Sudah hampir seminggu berlalu sebelum seminar kesehatan mental diadakan pada hari Sabtu esok. Segala persiapan telah benar-benar matang. Bahkan kemarin lusa aku sempat menemani Angga untuk bertemu langsung dengan salah satu psikolog ternama yang berada dekat dengan sekolahku.
Gedung dominan kaca di depan sana saat ini terlihat sangat mewah dengan balutan cat abu-abu cerah yang mendominasi di setiap sisinya. Sebuah papan reklame besar menyala menampilkan iklan produk ponsel terbaru yang terlihat menempel di dekat bangunan tersebut.
Keramaian di depanku kali ini sangatlah padat tak seperti hari-hari sebelumnya. Penyebabnya adalah satu, kampanye yang diadakan oleh wali kota di kotaku untuk mencalonkan diri kembali di periode selanjutnya. Membuat mal yang kudatangi ini harus kelebihan pengunjung. Akibat penyebaran spanduk mini di sepanjang jalan yang membuat orang sekitar tertarik untuk hadir. Apalagi gambar kendaraan roda dua terpampang besar di dalam spanduk tersebut sebagai hadiah utama, membuat orang-orang sangat tertarik.
Aku dan Angga berada di sini dengan niatan membeli kartu memori baru untukku. Setelah kemarin dua kartu memori yang kubeli seminggu yang lalu sudah memenuhi kapasitas penyimpanan. Setelah kami berdua bertatapan untuk saling meyakinkan, aku dan Angga pun mulai berjalan pelan menerobos kerumunan tersebut.
Sangat ramai dan sesak. Bahkan mereka yang memakai baju berwarna serupa itu kulihat tak memperhatikan keadaan sekitar. Aku tersenyum ketika pemuda di depanku terus menggerutu kesal karena beberapa orang tak sengaja menabrak tubuh jenjang yang dimiliki Angga.
Tanganku yang masih berada di dalam genggaman erat remaja laki-laki itu mulai ia tarik secara perlahan. Kami berjalan menerobos mereka dengan sangat hati-hati, berharap untuk cepat-cepat keluar dari dalam kegaduhan yang sudah tak terorganisir lagi.
Panggung besar yang berada di tengah-tengah mal tersebut terlihat sangat jelas dan ekstrinsik dari eskalator yang kunaiki saat ini. Aku bersyukur karena gerai kamera yang akan kukunjungi nanti berada jauh di pojok ruangan lantai tiga. Jadi, kami berdua tak harus berdesak-desakan lebih lama dengan mereka yang telah menginvasi semua lantai di mal ini.
"Nanti gue minjem kamera lo, ya." Angga bersuara ketika kami telah menjajaki lantai tiga.
Mendengar itu, aku mengangguk datar. Meski tak kuizinkan pun dia akan tetap memaksa. Daripada membuat perdebatan yang tidak memiliki akhir, lebih baik menghindarinya saja. Lagipula Angga harus membayar segala keperluan perbaikan jika saja kamera keluaran lama milikku itu rusak di tangannya.
"Tapi antarin aku ke toko buku dulu ...."
Dengan sekali tarikan, dia membawaku pergi ke arah yang berlawanan dari toko perlengkapan kamera yang ingin aku tuju.
Tanganku mulai memberontak kasar. Jika saja tak menyadari di mana keberadaanku saat ini, mungkin saja beberapa cacian akan kuberikan kepadanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Everything Will Be Fine
Mystery / ThrillerCERITA INI DIIKUTSERTAKAN DALAM 1ST ANNIVERSARY ANFIGHT BATCH 8 . . Aleana Wulandari merupakan seorang photoholic sejak pertama kali ayahnya memberikan kamera sebagai hadiah ulang tahun yang keenam belas. Anak baru yang duduk di kursi bagian belakan...