10 - Hilang Ingatan

20 11 1
                                    

"Kau dipanggil ke ruang guru, putri." Ucap seorang siswa laki-laki yang baru datang ke kelas. Ghassani yang sudah mengerti pada julukan 'tuan putri' pun segera pergi menuju ruang guru. Meski sebenarnya ia risih dipanggil begitu.

Ghassani berhenti di depan pintu kelas.

"Ya ampun, aku tidak tau dimana ruang guru." Ghassani menepuk jidatnya agak keras. Ia kemudian kembali ke dalam dan meminta Kyra untuk mengantarnya.

"Kyra, tolong antarkan aku ke ruang guru, ya."

"Iya."

Kyra hendak bangkit dari duduknya. Namun tiba-tiba Teo juga berdiri.

"Biar aku saja." Ucap Teo. Ia pun menghampiri Ghassani.

"Ikut aku." Ghassani menurut dan berjalan di belakang pria itu. Sementara Kyra memperhatikan mereka berdua yang mulai berlalu.

Perjalanan menuju ruang guru ditemani keheningan antara keduanya. Ruang guru lumayan jauh dari kelas.. Tentu saja. Kelas mereka berada di lantai 3. Sedangkan ruang guru berada di lantai paling bawah.

Saat tiba di tangga menuju lantai 2, Teo menghentikan langkahnya. Ia berbalik memandang Ghassani.

"Bicaralah! Semua orang akan menganggapmu aneh jika kau seperti ini."

Kening Ghassani mengerut.

"Ini aku bicara."

"Kau benar-benar tidak ingat apapun ternyata. Bahkan kau tidak mengingat dirimu sendiri." Teo tersenyum miring, lalu kembali melanjutkan langkahnya.

Ghassani mengejar Teo, mensejajarkan langkahnya dengan pria itu.

"Memangnya dulu aku seperti apa?"

"Kau sangat cerewet."

"Aku? Cerewet?"

"Kau juga pintar. Dan cantik."

Teo memelankan suaranya di kalimat terakhir sambil berdehem.

"Apa yang terakhir kau katakan? Aku tidak bisa mendengarnya."

"Kubilang kau pintar."

"Bukan itu. Yang terakhir tadi."

"Ck, tidak penting."

"Haih, sudahlah."

Hening sesaat. Ghassani kembali berbicara,

"Jika dulu aku memang gadis yang cerewet, bagaimana kalau aku jadi gadis yang ramah dan pendiam mulai sekarang?"

"Tidak buruk. Telingaku juga tidak akan merasa panas lagi mendengar ocehanmu. Tapi mungkin orang lain akan merasa aneh dan menjadikanmu bahan gibah."

"Tak apa. Aku ingin membawa perubahan baik pada diriku sendiri."

Ghassani tersenyum. Keduanya mengobrol sambil berjalan, hingga tibalah mereka di depan pintu masuk ruang guru.

"Sana masuk. Aku akan menunggumu disini." Perintah Teo.

Ghassani menjawab, "Tidak perlu menungguku. Sana kau duluan saja ke kelas keburu masuk. Aku masih ingat jalannya, kok."

"Baiklah." Teo pun berbalik, berjalan menuju kelasnya.

Ghassani pikir Teo akan mengatakan hal lain. Misalnya, "Tidak, aku akan tetap menunggumu disini." Tapi.... Ah sudahlah.

Ghassani masuk ke dalam ruang guru. Ia disambut oleh guru-guru disana. Mereka seketika bangun dari duduk, lalu menundukkan badan mereka pada Ghassani. Jadi begini rasanya menjadi seorang putri. Dihormati meski oleh orang-orang yang lebih tua dan berilmu darinya. Terasa tidak adil. Namun Ghassani berusaha berperilaku seperti layaknya seorang putri raja. Ia membalas simbol penghormatan mereka dengan ikut menundukkan badannya.

Seorang guru wanita menghampirinya.

"Tuan putri, mari duduk dulu." Ajaknya. Ghassani mengangguk lalu mengikuti sang guru.

Guru itu mempersilakan Ghassani duduk berhadapan dengannya.

"Selamat datang kembali di sekolah, tuan putri."

"Terima kasih, bu. Tapi bisakah ibu memanggil saya dengan nama asli saya saja? Tidak perlu memanggil tuan putri."

"Begitukah? Mmm... Sebelumnya saya minta maaf. Apa benar putri... Ah maksud saya Ghassani. Apa benar anda mengalami gangguan ingatan?"

"Saya rasa begitu." Jawab Ghassani sambil mengangguk.

Guru itu memasang ekspresi terkejut. Ia kemudian kembali berbicara.

"Kalau begitu, apakah anda tidak mengingat saya juga?"

Ghassani menggeleng.

"Saya Tania, wali kelas anda. Selamat datang kembali, ya. Anda akan baik-baik saja, kan? Perlukah saya beritahukan teman sekelas anda supaya mereka tidak merasa aneh?"

"Saya rasa tidak perlu, bu."

"Baiklah kalau begitu. Mari kita kembali ke kelas."

Ghassani mengangguk. Ia mengikuti sang guru dari belakang menuju ruangan kelas.

Sesampainya di kelas, Ghassani duduk di bangkunya, di sebelah Kyra.

"Habis apa tadi?" Tanya Kyra penasaran.

"Penyambutan."

Kyra mengangguk-anggukkan kepalanya mendengar jawaban singkat Ghassani.

"Selamat pagi anak-anak. Seperti yang dapat kalian lihat, tuan putri kita, Ghassani, telah kembali bersekolah. Berikan tepuk tangan atas kedatangannya kembali."

Ghassani tersipu malu. Seluruh kelas gaduh dengan suara tepuk tangan. Gadis itu hanya tersenyum.

"Bu, kudengar putri mengalami gangguan ingatan. Apa itu benar?" Ucap salah satu siswa mengacungkan tangannya. Bu Tania menoleh ke arah Ghassani. Ghassani sendiri mengangguk, mengerti maksud dari sang guru.

"Iya." Bu Tania menjawab pertanyaan siswa itu. Siswa yang lain kembali bertanya. Kali ini ia memandang ke arah Ghassani dengan nada meledek.

"Kalau begitu, apa perasaanmu juga hilang pada Delmar, tuan putri?"

"Woooo!" Seluruh siswa bersorak. Yang lainnya memukul-mukul meja, meledek Ghassani dan seseorang bernama Delmar itu. Ghassani yang bingung kemudian bertanya pada teman di sebelahnya.

"Kyra, Delmar itu siapa?"

"Siapa lagi? Paman perimu tentu saja." Jawab Kyra.

Ghassani terkejut. Ia segera membalikkan badannya menghadap meja Teo dan paman peri itu. Teo melirik Ghassani sambil menopang pipi dengan tangannya tanpa senyuman. Sedang Delmar menutup telinga dengan jarinya rapat-rapat, kemudian melirik ke arah Ghassani dengan tatapan yang sama, tanpa senyuman.

Vote dan komennya ditunggu ^_^

- MY UNIVERSE -

My UniverseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang