Baru kusadari, tumpukan foto aneh yang semalam kurapikan merupakan satu kesatuan.Mataku tanpa sengaja menemukan dua foto usang di antara ribuan jepretanku.
Foto masa kecilnya. Yang kubawa pergi sebelum akhirnya ikut terjebak di bawah kegelapan bersamanya.
Seolah jeruji gelap yang mengurung anak itu tak pernah dapat dipatahkan. Melingkup ketidakjelasan di antara jutaan hitam. Serta, takada yang tahu jika foto ini kuambil kemarin tepat ketika pemuda asing di depanku sedang berdiam diri memperhatikan ke mana arah bola basket akan berlabuh.
Tanganku bergetar hebat saat memegang satu foto lagi yang terlihat sangat aneh. Hanya hitam, juga gelap yang mendominasi. Tak ada satu pun cahaya yang terpatri di sana. Kecuali, siluet seseorang yang sedang menyembunyikan kepalanya di antara kedua lutut, seolah terjebak di bawah naungan kegelapan.
"Apa kamu baik-baik aja?" tanyaku.
Serupa gelap, suasana sekitar begitu sangat pekat menyelimutinya. Pemuda itu menatap rembulan dengan tatapan kosong. Tali yang terikat di lehernya laksana bom bunuh diri jika dia bergerak sedikit saja. Tak henti-hentinya, air mata yang terlihat mengalir di wajahnya keluar dari mata indah bermanik cokelat gelap, seolah ia sudah pasrah dengan monokromnya dunia.
Tatapan pemuda tersebut mulai berpaling ke arahku. Segurat senyum hampa ia berikan dengan fitur wajah teduh.
Dia berdiri dari duduknya. Dengan tubuh ringkih yang seperti akan hancur jika disentuh oleh pahitnya kehidupan, pemuda itu mulai berjalan lunglai ke arahku. Luka di kakinya--bekas goresan tanah batu--solah terasa seperti angin lalu.
Darah mengucur. Menemani langkahnya keluar dari tebing yang curam, pemuda itu tersenyum meski sedikit tersamarkan oleh malam. Kamera yang tersimpan di ujung tebing tertiup angin hingga menghasilkan alunan melodi saat bersentuhan langsung dengan beberapa benda lainnya yang sedang beterbangan.
Tangan pemuda itu menjulur mencoba meraihku. Ditatapnya lembut diriku bagaikan aku akan menghilang. Karena tali yang ada di lehernya terhubung langsung dengan ujung tebing, ia tak bisa leluasa bergerak untuk menggapai tubuhku.
Melihat itu, aku pun mulai melangkah pelan mendekati dirinya. Tanpa aba-aba lagi, orang di depanku langsung memeluk tubuhku. Aku terkejut dibuatnya.
Topeng teduh dipakainya meski air mata bercucuran mengenai bahu sebelah kananku. Isakan pemuda tersebut terdengar samar. Embusan napasnya terasa begitu hangat di leherku hingga memberikan sedikit ketenangan.
Dalam hening, pemuda itu mulai membisikan sesuatu.
"Semua akan baik-baik aja, selama semua ini berjalan dengan semestinya. "
***
A/N:
Photoholic: Seseorang yang memiliki rasa candu ketika memotret.
Photogenic: Orang yang terlihat bagus ketika difoto meskipun candid atau tidak menampilkan gaya sekali pun
Ipovlopsychophobia: Phobia ketika difotoTerima kasih telah datang di cerita terbaruku. Mohon berikan krisar yang mendukung.
rifuriqi 👽🐙
KAMU SEDANG MEMBACA
Everything Will Be Fine
Mystery / ThrillerCERITA INI DIIKUTSERTAKAN DALAM 1ST ANNIVERSARY ANFIGHT BATCH 8 . . Aleana Wulandari merupakan seorang photoholic sejak pertama kali ayahnya memberikan kamera sebagai hadiah ulang tahun yang keenam belas. Anak baru yang duduk di kursi bagian belakan...