10 "Liburan yang ditunggu (bagian 1)"

215 41 13
                                    

[]


Pukul enam pagi di kediaman Lanang dan Samudera, kedua cowok itu sibuk bersiap-siap untuk pergi ke stasiun. Di ruang keluarga, Ibu tengah merapihkan tas berisi pakaian anak-anaknya yang ternyata ditata tidak rapih. Semalam wanita itu baru pulang pukul 8 malam akibat adanya pesanan kue tradisional yang banyak sekali untuk sebuah acara, sehingga ketika pulang pun Ibu langsung istirahat dan membiarkan dua cowok itu menyiapkan keperluan mereka untuk liburan tanpa bantuan dirinya. Tetapi ketika wanita itu bangun dan melihat isi ransel kedua anaknya, Ibu menggelengkan kepala takjub.

Bagaimana bisa beliau membiarkan cowok-cowok ini menyiapkan baju sendiri padahal dia tahu bahwa baik Lanang atau pun Samudera, mereka berdua tidak akan bisa diandalkan dalam melipat baju! Sewaktu disuruh melipat pakaian kering saja, semua lipatan-nya terlihat asal-asalan membuat Ibu tidak lagi menyuruh mereka melipat pakaian. Bisa-bisa Ibu migrain kalau melihat pekerjaan keduanya yang tidak pernah becus.

"Buuu, kok minyak wangi aku nggak ada, ya?"

Panggilan Lanang dari kamarnya membuat Ibu yang baru saja selesai merapihkan tas milik Sam pun mendongak ke lantai 2. "Loh, dua hari lalu kan minyak wanginya abis! Jadi Ibu buang lah," sahut wanita itu sembari mengingat kembali minya wangi milik Lanang yang dua hari lalu Ibu buang soalnya laki-laki itu bilang bahwa minyak wanginya sudah habis.

"Oh, iya! Lanang lupa beli lagi. Dekkk!"

Ibu cuma geleng-geleng ketika laki-laki itu keluar hanya dengan celana boxer dan bertelanjang dada lalu masuk ke kamar adiknya. Padahal Sam sedang di kamar mandi, dan cowok itu dengan santai menyatakan. "Bagi minyak wangi lo, ya!"

"Ck, jangan banyak-banyak!"

"Bodo!"

Ibu menghela napas panjang. Penat sekali kalau sudah mendengar ocehan dua anaknya itu di pagi hari.

Tepat pada pukul 7 pagi, dua orang itu sudah duduk di meja makan dan sedang menyantap nasi uduk yang Ibu belikan tidak jauh dari rumah mereka. Wanita itu menatap dua anaknya gemas.

"Kalian di sana jangan macem-macem, ya! Inget loh, ke sana tuh kalian bawa 4 cewek," ucap Ibu memperingati. Empat cewek yang dimaksud Ibu adalah keempat teman Sam—Jihan, Lia, Erina dan Salsa. Wanita itu melirik Lanang yang sedang memotong semur tahunya. "Nang, benar kan sepupunya Yugi bakal nemenin kalian di sana? Cewek, ya?"

Laki-laki itu mendongak lalu mengangguk. "Iya, Bu. Cewek. Kenapa emang?"

"Ya, gapapa. Kali aja kamu demen."

Sam melirik laki-laki di sampingnya sembari terkekeh. "Ciee, jadi sepupunya Mas Yugi yang mau dijodohin ke elo, Bang," ledeknya, membuat Lanang menghentikan gerakannya dalam menyendok nasi, lalu menarik hidup Sam gemas.

"Diem!"

"Eh, pas ke Bromonya tolong video-in sunrise-nya, ya. Ibu pengin liat sunrise di Bromo," ucap Ibu sembari menuangkan air untuk dua anaknya itu. Wanita itu menyanggah dagunya dengan telapak tangan, senyumnya begitu lebar dan senang. "Kalian harus saling jaga, ya. Di sana jangan lupa makan yang benar, jangan lupa ibadah! Awas kalau kalian lupain kewajiban kalian."

"Iya Buu."

Sahut mereka bersamaan. Lima menit setelahnya, dari luar rumah sudah terdengar sahutan dari Brian dan Yugi yang berisik sekali. Mereka akan ke stasiun dengan diantar oleh mobil keluarga Brian dan keluarga Heri. Karena mereka pergi dengan rombongan cukup banyak, satu mobil saja tidak akan cukup untuk menampung 11 orang.

BrothersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang