04 "keinginan membawa motor sendiri!"

356 61 23
                                    

Manusia selalu memiliki batas keletihan mereka dalam mengatasi sesuatu. Biasanya jika mereka sudah letih sekali, mereka akan istirahat cukup panjang hingga bangun kembali dengan tubuh yang lebih segar dan besemangat. Tetapi untuk Samudera yang juga mengalami keletihan, dia berusaha mencari salah satu cara untuk mengatasi keletihan dan kesabarannya dalam menghadapi Kakaknya yang selalu minta diruqyah saking menyebalkannya. Pagi ini harusnya Sam bisa menyelinap keluar dari rumah lebih cepat dari sebelumnya untuk menghindari Lanang lalu mengeluarkan motor pemberian Ayah yang berakhir menjadi kendaraan Ibu jika ingin pergi menemui temannya, untuk dapat dia kendarai menjemput Jihan agar mereka bisa berangkat sekolah bersama.

Meskipun Jihan tidak pernah merasa keberatan bila Sam tidak dapat mengantar jemputnya ke sekolah karena bagi gadis itu, mengantar hingga menjemputnya bukanlah sebuah tugas penting ketika mereka pacaran. Namun tetap saja Sam ingin satu hari bisa pergi ke sekolah bersama gadis kesayangannya itu, lalu pulang sekolah bersama sampai mampir ke tukang bakso langganan Sam dan mereka bersenda gurau hingga senja tiba.

Tetapi lagi dan lagi, Sam baru saja mengeluarkan motor dari bagasinya, sosok Lanang yang hanya mengenakan celana boxer bergambar Naruto serta kaus putih polos dan rambut acak-acakan menunggu di depan bagasi sembari bertolak pinggang. Laki-laki itu mengambil kunci motor Sam dengan paksa.

"Ngapain? Lo berangkat bareng gue," cowok itu segera berjalan menaiki tangga lalu memasuki rumahnya dimana Ibu hanya dapat menggelengkan kepala saat melihat anak bungsunya itu sudah cemberut sebal.

Dengan perasaan dongkol, cowok itu pun menyusul Abangnya lalu melakukan protesnya. "Bang, gue udah punya pacar! Mau dikata apa gue sama temen, temen, sekolah pas liat kalau gue masih diantar jemput Abangnya dan gak bareng pacar sendiri. Malu anjir!"

Lanang menoleh dengan tatapan mengejek. "Ini hidup lo, ngapain mikirin kata, kata,  orang lain?"

Balasan Lanang yang terdengar masuk akal, membuat Sam terdiam sesaat sebelum kembali menyahut. "Ya, tetep aja! Bang, gue cuma minta waktu sehari buat pergi bareng Jihan, apa susahnya, sih?"

"Pokokoknya kalau gue bilang nggak, ya nggak! Ngeyel banget anjir," laki-laki bersurai hitam dan acak-acakan itu pun menaiki tangga lalu masuk ke dalam kamarnya untuk kembali bersiap-siap.

Sementara Sam menggerutu di meja makan dan Ibu hanya bisa mengusap bahu anak laki-laki bungsunya agar menuruti Abangnya. Ibu memang tidak begitu setuju soal apa yang dilakukan Lanang pada Sam, namun wanita itu tidak punya pilihan selain mengiyakan saja karena dirinya punya alasan untuk itu. Untuk mengiyakan segala aturan yang dibuat Lanang demi kebaikan Sam yang bahkan tidak diketahui oleh lelaki 16 tahun itu.

Masih dengan perasaan kesalnya, cowok itu bahkan menatap ketiga kucing Lanang jengkel saat tiga kucing beraneka warna itu mengeong keras dan sesekali bermain di kakinya yang hanya dibalut oleh kaus kaki putih semata kaki.

Lanang pun keluar dari kamar dengan pakaian santai untuk kuliah lalu memanggil ketiga kucingnya penuh sayang untuk diberi makan, sebelum duduk di kursi yang berhadapan dengan sang adik yang memasang wajah muramnya.

"Apa, lo? Mau nangis, ya?  Cengeng."

"Bacot an--"

"Adek!" Ibu langsung memperingati. Kemudian duduk di kursinya setelah meletakkan nasi uduk untuk Lanang dan Sam karena beliau sedang tidak ingin membuat sarapan pagi ini. "Kamu kalau marah jangan ngomong kasar, dong," ucap wanita itu.

Diam-diam Lanang menahan senyumnya sebelum Ibu melirik ke arah laki-laki itu dengan kesal. "Kamu juga, Nang! Ibu tahu kalau kamu juga suka ngomong kayak gitu," ujarnya.

Cowok itu mencebik sembari terus mengunyah nasi uduknya.

"Lagian Abang selalu bikin aku kesal,  Bu. Kalau aja Abang baik, pasti aku juga balesnya baik, kok!" sahut Sam demi membela dirinya.

BrothersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang