Chapter 8 ▪ Darah Pertama

18 6 2
                                    

Chapter 8 ▪▪▪ Darah Pertama

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Chapter 8 ▪▪▪ Darah Pertama

Sudah satu pekan Nazir pergi tanpa kabar. Vhinta terlihat sangat murung, ia selalu berada di sisi Nazir jika pemuda itu merasa sendiri, mungkin dirinya hanyalah sosok adik yang cerewet bagi Nazir, tetapi sosok beralis tebal itu adalah malaikat bagi Vhinta.

Di sisi lain, Jeyfir menjadi pribadi yang dingin. Ia tidak terlalu sering melontarkan candaan atau bahkan tertawa ringan. Jeyfir merasa bodoh karena kehilangan apa yang harusnya ia dapatkan. Pemuda tersebut kini terus berpikir dan mengabaikan hiburan-hiburan Avizo, Liya, Reo, bahkan Rea.

"Jey," panggil seseorang. Yang merasa terpanggil menolehkan wajah mendapati gadis pujaan hatinya menatap dengan senyum manis.

"Ya, Rea?" Si gadis mendekat dan duduk di samping Jeyfir, mereka berteduh di bawah pohon rindang belakang sekolah.

"Kau tidak takut sendirian disini?" Jeyfir menggeleng,

"Aku lebih takut jika kau berada dalam bahaya, Gefarea." Ia menjawab tanpa menoleh sedikit pun, matanya menampakkan kesedihan saat mengatakan kalimat tersebut.

"Apa aku boleh percaya jika nanti aku dalam bahaya, kau akan ada untuk menyelamatkanku?"

"Kurasa Reo akan lebih duluan menyelamatkanmu."

"Hm, apa itu berarti kau tidak ingin menyelamatkanku juga?"

"Bukan begitu ...." Jeyfir menoleh dan menangkup dagu Rea dengan tangan kanannya agar pandangan mereka sejajar. "Reo memang akan menyelamatkanmu, tetapi aku akan membunuh orang yang menyakitimu."

"Jey." Mereka masih berpandangan namun, tangan Jeyfir sudah tidak berada di dagu Rea. "Kau mau menemuiku di kolam ikan saat festival nanti?"

Jeyfir tersenyum manis, pandangannya lurus menatap mata Rea. Gadis pujaan hatinya itu masih menganggap hubungan diantara mereka hanyalah sahabat. Ada hati yang teriris saat mengingatnya. Tangan Jeyfir terulur mengusap lembut ujung kepala Rea.

"Aku menyukai sikapmu ini, Rea. Aku sangat menyukai perhatianmu yang selalu sukses membuat jantungku berdebar sangat kencang. Andai kau dan aku bisa bersama, andai kau juga mencintaiku, Gefarea Shyreen Szerla." Rea terkekeh dan beranjak berdiri, ia mengulurkan tangan yang langsung disahut.

"Jangan bercanda tentang itu. Kita sahabat, bukan? Ayo menyusul Reo dan teman teman di kantin, mereka menunggumu," ujar Rea, gadis itu berbalik dan berhenti melangkah saat Jeyfir berkata,

"Apa karena aku ini humoris, kau menganggap rasa cintaku ini sebagai bahan candaan?" Jeyfir merasa terluka, bukan karena Rea tidak membalas perasaannya, tetapi karena ia tau bahwa dirinya dengan gadis bermarga Reen itu tidak akan bersama.

"Aku selalu terluka, bahkan saat melontarkan rayuanku padamu, bukan karena kau tidak membalas perasaanku, melainkan karena aku tahu, kau tidak akan menjadi milikku, Rea. Aku tidak masalah jika harus membujang seumur hidup hanya untuk menjaga cintaku padamu. Asalkan, tempatkan namaku di setiap memori indahmu, itu sudah cukup. Kau tahu siapa aku, aku pun tahu siapa dirimu. Aku tahu kita tak akan bersama, kita saling menjaga dan tidak membocorkan rahasia masing masing. Aku percaya padamu, Rea. Aku sangat mencintai setiap jengkal bagian dari dirimu tanpa sedikit pun ingin dibalas, aku--"

Kota YadgaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang