03 "Siasat menipu abang yang tidak akan berhasil"

425 72 36
                                    

Kali ini, Sam tidak bersama ketiga temannya saat istirahat kedua. Selepas salat zuhur, cowok itu segera mendatangi kelas Jihan dan bertemu gadis itu untuk mengajaknya mengobrol. Setidaknya kalau sedang di sekolah seperti itu, menemui Jihan itu semudah menghitung trigonometri. Rasanya menyenangkan dan mengasyikan. Apalagi mereka berdua kalau sudah saling bercerita, pasti orang seberisik Arif--teman sekelas Sam yang random banget--bakalan lewat. Sam dan Jihan nggak peduli kalaupun meteor jatuh di depan sekolah mereka.

Karena waktu mereka saling bercerita seperti ini adalah hal yang paling menyenangkan.

"Lo tahu, nggak, soal adik baru gue itu?" tanya Jihan pada Sam yang sedang menyeruput jus jambu miliknya yang dia beli di kantin bersamaan dengan jus alpukat untuk Jihan.

Sam mengangguk. "Ishak kenapa?" Sam malah balas ternyata.

"Lo tahu kan kalau dia tuh polos banget, mana dari pedalaman gitu, kan. Nah, di rumah tuh kamar mandinya ada air hangat sama dingin. Dia nggak tahu kalau itu air hangat, jadi dia pencet dan langsung teriak kaget gegara kepanasan. Ayah sama gue ketawa ngeliat dia sedih gitu. Lucu banget," cerita Jihan seraya mengingat-ingat kejadian saat Ishak yang ingin mandi namun keburu kaget akibat air yang harusnya dingin berubah jadi panas layaknya air panas di gunung dekat rumahnya dulu.

Sam ikut tertawa. "Lagian lo udah tahu Ishak masih banyak harus belajar, tapi malah dibiarin sendiri."

"Dia kan udah gede, Sam. Jadi gue mana tahu kalo dia juga nggak tau gituan," balas Jihan lalu tertawa lagi. "Lo sendiri, gimana sama Bang Lanang? Marah banget pasti?" cewek bermata kucing itu menatap Sam penuh selidik. Membuat sosok yang ditatap itu pun agak salah tingkah lalu mengangguk dengan pipi memerah.

"Ya, gitu. Capek anjir lama-lama," Sam menghela napas. "Gue tahu kalo gue anak bontot. Tapi yang bikin gue nggak ngerti, kenapa dia semakin aneh gini semenjak Ayah meninggal? Kayak ada suatu perjanjian antara dia sama Ayah yang nggak gue ketahuin," entah kenapa, mood Sam menjadi agak kurang baik kalau mengingat Lanang lagi.

Tepukan hangat di pipinya membuat Sam menoleh dan menemukan Jihan yang sedang tersenyum lebar hingga matanya semakin menyipit seperti kucing yang minta dipeluk. "Mungkin, dia cuma pengin ngejaga lo doang. Kata lo, waktu kecelakaan Ayah lo itu, lo juga bareng sama Ayah lo, kan?"

Sam mengangguk.

"Dia cuma nggak mau kehilangan lagi, Sam," ujar cewek manis itu.

Mereka saling terdiam dengan posisi yang sama. Kemudian saat Sam sadar bahwa nggak perlu menunggu waktu pulang sekolah, cowok itu bisa saja menyatakan perasaannya sekarang kan? Semuanya sudah pas. Dia nggak perlu menunggu lagi. Dia nggak harus izin pada Abangnya. Toh, Ibu juga sudah memberikan Sam lampu hijau untuk memiliki pacar. Jadi Sam harus menunggu apa lagi?

"Gue suka sama lo, Ji. Lo mau jadi pacar gue?"

***

Seperti yang sudah direncanakan, saat pulang sekolah Sam sudah meminta izin pada sang Kakak untuk kerja kelompok. Awalnya Lanang benar-benar nggak percaya. Namun begitu sosok cowok menyebalkan itu datang dan menemukan Sam, Zidan, Heri dan Felix duduk melingkar di kursi kantin. Lanang menghela napas kesal lalu berakhir duduk di dekat mereka sambil memakan kwetiau goreng.

Demi apapun, padahal Sam niatnya mau mengajak Jihan pulang habis kebohongan sialan ini!

"B-bang, kok lo nggak pulang? Atau kampus lagi, gitu? Biasanya abis nganter gue pulang, lo balik ke kampus buat rapat atau main," tanya Sam sembari berpura-pura menyelesaikan soal latihan Sejarah bersama ketiga sahabatnya yang sudah muak dengan kebohongan mereka.

Lanang menoleh dengan mulut penuh dan tatapan bodo amatnya. "Nanti."

"Nantinya kapan?" sahut Felix nggak sabaran.

BrothersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang