09 "Induk mengikuti anaknya"

210 47 9
                                    

[]

Pagi itu Sam sudah duduk di meja makan pada pukul 6 kurang 15 menit. Cowok itu sedang menatap ke arah dapur dimana Ibunya tengah membuat nasi goreng yang baunya tercium dan membuat perutnya bergemuruh. Matanya melirik ke arah anak tangga ketika mendengar langkah kaki terburu-buru lalu sosok cowok yang mengenakan kaus polo putih polos dengan celana khaki berwarna cokelat gelap, duduk di depannya sembari meletakkan ransel hitam berisi laptop.

"Muka lo kusut banget, Bang."

Tegur Sam dengan matanya yang meneliti penampilan cowok itu yang kacau sekali. Sam tahu bahwa Lanang sudah mendekati akhir kuliahnya, tetapi cowok itu bahkan masih saja sibuk dengan organisasi dan kegiatannya sampai-sampai Sam nggak pernah mendengar tentang skripsi orang ini. Sebenarnya Sam nggak peduli, Ibunya juga bukan tipe orangtua yang banyak menuntut. Ibu cuma berkata bahwa baik Lanang atau pun Sam hanya perlu menjalani segala kegiatan studinya sampai selesai dengan nilai yang baik—terutama untuk Lanang yang tidak perlu terburu-buru dalam menyelesaikan tugas akhirnya.

"Gue dapet tugas tambahan gara-gara nggak ikut kuis dua hari lalu. Mana semalem baru balik jam 9 malem," ucapnya lalu bola mata cowok itu yang jadi sayu langsung terbuka lebar ketika Ibu meletakkan piring berisi nasi goreng sosis kesukaan lelaki itu. "Wah, liat nasi goreng bikin semangat nih," dengan lahap, Lanang langsung memakan nasi gorengnya.

Sam cuma terkekeh dan memulai sarapannya pagi ini lebih tenang dari sebelumnya. Hari ini Sam tidak berniat mengeluh pada Abangnya mengenai apakah dia boleh membawa motor atau apakah nanti Lanang tidak usah menjemputnya. Cowok itu memikirkan rencana liburan untuk minggu depan, sehingga perasaan kesal Sam pada Lanang dan sikap protektifnya untuk sementara seakan memudar.

Cowok itu bahkan begitu anteng ketika harus berangkat bersama Abangnya. Tidak ada gerutuan atau umpatan karena Abangnya tidak membiarkan dirinya membawa motor. Lanang mungkin menyadari sikap Sam yang cukup tenang pagi ini, namun Abangnya itu agak tidak peduli bahkan ketika motor cowok itu berhenti di depan gerbang sekolah Sam yang terbuka lebar serta beberapa siswa berjalan masuk.

"Eh, tunggu Sam!"

Sam menoleh pada Abangnya yang tengah merogoh kantung celananya sebelum mengeluarkan permen milkita rasa melon. "Nih, biar semangat belajarnya!"

Melihat permen itu, Sam hanya mendengus namun tak urung dia pun tersenyum. "Tumben lo."

"Elo yang tumben, Dek."

Salah satu alis Sam terangkat. "Kenapa?" dia bertanya seolah-olah dia tidak tahu. Tapi sebenarnya Sam sangat tahu alasan mengapa cowok itu begitu tenang hari ini. "Oh, iya, nanti gue ada ekskul! Meskipun Pak Suki belum bisa hadir, tapi beliau nyuruh gue dan yang lainnya buat mulai latihan."

"Oke. Berarti jemput jam 5, ya?"

Sam menekuk bibirnya. "Bang, sekalii aja. Ya, ya? Jihan ngajakin beli kado buat Adeknya, Ishak. Besok dia ulang tahun," rajuk cowok itu. Mengingat pesan Jihan semalam. Gadis itu bercerita soal ulang tahun Ishak hari Sabtu ini dan dia berniat membeli kado sepulang dari ekskul. Sebenarnya Jihan cuma berniat untuk izin pada Sam karena gadis itu akan pergi dengan Lia, Salsa, dan Erina untuk membeli kado.

Tetapi Sam sejak semalam berpikir bagaimana caranya agar dia dapat menjadi orang yang mengantar Jihan untuk membeli kado? Lagipula, sudah dua minggu mereka tidak dapat kencan.

"Gak."

"Yailah, Bangg. Cuma satu hari ini doang, loh. Gue nggak bakal pulang jam 9 lebih, Bang!"

Sosok laki-laki berambut kecokelatan dengan mata bulat berbinar di depannya mendengus. Dia sebenarnya tidak mau mengijinkan, tetapi Lanang sangar tahu bahwa Sam bisa melakukan segala cara untuk dapat izin. Sebelum cowok itu sempat membalas, Sam sudah mendahului untuk mengajaknya berbicara.

BrothersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang