Chapter 5 ▪ Malam dan Mimpi

11 9 4
                                    

Chapter ▪▪▪ Malam dan Mimpi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Chapter ▪▪▪ Malam dan Mimpi

Avizo POV

Tadi adalah malam yang sangat menyenangkan, aku dapat menghabiskan waktu bersama Liya, ayah, ibu, bahkan bersama orang tua Liya. Aku senang bisa mengenalnya. Ayah Liya adalah orang yang jahil, persis seperti Liya yang selalu pandai membalas rayuan rayuanku, namanya Paman Lei. Sedangkan istrinya adalah orang yang gampang tersipu, juga sangat ramah, namanya Bibi Ghia. Entahlah, sepertinya, kami akan menjadi keluarga jahil nantinya, lihat saja bagaimana perilaku ayah dan ibu, mereka adalah orang terjahil yang pernah aku temui, bahkan tega merusak suasana paling romantis antara anaknya dengan gadis kemarin. Sungguh menyebalkan. Semoga saja sifat itu tidak menurun padaku.

Aku belum perkenalan ya? Namaku Avizo Yandasa. Siswa pintar yang setahun lalu menemukan bidadarinya juga berhasil mendapat hatinya. Aku merupakan anak dari Istran Yandasa dan Almaya Sitra Yandasa. Dan kini berstatus calon suami Altharliya Svena Yandasa. Aku suka menamai Liya dengan marga yandasa, seolah olah, dia sudah menyematkan namaku di setiap bilik hatinya. Kurasa kalian sudah tau ciri ciriku, bermata biru kelam yang katanya meneduhkan, juga, rambutku yang klimis berwarna kelabu. Satu fakta yang harus kalian catat. Aku tampan. 😎

Sudahlah, aku tidak mau memperkenalkan diri lebih jauh, hanya Liya yang boleh mengenalku lebih jauh. Ngomong ngomong soal Liya, aku jadi teringat akan kalimatnya kemarin yang mana membawaku ke dalam suatu ingatan tidak jelas.

wajah ini lah yang akan ada di setiap kau merasa sedih maupun bahagia.

Nah, suara itu menghampiri lagi, tepat saat satu kelebat memori lewat. Tentang mimpi itu. Mimpi yang membuatku merasa terbebani. Seperti hari hari lalu, kemarin malam aku dapat menyingkirkan dan tidak memperlihatkan kegelisahanku. Ayah, ibu, teman teman, dan Liya adalah motivasiku untuk menyembunyikan hal ini.

Sebenarnya, aku berkali kali mimpi tentang pembunuhan. Tidak secara urut dan terus menerus, melainkan secara acak.

Mimpi itu menampakkan seorang suami yang membunuh istrinya sendiri. Bukannya aku berlagak tahu, aku hanya melihat sekilas tanpa melihat adegan pembunuhan. Tapi, bukankah tangan si pria yang menggenggam pisau penuh darah dengan baju bernoda merah sudah cukup menjelaskan situasinya? Bahkan wajah si pria pun terkena cipratan cairan merah kental tersebut. Si pria berdiri tepat di sebelah jasad sang wanita. Mengapa aku menyebut mereka pasangan suami istri? Karena cincin yang terpasang di jari manis kiri masing masing berbentuk sama. Entah apa yang...

Rilfer!

Avizo POV end

Pemuda itu memegangi kepala saat nama Rilfer kembali menghampiri memorinya. Sekian kejadian tiba tiba menghantam benaknya. Seolah olah perlu klarifikasi atas kejadian kejadian itu.

Mulai dari seruan nama Jenderal Rilfer, wajah prajurit yang kemarin melintas, dan kalimat Liya yang terasa deja vu. Avizo tidak tahu mengapa ada kelebat kejadian kejadian itu padahal ia tidak merasa melakukan atau menemui kejadian itu di hari harinya.

Avizo memejamkan mata. Mencoba meraih kembali fokusnya yang sempat hilang. Netra biru kelam yang teduh itu kembali terlihat.

Apa aku pernah melupakan sesuatu? Apa ayah dan ibu tau? Jika iya, apa mereka menyembunyikannya dariku?

Pemuda itu lelah berpikir. Ia beranjak dari kasur menuju meja belajar. Pikirannya menerawang jauh, manik teduhnya melihat langit malam di luar jendela. Ada yang berusaha ia cari, akar dari semua yang ia alami.

Jika dikata Avizo sangat bahagia dengan keadaannya saat ini, jawabannya sangat benar. Ia mengaku bahwa hari harinya sudah cukup luar biasa. Namun, ada sesuatu di hatinya yang seolah mengganjal setelah malam pertama ia bermimpi aneh itu. Avizo tidak tahu latar tempat dalam mimpinya, tetapi ia juga merasa tidak asing, seperti pernah kesana bahkan sudah berkali kali. Sampai sekarang, mimpi tersebut masih sering menghampiri. Dan kedua orang itu, rasanya Avizo sangat sedih saat melihat mereka dalam keadaan seperti itu, si suami yang membunuh istrinya sendiri.

Kelebat memori tentang wajah sang suami membuatnya sedikit pusing karena seolah olah sosok itu pernah mengatakan "Jaga dirimu" tepat di depan wajah Avizo. Tiba tiba, memorinya menyerukan suara anak kecil.

"Jaga dirimu juga, kapten!"

"Arrrgghh!!! Sialan!! Siapa mereka?!!" Pemuda itu mengacak rambut klimisnya frustasi. Ia tidak dapat menemukan jawaban apapun, seolah jalan keluarnya buntu, tidak ada jalan lain.

0oo0

See you

Kota YadgaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang