9 - Paman Peri?

21 12 1
                                    

"Ini seragam untuk anda, tuan putri." Ucap Melisa. Jujur. Ghassani merasa diperlakukan seperti anak kecil jika terus dipanggil 'tuan putri'. Ia merasa sangat risih.

"Mama, bisakah kau memanggilku dengan namaku saja? Tidak usah panggil tuan putri. Kedengarannya seperti aku ini anak yang manja. Aku kurang suka itu." Ghassani menunduk, memanyunkan bibirnya.

"Apa raja dan ratu tidak masalah? Saya mungkin juga akan sering lupa karena tidak terbiasa, tu--"

"Ghassani." Lagi, Ghassani memanyunkan bibirnya.

Melisa merasa gemas melihat kelakuan Ghassani saat ini. Ia terus tersenyum.

"Baiklah, saya akan berusaha, Ghassani..."

Senyum Ghassani mengembang.

Sebelum tidur, Melisa kembali mengecek perlengkapan sekolah Ghassani.

"Mama, biar aku saja."

"Tapi..."

"Aku bisa."

Ghassani pun tersenyum pada Melisa kemudian mengambil alih tas sekolah dari tangan pengasuhnya itu.

***

Ghassani sudah siap dengan seragam dan perlengkapan sekolahnya.

"Bahkan seragam sekolahnya pun seperti memperlihatkan bahwa aku ini seorang bangsawan. Apa sekolahnya juga berisikan anak-anak bangsawan semua? Bagaimana kalau mereka sangat pintar? Aku mungkin tidak akan mendapat juara kelas kali ini. Huft..." Gumam Ghassani sambil memperhatikan dirinya di cermin.

"Putri, sarapan dulu!"

"Ghassani, ma."

"Oh, iya. Maaf, Ghassani."

Ghassani kemudian keluar dari kamarnya menuju ruang makan istana.

***

Ghassani, Danita, Zayyan, dan Teo berjalan menuju mobil. Zayyan yang akan mengendarai mobil itu. Untuk pulang nanti, raja sudah menyiapkan supir untuk Danita, Ghassani dan Teo karena Zayyan biasa pulang saat makan malam. Sedangkan mereka pulang pukul 4 sore.

"Teo, saya titip Ghassani di kelasnya, ya." Kata sang raja.

"Siap, yang mulia." Jawab Teo sambil menunduk pada raja dan ratu.

"Hati-hati di jalan." Ucap ratu melambaikan tangannya pada anak-anak itu yang kini berjalan menuju gerbang istana.

***

Ghassani turun dari mobil bersama Teo dan Danita. Sedang Zayyan harus pergi ke tempat lain mengurusi pekerjaannya.

Kedatangan ketiganya membuat kerumunan besar di gerbang sekolah. Ghassani merasa sangat canggung diperhatikan banyak orang seperti ini. Ia hanya menunduk melewati kerumunan, menyembunyikan wajahnya. Seluruh siswa seketika saling berbisik satu sama lain.

"Ghassani? Itu kau?" Panggil seseorang yang tiba-tiba muncul di samping Danita. Dia Kyra. Perempuan yang waktu itu mengaku sebagai teman dekat Ghassani.

"Kau...Kyra...Kan?" Ucap Ghassani ragu sambil terus berjalan.

"Kak, aku duluan, ya." Danita melambaikan tangan kala melihat temannya di depan sana. Gadis itu kemudian berlalu meninggalkan Ghassani, Teo, serta Kyra. Ghassani sendiri menjawab dengan anggukan sembari menunjukkan senyumnya.

"Iya, ini aku, Kyra. Kau ingat, kan?"

"Tentu saja aku ingat. Kau waktu itu datang bersama Teo ke rumah sakit."

"Ck, ternyata ingatanmu belum pulih." Kyra berdecak kesal, merasa kecewa dengan jawaban Ghassani.

Mereka berdua bercakap ringan sampai ruangan kelas. Teo tidak mengeluarkan suara sedikit pun. Rasanya berbeda saat dia sedang berdua dengan Ghassani dan saat di sekolah. Teo yang saat ini berjalan cuek memasukkan kedua tangan di saku celananya kelihatan sangat keren. Ia tiba-tiba berubah menjadi dingin di lingkungan sekolah. Ghassani terkagum melihatnya.

Sesampainya di ruangan kelas, Kyra menarik tangan Ghassani, mengajaknya duduk di bangku pojok paling depan. Sedangkan Teo duduk di bangku paling pojok belakang, sejajar dengan bangku yang di tempati Ghassani dan Kyra.

Teo duduk di bangku itu, di sebelah seorang siswa laki-laki yang sedang memainkan ponselnya. Teo mencubit pipi lelaki itu. Mungkin ia gemas melihatnya memainkan ponsel sambil sesekali mengerucutkan bibirnya itu. Ya. Dia memang terlihat menggemaskan. Imut dan tampan yang tergabung menjadi satu.

Awalnya Ghassani hanya ingin melewati bangku itu. Namun melihat Teo mencubit pipi teman di sebelahnya tersebut, ia bergidik ngeri sampai menghentikan langkahnya sesaat. Saat yang dicubit merasa kesakitan dan menoleh ke arah Teo, betapa terkejutnya Ghassani.

"Kau, kan, laki-laki bersayap itu?" Tunjuk Ghassani padanya. Seketika dia menaikkan wajahnya menatap Ghassani yang berdiri di samping Teo.

"Biasanya kau menyebutku paman peri."

Ghassani ingat. Putri waktu itu memang memanggilnya paman peri. Benar. Lelaki bersayap yang menyelamatkannya di tepi danau.

Ghassani terus memperhatikannya tanpa bergerak sedikit pun. Mulutnya menganga. Sampai Kyra akhirnya membangunkan Ghassani dari lamunanya. Ia menepuk punggung Ghassani.

"San, ayo duduk! Apa kau tidak merasa pegal terus berdiri begini?"

Lamunan Ghassani buyar seketika. Ia pun berjalan menuju mejanya mengikuti Kyra.

"Hey, apa tuan putri masih..."

"Dia hilang ingatan." Jawab Teo.

"Berarti seharusnya kami kenalan lagi, dong. Wah, dia terlihat sangat terkejut saat memandangku. Persis seperti pertama kali bertemu. Apa aku setampan itu?" Ucapnya sambil menyilangkan lengan di dadanya.

Pletak!
Teo menyentil dahi pria itu.

"Tidak! Kau imut! Yang tampan itu aku!" -Teo tamvan.

***

Jangan lupa tinggalkan jejak ya ^_^

- MY UNIVERSE -




My UniverseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang