21 "Rasa Curiga"

196 31 6
                                    

Setiap manusia selalu punya perasaan cemas masing-masing, yang bahkan kadang tidak dapat mereka identifikasikan mengapa mereka bisa secemas itu. Perasaan cemas yang mula-mula berusaha diabaikan pun akhirnya semakin menyebar luas ke seluruh nadi hingga akhirnya emosi dapat tidak terkontrol sampai sulit tidur. Entah apa alasannya, rasa cemas itu memang bisa datang tanpa kita sadari. Lalu sekarang perasaan cemas tersebut tengah menyerang si cowok bermata bulat yang kini berusaha mengalihkan rasa cemasnya dengan menyelesaikan bab hasil pembahasan meskipun pada akhirnya hanya berakhir di kalimat pertama.

Dia tidak tahu mengapa dia perlu cemas, padahal Sam bahkan terlihat baik-baik saja. Atau ini karena hari peringatan kematian Ayahnya tinggal beberapa hari lagi? Entahlah, Lanang hanya mencoba menebak apakah ini karena hari peringatan kematian Ayah atau ini karena tugas akhir kuliah.

Cowok itu membuka laci meja belajarnya, mengeluarkan secarik kertas yang sudah usang dengan sebuah foto keluarga berupa dua orang dewasa dimana sang perempuan memeluk bayi laki-laki sekitar berusia 8 bulan dan si laki-laki tersenyum lebar sambil satu tangannya memeluk si perempuan. Foto itu mungkin diambil sekitar 20 tahun lalu, namun fisiknya yang usang tidak membuat wajah dua orang dewasa itu mengabur.

"Bang Lanang."

Panggilan dari Adiknya membuat Lanang segera memasukkan kembali foto tersebut serta secarik kertas yang sudah menguning ke dalam laci, sebelum kemudian menoleh pada si Adik. "Kenapa?"

Melihat wajah muram Lanang, Sam merasa semakin penasaran akan apa yang tengah Abangnya pikirkan. Dia kemarin berpikir bahwa Lanang mungkin cemas karena Adiknya menjadi pusat perhatian di tengah teman kuliahnya, tetapi setelah pulang pun Sam mulai sadar bahwa kecemasan dan kekhawatiran Abangnya itu benar-benar aneh dan tidak teridentifikasi oleh radarnya. Cowok itu mengela napas lalu mengambil duduk di pinggiran kasur si Abang sembari tangannya kini mulai mengelus si kucing berbulu cokelat putih yang tengah meringkuk di kasur.

"Lo aneh banget akhir-akhir ini," ucap cowok itu cepat. Ujung matanya melirik Lanang yang sudah melupakan skripsinya dimana tab microsoft word masih terbuka lebar dan hanya menampilkan lembaran yang nyaris kosong karena hanya ada satu kalimat di sana beserta tulisan bab dan sub bab. "Cewek, ya?"

"Apaan?" Lanang terdengar sewot ketika mendengar pertanyaan asal Adiknya itu. "Lo mending keluar kalau cuma mau nanya percintaan gue, Dek," katanya sembari berbalik ke arah laptopnya hanya untuk menyimpan file skripsinya dan mematikan laptop.

Sam mencebikkan bibir lalu kembali menatap si Abang yang kini mulai berdiri lalu ikut duduk di pinggiran sofa seraya merebut kucingnya dari mainan Sam. "Terus apaan? Yah, anggap aja kalau Adek lo yang ganteng ini khawatir, Bang," ucap cowok itu dengan nada agak percaya diri, mencoba mengikuti gaya bicara Lanang yang kadang terlalu percaya diri sampai-sampai membuat Sam eneg.

Mendengar ucapan Adiknya, jelas Lanang langsung tergelak hingga membangunkan kucingnya yang tadi ketika diangkat ke pangkuannya cuma bergerak tidak nyaman sebentar, lalu kucing tersebut langsung melompat untuk bergabung dengan dua kucing lainnya yang tengah bermain bola karet. "Lo bisa khawatir, emang?"

"Ya, bisa dong! Masa ke Abang sendiri gak khawatir?" Sam menaikkan sudut bibir-nya.

Lanang kini terkekeh. "Iya, deh. Serah lo, biar seneng," cowok itu langsung merebahkan tubuhnya ke kasur. Matanya menatap langit-langit kamar yang berwarna abu-abu lalu kembali berujar. "Lo mau dengar sebuah cerita?"

Sam tampak tertarik lalu membalas. "Cerita apa? Asal bukan cerita dongeng anak kecil, mah, gue dengerin," cowok itu diam sesaat sebelum menatap Abangnya jahil. "Wah, beneran cewek?"

BrothersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang