Setelah kejutan mendadak di gerbang sekolah, sekarang aku sedang berjalan pelan mengelilingi setiap sisi ruangan OSIS. Tanganku tiada henti menekan tombol mini yang ada di atas kamera. Satu kenangan terabadikan dalam sebuah foto setiap kali aku mengarahkan lensa ke arah keramaian.
Angga di tengah ruangan sana sedang belajar memimpin jalannya rapat pada Ahad sore ini. Agenda pertama dari masa bakti angkatanku yang dirembukan merupakan seminar kesehatan mental dan akan dilaksanakan pada hari Sabtu di Minggu yang akan datang.
Sudah pasti, ketika pemilihan panitia pelaksanaan akulah yang unjuk diri sebagai bagian dari tim dokumentasi. Walau tak memiliki pengalaman mendasar dalam bidang fotografi dan hanya sekadar mencoba mengambil gambar tadi pagi, aku pun tak ingin kehilangan kesempatan untuk dapat mengabadikan foto-foto di sekolah.
Tampaknya, karena telah melihat antusiasku tadi di awal rapat, Angga memutuskan untuk memasukkanku ke dalam bagian dari tim tersebut. Rasa senang menghampiri, apalagi ketika diberi tugas untuk memotret jalannya acara rapat sebagai pembuktian bahwa aku bisa mengambil gambar dari kamera milikku.
"Jangan terlalu banyak bergerak saat lagi memotret."
Suara yang terasa familiar berucap pelan ketika aku tengah mengarahkan kamera untuk memotret pose candid Angga yang sedang serius mendengarkan pendapat dari satu kakak kelas mantan anggota OSIS angkatan sebelumnya.
Aku menoleh ke arah suara tersebut, mendapati seorang gadis dengan rambut hitam gelap berponi tersenyum ke arahku.
"Aku boleh coba?" Kak Elen bertanya.
Aku yang masih bingung dengan kedatangan medadak yang dilakukan oleh Kak Elen pun hanya mengangguk patuh. Kuserahkan kamera keluaran lama yang sedang kugunakan itu kepadanya. Kak Elen yang telah mendapatkan persetujuan pun menerima kamera yang aku sodorkan.
Secara perlahan, gadis itu memotret Angga dengan postur tubuh lebih condong ke depan, tak bergerak sedikit pun hingga membuat satu kali jepretan terasa seperti ribuan tahun lamanya.
Diriku menatapnya bingung dengan gaya tubuh yang sedang dia lakukan. Sekali jepretan, suara shutter kamera yang dipegangnya berbunyi.
Aku mengintip hasil foto yang telah ia ambil. Gambar close-up tepat di wajah Angga. Pemuda yang menjadi model itu terlihat sangat berwibawa meski sedang mengerutkan keningnya. Terlihat sangat menawan, apalagi hasil yang didapat sangat indah bagai memotret serangga di atas bunga matahari--tak memiliki satu kesalahan pun.
Bola mataku berbinar, senyum semringah kurasa terbit di kedua pipi hingga rasanya hampir menenggelamkan mataku seutuhnya.
"Gimana bisa kayak gini, Kak?" Nadaku terdengar sangat antusias ketika bertanya.
Kak Elen berpaling menatapku. Dia juga ikut tersenyum sebelum akhirnya menjelaskan beberapa hal penting yang harus diperhatikan ketika sedang mengambil gambar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Everything Will Be Fine
Mystery / ThrillerCERITA INI DIIKUTSERTAKAN DALAM 1ST ANNIVERSARY ANFIGHT BATCH 8 . . Aleana Wulandari merupakan seorang photoholic sejak pertama kali ayahnya memberikan kamera sebagai hadiah ulang tahun yang keenam belas. Anak baru yang duduk di kursi bagian belakan...