisa terlihat begitu menggemaskan dan anggun di saat yang bersamaan ketika sedang menyampaikan bahan yang serius seperti itu? Jeno rasanya bisa gila hanya dengan melihat dan mendengarkan penjelasan Lisa—dan dia tidak akan protes jika itu benar terjadi.
"Ngelamun jorok lo, ya?"
Sayangnya, kebahagiaan Jeno harus terusik saat Mark menyenggolnya dengan iseng. Jeno berdecak, merasa terganggu dengan keberadaan Mark dan mulutnya yang terlalu banyak bicara.
"Bacot banget sih, anjir."
Mark menahan diri untuk tidak tertawa saat itu juga. "Dari kemarin cuma berani ngeliatin doang, Jen. Deketin dong."
Jeno memutar bola matanya malas. "Tahu apa sih lo."
"Yah, kalo cuma perkara lo naksir Kak Lisa sih gue juga tahu, Jen." Mark menyahut enteng. Tidak mempedulikan pelototan Jeno yang diarahkan padanya.
"Kurang kenceng, kelas sebelah kayanya belum denger lo barusan ngomong apa." Jeno menukas jengkel.
Mark tertawa pelan, tidak ingin ditegur oleh Panitia Debating Class. "Eh tapi, kayanya susah deh buat deketin doi." Mark melirik sekelilingnya sebelum melanjutkan, "ada herdernya."
Pandangan Jeno seketika tertuju pada sosok jangkung yang berdiri di bagian belakang kelas. Mata mereka sempat bertemu sepersekian detik sebelum Jeno kembali berbalik untuk menghadap Mark.
"Herdernya barusan ngeliatin lo tuh," Mark kembali berbisik. "Radarnya kuat bener kalo ada yang lagi ngomongin Kak Lisa."
"Ngomongnya ntar aja pas speech."
Jeno dan Mark kompak menengok dan mendapati sosok June yang berdiri menjulang di samping deretan kursi mereka. Ada aura otoriter yang menguar dari sosok jangkung yang kini tengah menyilangkan tangan di depan dadanya tersebut. Aura otoriter tersebut kontan membuat Jeno dan Mark menelan ludah dan mengangguk sembari membeo, "iya Bang."
***
Bukan hal baru lagi bagi Jeno untuk melihat Lisa dan June begitu dekat. Keduanya bersahabat baik, begitu apa yang ia dengar dari anggota UKM debat yang lain. Tidak hanya Lisa dan June saja, persahabatan mereka terdiri dari tiga anggota, Lisa, June dan Rosie. Ketiganya dikenal sebagai trio yang sangat berbakat di UKM debat tersebut. Beberapa kali mereka diterjunkan untuk mewakili universitas dalam kompetisi debat nasional dan berhasil membawa pulang piala kemenangan.
Kedekatan ketiganya tidak hanya terlihat di UKM debat saja, tetapi juga di kehidupan perkuliahan biasanya. Mereka sering terlihat berada di kelas yang sama. Sesuatu yang cukup sulit terjadi, mengingat betapa sengitnya perebutan kelas yang terjadi saat pengisian kartu rencana studi secara online.
![](https://img.wattpad.com/cover/152143228-288-k237646.jpg)