14 "Bersakit-sakit kemudian (yahh)"

264 38 3
                                    

[]

Pagi itu kamar Sam cukup berisik karena pagi-pagi dia sudah karoke mendadak dengan speaker ponselnya menyenandungkan lagu Day6 berjudul Dance Dance. Di kamar sebelah, Lanang cuma bisa geleng-geleng tidak mengerti sembari tangannya sibuk menyisir rambut kecokelatannya lalu cowok itu mengambil jaket hitam yang digantung di kakstop, lantas mengenakannya sebelum keluar dari kamar dengan ransel yang sudah menempel di punggung tegapnya. Cowok itu membuka pintu kamar Adiknya dengan kasar lalu melihat Adik laki-lakinya yang sedang merapihkan rambut hitam legamnya sembari menyanyikan sebagian dari lagu Korea yang terasa asing di telinga Lanang.

"Heh! Berisik banget lo! Cepetan keluar terus sarapan!" omel Lanang pada Sam yang langsung mendelik jengkel lalu mematikan lagunya yang memang sudah selesai. Lantas cowok itu mengambil ransel-nya dan mengenakannya kemudian mengikuti Lanang keluar dari kamar.

"Kenapa sih, lo nggak pernah biarin gue bahagia sama dunia gue? Masih kesel lo?!" cecar Sam dengan langkah yang dipercepat demi melewati Lanang yang terlihat santai menekuri anak tangga.

Abangnya itu melirik dengan smirk menjengkelkan lalu menarik tali tas Sam agar cowok itu dapat berjalan di samping Adiknya. "Iya, gue nggak bakal biarin lo bahagia tanpa gue."

"Idih. Aneh banget lo," Sam mencibir jengkel. "Pasti lo sebenarnya lagi kesel soal skripsi lo, kan? Terus mencoba buat gue ikutan bad mood," tebaknya.

Lanang hampir mengumpat namun ketika melihat Ibu yang sedang menyiapkan makanan mereka, cowok itu jadi urung sendiri. "Tadi gue udah bilang, kalau mau bahagia itu bareng-bareng!"

"Ya, sejak kapan gue bahagia sendirian?!"

Ibu, yang sedang meletakkan piring untuk mereka sarapan pagi ini pun mendongak. "Kalian emang nggak bisa, ya, kalau pagi nggak berantem?" wanita itu menegur dengan tatapan lelahnya sebelum duduk di kursi utama. Membiarkan kedua anak laki-lakinya itu pun mengambil kursi masing-masing dengan tatapan masih saling mengirim sinyal bertengkar.

"Abang yang duluan, Bu! Tadi ganggu Sam di kamar!" Sam mengadu lebih dulu.

Lanang menoleh tidak setuju. "Loh, dia-nya aja Bu pagi-pagi udah berisik!"

"Heh, berisik apanya?! Gue cuma dengerin lagu!"

"Lagu lo itu berisik, Dek!"

Ibu cuma geleng-geleng kepala sebelum mengetuk meja tiga kali demi menghentikan pertengkaran tersebut, lantas keduanya sama-sama menunduk.

Kesal, Sam pun langsung dengan cepat menyendok nasi gorengnya namun lagi-lagi Lanang mengirimkan sinyal pertengkaran padanya karena Abangnya itu lebih dulu mengambil centong nasi dan menyendok nasi goreng sosis buatan Ibu pagi ini dengan senyum penuh kemenangan. Semakin sebal, Sam pun memilih menenggak susu cokelatnya lebih dulu sembari menunggu Lanang selesai menyendok sarapan.

"Oh, iya, Sam. Besok kamu jadi pergi sama Jihan?"

Pertanyaan Ibu membuat gerakan Sam dalam menyendok makanannya terhenti sebentar sebelum dia mengangguk dengan tersenyum kecil. "Jadi, Bu. Kenapa emang?"

Ibu terlihat nyegir lebar. "Itu, Ibu mau nitip makanan. Kamu pasti pulangnya bakal lewat Jalan Kenanga, kan? Nah, di sana ada soto langganan kita. Beliin itu ya?" wanita itu menatap penuh harap.

Sam hanya tertawa pelan lalu mengangguk, mengiyakan.

Sedangkan di hadapan mereka, ada Lanang yang sedang meremas sendoknya sebelum cowok itu batuk-batuk pelan untuk memecah obrolan dua orang tersebut. "Tapi kayaknya besok Sam nggak bisa pergi sama Jihan, Bu," ujar cowok penuh percaya diri.

Adiknya melotot. "Kenapa?!"

Lanang masih dengan senyum lebarnya selagi dia berujar. "Bu, sore nanti aku mau pergi sama anak kepanitiaan. Kita mau nginep 3 hari dua malam di Puncak sama temen-temen kepanitiaan ku, Bu, buat acara upgraeding," lantas tatapan Lanang beralih pada Sam yang masih menatap dirinya dengan penuh waspada. "Dek, besok bisa kan bersihin kandang 3 kucing gue?"

BrothersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang