2 - Tuan Putri

55 18 0
                                    

Ghassani termenung di ranjang rumah sakit, ditemani Teo yang tertidur di sampingnya.

'Apa aku terbawa ke dimensi lain?'
'Dimana sebenarnya ini?'
'Mengapa aku bisa disini?'
'Siapa orang-orang ini?'
'Dia benar-benar ayah? Atau mungkin dia hantu?'
'Apa aku sedang di alam lain sekarang?'
'Aku di dunia hantu?'

Berbagai pertanyaan terus melintasi pikirannya. Lalu kemudian terlintas sesuatu yang menurutnya tidak mungkin.

"Aku sudah mati?!"

Teriaknya terbangun lalu menutup mulut. Teo yang terkejut bangun dari tidurnya, lalu mencubit Ghassani kuat-kuat.

"Ash! Sakit!"

"Kau belum mati, bodoh!" Umpat Teo lalu melanjutkan tidurnya. Sedang Ghassani mengusap-usap pipinya yang terasa panas itu.

'Sepertinya di dimensi ini aku sangat dekat dengannya. Rasanya sangat canggung...'

Ghassani memandang lekat Teo. Ingin menyingkirkan rambut yang menghalangi mata Teo, namun segera ia urungkan niatnya itu. Jantungnya berdegup kencang. Namun ini hal biasa. Setiap ia berusaha dekat dengan seorang lelaki, jantungnya selalu berdegup tak karuan. Karena itu Ghassani selalu merasa bingung dengan laki-laki yang dia sukai.

Kali ini Ghassani menyukai Teo ataukah tidak? Bahkan Ghassani sendiri pun tak mengetahuinya. Ghassani pun kembali berbaring dengan posisi miring menghadap Teo.

***

"Selamat datang di rumah!!!" Teriak Zayyan, laki-laki yang mengaku kakak dari Ghassani. Mereka baru sampai gerbang, namun berhasil membuat Ghassani terbelalak kaget.

"Ini seperti istana!" Ghassani sungguh akan menikmati hidupnya mulai saat ini. Meski ia belum yakin masih hidup atau tidak.

Saat memasuki gerbang, nampak begitu banyak pelayan membungkuk hormat pada satu keluarga itu. Zayyan berusaha tampil cool, mengenakan kacamata hitam yang entah ia dapat dari mana.

***

Seorang wanita menyambut Ghassani penuh hangat tepat di depan pintu istana.

"Tuan putri, anda sudah benar benar pulih?"

Wanita itu kemudian membungkuk. Tampak senyum kebahagiaan menyelimutinya.

'Sepertinya dia sangat dekat denganku. Apa dia ibunya Teo, pengasuhku yang dibilang Kyra?'

Ghassani kemudian memeluk wanita itu tanpa pikir panjang.

"Jadi kau masih mengingat saya?"

"Aaah... Entahlah. Saya hanya merasa anda dekat dengan saya."

Wanita itu melirik pada ayah dan ibu Ghassani. Ibu Ghassani menganggukan kepalanya, mengerti maksud sang wanita.

Wanita itu menutup mulut. Sebelumnya ia telah mendapat kabar dari Zayyan jika Ghassani mengalami gangguan ingatan.

"Saya pengasuh anda sejak masih bayi, tuan putri. Pangeran Zayyan dan Putri Danita pun mempunyai pengasuh mereka masing-masing. Tuan putri biasanya memanggil saya 'mama'."

"Mama?"

"Iya. Kakak menganggap bibi seperti ibu kedua. Karena ibu dan ayah sangat sibuk mengurus kerajaan, jadi mereka hanya punya sedikit waktu intuk kita. Alhasil kita lebih banyak menghabiskan waktu dengan bibi." Jelas Danita.

"Berarti, bibi... Aaaa maksudku mama ini ibunya Teo?"

Mama mengangguk.

"Teo saat ini sedang ada pemotretan, jadi tidak bisa menyambut tuan putri."

Ghassani mengangguk mengerti. Kemudian, mama menuntunnya masuk ke dalam.

"Mari."

***

Ghassani terkagum. Satu ruangan ini, apa benar hanya untuknya?

'Bahkan ini seperti 5 kali lipat ukuran kamarku sebelumnya.'
Gumamnya dalam hati.

"Sepertinya kamu sangat menyukai kamarmu. Padahal semuanya masih sama."

Tiba-tiba saja ayah berada di depan pintu. Ghassani berbalik, lalu segera berlari memeluknya.

"Hei, putri ayah ini kenapa?"

"Aku rindu ayah." Ghassani mengeratkan pelukannya, menangis.

"Ibu? Mama? Danita? Zayyan? Teo? Kau tidak merindukan mereka juga?"

"Aku juga rindu mereka."

Sang ayah mengelus lembut helaian rambut Ghassani, lalu mengecup puncak kepalanya.

"Jika sudah siap, kamu bisa katakan apa yang terjadi sebelumnya pada ayah dan ibu. Atau mungkin kamu bisa ceritakan dulu pada mama. Ayah tinggal dulu kamu dengan mama, ya."

Ayah dan anak tersebut pun saling melepaskan pelukan masing-masing.

***

"Mama, bagaimana jika sebenarnya aku bukan Ghassani yang semua orang disini tau?"

Saat ini mama telah selesai merapikan pakaian Ghassani. Mereka kini terduduk di sofa mewah yang terletak di pinggir ranjang.

"Kalau begitu, mama harus bertanggung jawab mencari putri Ghassani yang sesungguhnya."

"Kenapa mama? Bukankah aku sendiri yang harus bertanggung jawab mencarinya?"

"Itu benar juga. Tapi mama sudah diberi tanggung jawab oleh yang mulia raja dan ratu untuk mengurus dan melindungi tuan putri."

"Kalau begitu, mari kita mencari putri Ghassani yang asli bersama!"

Mama mengira Ghassani bersemangat untuk mengembalikan ingatannya, sehingga ia hanya mengangguk tersenyum.


- MY UNIVERSE -


My UniverseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang