02 "Oh, andai saja membunuh teman itu halal"

552 82 17
                                    

Sam benar-benar nggak habis pikir kalau Felix yang membocorkan semuanya sehingga kejadian ini kembali terulang. Padahal niat Sam sudah bulat untuk menembak Jihan meskipun cowok itu tahu kalau dia masih belum sehebat itu dalam mendapatkan hati perempuan. Apalagi perempuan nan hits dan cantik seperti Jihan yang jadi idaman banyak cowok di sekolah--dari adik kelas sampai kakak kelas. Sam juga lumayan jadi idaman karena wajahnya yang manis seperti puppy serta suaranya yang sangat adem kayak ubin masjid.

Tapi tetap saja cowok seidaman kayak Sam juga pasti insecure semisal mengingat bagaimana terkenalnya Jihan.

Sekarang mereka berada di salah satu restoran All You Can Eat dimana Mas Bri bakalan traktir mereka makan. Sam sejak tadi cuma bisa murung dengan wajah tertekuk dan fokus bermain ponsel. Di sampingnya ada Felix yang berusaha membujuk cowok itu dengan membawakan beberapa daging kesukaan Sam seperti daging barbeque yang biasanya Sam ambil dalam jumlah banyak dan dihabiskan dengan cepat.

"Sam, sorry. I don't know if my brother call you're brother for this. Serius, jangan marah, ya?" cowok bersuara berat itu menatap Sam dengan tatapan memohon yang mau nggak mau membuat cowok yang tadinya berubah dingin itu mulai perlahan menghangat.

Lanang yang duduk di meja lain namun berdampingan dengan meja Sam bersama teman-temannya itu pun datang dengan membawakan sepiring ayam goreng tepung yang dipotong kecil-kecil beserta nasi. "Makan yang banyak, nanti maagh lo kambuh," kata cowok itu lalu mengambilkan minuman berupa jus jeruk untuk Sam.

Sam mendengus keras. "Dibilangin kalo gue lagi sama temen gue, bisa nggak sih jangan kayak gini, Bang? Gue udah gede!" protes cowok itu dengan suara yang cukup keras.

Ketujuh temannya menatap Sam kaget, sedangkan Lanang malah tersenyum geli. "Kalo lo adek gue, ya lo masih kecil, lah," kata cowok berwajah datar itu seraya menampilkan smirk lalu mengusap kepala adiknya kemudian kembali ke tempat dimana Brian sedang menertawakannya.

Setelah Lanang pergi, mood Sam kembali buruk. Dia benar-benar nggak bisa sehari saja buat bebas dari Lanang. Apa cowok itu harus menunggu sampai Sam lulus sekolah dan masuk kuliah? Tapi Sam bahkan nggak yakin semisal dia bakalan bebas meskipun sudah menjadi mahasiswa.

"Udah, sih, Sam. Gue juga sering dimanjain Mas Bri. Lo nggak perlu semarah ini, lah," kata Felix lagi, kini dengan sedikit nada menasehati. Bagaimana pun Felix juga agak aneh kalau melihat Sam yang sangat marah bila sang Kakak menunjukan rasa sayangnya. Meskipun emang dimanjain itu ada nggak enaknya, tapi kalau itu buat kebaikan kita, bagaimana lagi?

Sam meliriknya. "Tapi itu orang udah kelewatan. Semua kegiatan gue dibatesin. Nggak boleh bawa motor, kalo main harus pulang sebelum jam 9 malem. Tahu nggak sih rasanya lo tuh kayak anak perawan, padahal lo itu seorang cowok tulen. Kagak enak, anjir," Sam menggerutu.

Zidan tertawa kecil. "Ya, coba sabar aja dulu. Kali aja pas kuliah, lo mulai dibebasin, kan?"

"Kok kayaknya gue nggak yakin, ya?" balas Salsa cepat saat Zidan mengatakan hal tersebut. Dari pandangan cewek itu, Lanang seperti seorang Kakak yang menjaga barang yang sangat berharga. Karena barang itu sangat berharga, Lanang pasti nggak akan membebaskannya dengan semudah membalikan telapak tangan. "Menurut gue, meskipun udah kuliah pun, belum tentu Sam dapat kebebasan sepenuhnya. Pasti masih ada yang dilarang dikit, dikit," lanjut cewek itu cepat saat menyadari ketujuh temannya menatap Salsa penasaran.

Lia mengangguk. "Gue setuju," cewek berwajah jutek itu menatap Sam sambil memajukan wajahnya. "Gini, deh. Coba lo sekali aja buktiin satu hal biar Bang Lanang bebasin lo dikit gitu," katanya dengan nada berbisik.

Heri yang tadi sibuk membalas pesan pun menoleh cepat seraya menyahut. "Udah pernah dia, sekali. Tapi gagal," katanya untuk menjawab pernyataan Lia barusan.

BrothersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang