Sejujurnya, Lisa bukanlah seseorang yang menyukai party, apa pun jenisnya. Lisa bukan kutu buku yang senang menghabiskan waktunya untuk belajar atau membaca buku di kamar. Bukan juga anti sosial yang lebih senang menyendiri di saat orang lain sibuk bersosialisasi. Lisa justru jauh dari itu. Lisa adalah salah satu dari beberapa mahasiswa popular di fakultasnya. Menjadi gadis popular tentu membuat Lisa memiliki banyak teman. Lisa suka keramaian, tapi bukan keramaian seperti dalam pesta.
Jika bukan karena ini adalah pesta ulang tahun yang diadakan oleh sahabatnya, Jennie, ia tidak mungkin bersedia menginjakkan kaki ke dalam bar ini. Ruangan yang dibantu pencahayaan minim ini membuatnya pusing. Ia dapat mencium aroma alkohol, asap rokok hingga aroma keringat dari beberapa orang yang berada di sekitarnya.
Musik techno terdengar begitu memekakan telinga. Lisa senang mendengarkan musik, apa pun jenisnya. Tapi volume musik yang kini terdengar di dalam ruangan membuatnya tidak dapat menikmati musik dengan baik. Ia benar-benar ingin pulang.
"Hey,"
Lisa menoleh, mendapati Johnny, sepupu Jennie sekaligus teman sekelasnya semasa SMA duduk di sampingnya dengan segelas minuman pekat beralkohol di tangannya.
"Hai."
"Nggak minum?" Johnny mengangkat gelas di tangannya sebatas wajahnya, gestur yang biasa digunakan untuk menawarkan minuman.
"Nope." Lisa menjawab singkat. "Lihat Jennie nggak?"
Johnny mengedikkan bahunya. "Tadi sih gue lihat lagi make out sama Taeyong."
"Ew," Lisa seketika merasa mual. "Gue mau cabut, deh. See you around, John."
"Eh serius mau pulang sekarang?" Johnny menahan lengan Lisa saat gadis itu akan beranjak pergi. "Lo kalo pulang sekarang bakal nyesel deh, serius."
Kening Lisa berkerut. Tiba-tiba curiga dengan Johnny. Ia sudah mengenal Johnny cukup lama untuk mengetahui bahwa laki-laki itu kini tengah menyembunyikan sesuatu darinya.
"Apa? Nggak usah aneh-aneh, deh." Lisa menukas jutek. Ia yakin Johnny pasti tengah merencanakan sesuatu.
"Duduk dulu dong," Johnny kemudian melirik arloji di pergelangan tangannya. "Sepuluh menit lagi."
Oke, sekarang perasaan Lisa benar-benar tidak enak. Ia dapat melihat bibir Johnny melengkung membentuk senyuman yang Lisa hapal. Senyuman itu jelas bukan senyuman manis yang biasa Johnny gunakan untuk merayu perempuan. Melainkan senyuman penuh keisengan yang biasanya akan melibatkan masalah.
"Nggak mau, ah!" Lisa berusaha melepaskan genggaman tangan Johnny sebisanya. Meskipun ia tahu benar bahwa upayanya sia-sia. Tenaganya tidak akan cukup untuk melawan Johnny.
"Sumpah jangan pulang dulu!" Johnny merengek. Ia meletakkan gelasnya ke atas meja untuk menggenggam pergelangan tangan Lisa yang lain. "Ini beneran lo bakal nyesel kalo pulang sekarang."
Lisa mendengus. "Kan gue yang bakal nyesel, kenapa harus lo yang repot?"
Johnny menggelengkan kepalanya cepat. "Soalnya ini menyangkut nyawa gue!"
Kedua mata Lisa memicing menatap Johnny yang kini terlihat memelas. "Lo mencurigakan banget tahu, nggak? Gue jadi makin ogah tinggal di sini."
"Please, Lisa, ple-
"Lepasin, John."
Sekujur tubuh Lisa kaku mendengar suara yang begitu familiar dari belakangnya. Ia merasa seperti tersengat listrik hanya karena mendengar suara tersebut.