Semuanya kembali gelap. Bahkan di saat deru napas pemuda itu tak lagi terdengar, cahaya terang belum juga menampakkan wujudnya.
Untuk beberapa saat, tubuhku bagaikan melambung ke angkasa. Melipat memori hingga menyisakan sebuah nama yang benar-benar terpatri di kepala. Tersimpan dengan saksama, tanpa sedikit pun enggan tuk menghilang.
Allegra. Nama yang terus terputar, kepingan rekaman dari otak mengembalikanku kepada waktu bermula di saat keanehan itu mulai melanda. Untuk saat ini, aku terjebak di dalam labirin gelap milik pemuda itu. Bagaikan celah terang tak memiliki wujud, melingkupiku bersama dengan suara derasnya hujan yang turun ke Bumi.
Tubuhku menegang. Mulai terasa berat hingga nyeri bersarang di dalam ulu hati. Sayup-sayup, terdengar suara keramaian orang berbincang menghentikan waktu untuk sesaat.
Otot-otot di tubuhku mulai kembali bereaksi. Terasa lemas, namun tak menghentikan untuk dapat menggerakkan sekujur tubuh.
Kelopak mata terbuka. Menampilkan cahaya terang yang sangat menyilaukan. Dengan atap ruangan di dominasi putih, bau obat-obatan tercium hingga menusuk masuk melalui indra penciumku.
Aku mengedipkan mata untuk beberapa saat, mencoba menetralisasi kembali sebelum benar-benar menatap terangnya dunia.
Detak jantung mulai kembali terasa seperti diriku baru saja bangun dari kematian yang mengerikan. Melalui perjalanan gelap mendebarkan, kali ini aku terbangun di dalam sebuah ruangan dengan banyak tempat tidur saling berjejer di balik tirai putih yang hampir transparan.
"Akhirnya terbangun juga ...."
Setelah suara laki-laki terdengar. Aku berpaling menatap tubuh tinggi tegap di sampingku yang sedang duduk memperhatikan tempatku terbaring.
Ia mencoba menarik dua sudut bibirnya ke atas meski raut cemas terselip di sela-sela wajah tegasnya. Dengan pupil mata berwarna hitam legam, pemuda itu menatapku penuh binar penantian.
Remaja laki-laki di sampingku menghela napas. Mulai membantu tubuh ringkih ini duduk setelah tidur panjang dalam tebing yang curam.
"Setelah lampu mati, tadi kamu benar-benar kehilangan kesadaran." Angga memegang pipiku sambil berucap dengan tangan yang masih gemetar.
"Kamu baik-baik saja, 'kan?"
Tubuh terdiam kaku ketika kedua mata kita saling bersitatap. Melihat beban berat yang telah ia tanggung dariku, selalu saja dapat membuat aku ingin berkata tak perlu berbuat sejauh ini. Namun, dari ekspresi khawatir serta tubuhnya yang sudah banyak mengeluarkan peluh pun dapat kutahu bahwa semua yang Angga lakukan kepadaku memang tulus terasa.
Aku mengangguk. Mencoba menyimpul senyum sambil salah satu tangan ikut meraih puncak rambutnya yang sangat halus seperti sutra.
"Sudah berapa lama aku di sini?"
Angga terdiam. Dia menikmati usapan tanganku di ranbutnya. Setelah benar-benar tenang, pemuda itu pun mulai menjauh sambil salah satu tangannya mengambil segelas air yang berada di atas nakas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Everything Will Be Fine
Mystery / ThrillerCERITA INI DIIKUTSERTAKAN DALAM 1ST ANNIVERSARY ANFIGHT BATCH 8 . . Aleana Wulandari merupakan seorang photoholic sejak pertama kali ayahnya memberikan kamera sebagai hadiah ulang tahun yang keenam belas. Anak baru yang duduk di kursi bagian belakan...