I really want to say hi you too, but you know I can't.
Aku baca semua suratmu, L. Remember when you used to call me Boo? Dulu kupikir panggilan itu terlalu picisan, meskipun aku nggak pernah bilang ke kamu. Nggak nyangka, ternyata panggilan picisan itu bisa bikin aku sekangen ini. To be very honest, aku akan lebih senang kalau kamu manggil aku Boo, just like you used to, instead of Mark. Tapi sepertinya aku udah nggak punya hak untuk mendengarkan panggilan itu lagi setelah apa yang aku lakukan ke kamu setahun yang lalu.
I know I tend to be stupid sometimes. Tapi kamu harus percaya ketika aku bilang aku ngelakuin itu semua demi kebaikan kamu. I know you so well, L. Aku tahu seberapa clingynya kamu. Aku tahu kamu selalu butuh perhatian 24/7. Sesuatu yang nggak bisa aku kasih selama aku jauh di belahan dunia lain dari kamu.
Aku nggak mungkin ngebiarin kamu terikat dalam hubungan yang nggak jelas ketika kamu bisa aja menemukan orang yang lebih baik lagi. Ketika kamu bisa menemukan sosok yang bisa ada kapan pun kamu butuh. Sosok yang selalu ada di sisi kamu. Dan sosok itu jelas bukan aku.
Kamu salah kalau kamu kira aku nggak percaya sama kamu. I believe in you, L. Aku percaya kamu bersedia menunggu aku. Tapi aku gak mau kamu melalui itu semua saat kamu layak mendapatkan semua hal terbaik di dunia ini.
L, you have to know that I almost cried my eyes out reading every letters you sent me.
Nggak bohong, kadang sebagian besar dari diriku menyesali keputusan sepihak yang dulu kuambil. Mana mungkin aku nggak menyesal saat aku harus melepaskan orang sebaik kamu? Tapi semua penyesalan itu akan menguap entah kemana setiap kali aku mendengar kabar bahwa kamu bahagia.
Iya, aku masih sering nanyain kabarmu lewat Johnny atau Jennie. Kamu nggak tahu kan? Sengaja, soalnya aku nggak mau kamu tahu bahwa aku masih semenyedihkan ini tanpa kamu.
Aku akui keputusan untuk melepas kamu adalah keputusan terbodoh yang pernah aku buat. Tapi setelah melihat kamu lebih bahagia sekarang, aku rasa menjadi bodoh bukan sebuah kesalahan besar ketika kebodohanku membawa kebahagiaan buat kamu.
L, kamu inget pertandingan basket pertamaku? Aku inget dulu hampir setiap hari aku mengeluh sama kamu. Aku selalu merasa takut menghadapi pertandingan itu. Tapi kamu tahu apa yang kemudian menjadi sumber kekuatanku? Simpel, hanya satu kalimat sederhana,"kamu bisa, karena kamu adalah Marknya Lisa."
Mungkin orang lain akan menilai kalimat itu terdengar alay. Tapi buatku saat itu, kalimat itu adalah lucky charm paling manjur. Kamu mungkin nggak tahu, tapi menjadi Marknya Lisa adalah satu hal yang paling kusyukuri. Dan mendengar kamu ngomong kaya gitu, rasanya kebanggaan yang ada dalam diriku meletup-letup.
Berkat kalimat itu, aku berhasil menang. Dan otakku nggak bisa memikirkan hal lain selain berlari ke tempat kamu and kiss you. Kupikir, kamu akan marah, karena first kiss yang harusnya spesial justru berakhir dengan adegan dangdut kaya gitu. Tapi ternyata, kamu justru bilang, "tuh kan, udah kubilang kamu bisa. Kamu hebat."
Saat itu, aku tahu bagaimana bahagianya ternyata membanggakan kamu. Thank you L, tanpa kamu, mungkin saat itu aku udah nangis karena kalah.
L, melihat senyuman lebar kamu hari itu, membuat aku bertekad untuk nggak pernah luput memberi alasan untuk kamu bisa tersenyum sebahagia itu. Dan menggantungkan kamu dalam sebuah hubungan jarak jauh tanpa kepastian kapan aku kembali jelas bukan salah satu dari alasan tersebut.
I wish you all the best things in this world,because I know, you deserve it.
Me, The Coward.
***
Sayangnya, surat itu hanya berakhir di kotak sepatu bekas Mark, bersama puluhan surat yang tak pernah dikirm lainnya.
Saluti,
K💕