20. Pertemuan sengaja

243 24 1
                                    

➶ Pagi yang indah di kota Lyon, sang surya seakan tersenyum menyapa buminya, udara yang bersih dan cuaca yang mendukung membuat orang orang di sekitar ikut merasakan kedamaian

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

➶ Pagi yang indah di kota Lyon, sang surya seakan tersenyum menyapa buminya, udara yang bersih dan cuaca yang mendukung membuat orang orang di sekitar ikut merasakan kedamaian.

Namun berbeda dengan Zoro yang kini tengah mengumpati mobilnya di tepi trotoar sesekali ia menendang ban mobil nya sendiri.

"Jadi orang rese banget, nyebarin paku segala." Tangan kirinya bertengger di pinggang dan yang satunya memegang ponsel.

"Kakek."

"Mobilnya ban nya bocor ini, ada yang sengaja kayaknya nyebarin paku."

"Dimana sekarang?"

"Ini didekat rumah sakit perempatan lampu merah."

"Ya udah tungguin sebentar disitu kakek kirimin montir."

"Terus nanti aku naik bus gitu kan ke restoran."

"Ya gitu boleh, nanti biar montir nya balikin mobilnya ke rumah, nanti pas pulang kakek jemput kamu."

"Oke kakek."

Lalu sambungan telephon pun selesai, Zoro langsung berdiri bersandar di mobil putih nya, untuk menunggu montir yang akan di kirimkan sang kakek.

Setelah sepuluh menit lamanya akhirnya dua montir pun datang, mereka langsung menghampiri Zoro, "permisi, ini benar dari tuan Zeff bukan?"

"Iya."

Mereka pun langsung menjalankan pekerjaannya dan kunci mobil juga langsung diberikan ke sang montir, masalah jujur atau tidak nya sang montir Zoro tak peduli, ia hanya menuruti ucapan kakeknya.

Dan tepat setelahnya ada bus umum datang, Zoro melambaikan tangannya pelan dan ketika bus itu berhenti Zoro langsung ikut naik.

Zoro duduk di kursi pojok dekat dengan pintu, bisa ia lihat para siswa siswa perempuan berbisik bisik lalu tersenyum ke arahnya.

Sesekali di antara nya mengambil foto dengan kamera hp mereka, entahlah ia seperti artis dadakan sekarang.

Zoro tak peduli, yang ia inginkan sekarang adalah sampai ke restoran, Zoro pun menyangga dagunya dengan telapak tangan, melihat keluar jendela sembari menikmati suasana jalanan.

Deg!!

Seperti tersambar petir, Zoro mematung di tempat, matanya terbuka lebar tatkala melihat sosok manusia yang amat ia rindukan, yang ia idam idamkan, sedang berjalan bersama anak kecil, mungkin berusia 5 tahunan.

Dadanya tiba tiba terasa sesak, rasa rindu yang membendung di dalam hatinya kini bebas terjun ke mana saja, sampai sampai ingin memuntahkan karena tidak kuat menampung di dalam tubuh.

"Pak! berhenti!!" Zoro berteriak lantang, seisi bus pun langsung menoleh ke arahnya.

Zoro tak peduli, yang ia inginkan hanya satu, ingin ingin segera bertemu dengan sang kekasih.

Zoro langsung berlari turun, ia menyusul Sanji yang terakhir kali ia lihat masuk ke gang, Zoro berlari kencang untuk cari sosok itu.

"Sanji, Sanji, Sanji." Zoro terus memanggil nama itu pelan disela sela ia berlari.

"Kemana kamu." Zoro kewalahan, kepalanya menoleh ke kanan kiri mencoba mencari Sanji, namun yang ia temukan hanya gang gang bercabang lainnya yang mungkin jika Zoro tambah masuk ke dalam, Zoro takkan bisa kembali dengan mudah.

"Sial, cepet banget hilangnya."

Zoro juga berinisiatif untuk bertanya pada orang orang disekitar situ.

"Laki-laki rambut pirang, kurus tinggi, terus tadi bawa anak kecil usia lima tahunan."

"Nggak lihat mas, maaf ya."

"Ya sudah makasih bu." Zoro mengusak rambutnya frustasi,  ia yakin dan ia tak salah dengan matanya, ia benar benar melihat Sanji.

Zoro yakin seratus persen bahwa itu Sanji.

"Ah! kemana kamu Sanji."

Baru saja Zoro mendapatkan sebuah harapan, namun langsung serasa dijatuhkan kembali.

Ponsel nya pun tiba tiba berdering, Zoro ingin sekali mengumpat tatkala melihat kontak Cavendish di layarnya.

"Kemana Zoro? ini kamu nggak berangkat atau gimana?"

"Aku kesana sekarang."

"Lah? Jadi mak...." Zoro langsung menutup ponselnya, dan kembali ke jalan raya untuk mencari angkutan umum lagi, walaupun ia sering melihat kebelakang dimana Sanji berada di salah satu gang disana.

Ia ingin sekali mencarinya lebih lanjut, namun ia juga tak bisa meninggalkan kewajibannya, apalagi openingan restoran sangat banyak sekali.

Jadi untuk sekarang mungkin Zoro akan ikhlaskan, dan mungkin kembali besok untuk kembali cari Sanji disana.

Bahkan dimasa muda Sanji, ia masih sama seperti tiga tahun lepas, tatanan rambutnya, bentuk tubuhnya, cara berjalannya, semuanya membuat jantung Zoro semakin berdegup kencang.

Namun yang sedikit ganggu pikiran Zoro adalah anak kecil yang digandeng Sanji tadi, siapa dia?

Chiko? ah tidak tidak, Chiko kan anaknya dan Sanji nanti tak mungkin ditahun sekarang dia sudah ada, lalu apakah itu adiknya? tapi selisih umur nya sangat jauh jadi tak mungkin.

Atau lebih buruknya lagi itu adalah, anak nya Sanji!? dengan suaminya?

Ah tidak tidak, tak mungkin Sanji menikah dengan orang lain, jodoh Sanji adalah Zoro dan itu sudah tak perlu di ragukan lagi.

.

Dan keesok harinya Zoro kembali memberhentikan mobilnya di jalan sebrang gang kamarin, ia berfikir mungkin akan bertemu Sanji lagi.

Namun sudah hampir satu jam Zoro disana, matanya tak pernah lepas dari tempat dimana ia melihat Sanji kemarin.

Dan setelah itu ponselnya berdering, nama yang paling ia benci akhir akhir ini, Cavendish.

Mengapa si bocah ini selalu menelpon nya.

"Iya aku kesana." Ucap Zoro tanpa memberikan Cavendish bicara dahulu, lalu dengan cepat Zoro nyalakan kembali mobilnya dan melesat menuju restoran, walaupun Zoro masih ingin disana.

Setelah sampai di restoran, Zoro langsung membuka pintu restoran dengan kasar, para karyawan lainnya sudah melakukan openingan seperti mengelap meja, menyapu lantai, suara ribut di dapur.

Zoro menghela nafasnya, "maaf aku telat."

"Kemana aja sih?" Ucap Frangky.

"Ada urusan tadi, penting banget."

Zoro langsung menyusul untuk bekerja membantu yang lainnya bersiap untuk membuka restoran, kini Cavendish tiba tiba sudah berada di sebelahnya.

"Maaf, kalau sekiranya tadi aku ganggu kamu, aku cuman disuruh yang lain buat cariin kamu."

Zoro melirik Cavendish sekilas, "Iya." Sahutnya pelan.

"Kamu kesel sama aku nggak?"

"Nggak, sana terusin kerjaan kamu."

"Oh iya." Cevendish langsung pergi.

Kini Zoro membantu memotong berbagai sayuran di dapur, ia bisa memasak juga gara gara Sanji dulu, setiap ia masak Zoro pasti merasakan sensasi bahwa ia sedang dekat dengan Sanji.

Dan itu terus melekat di Zoro sampai sekarang.

One Month °zosanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang