e m p a t b e l a s

361 164 182
                                    

SEKALI LAGI, MAAF AKU MENULIS INGIN DIHARGAI. JADI, JANGAN LUPA UNTUK MENINGGALKAN VOTE DAN KOMENTAR.

Haii! Bagaimana kabar kalian?
Maaf Lyvi sempat menghilang selama dua minggu ini. Semoga chapter ini bisa membuat kalian terkesan dan menuntaskan rindu kalian dengan Violet!

However, I want to thank all of you. Because of you, this story can get 5K readers!

SEMENJAK peristiwa pesta itu, bisa dibilang hubungan pertemananku dengan Fairley sedikit merenggang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

SEMENJAK peristiwa pesta itu, bisa dibilang hubungan pertemananku dengan Fairley sedikit merenggang. Aku tidak lagi menyapanya saat berpapasan di tangga ataupun di taman. Ah ya, bukan hanya hubunganku dengan Fairley yang merenggang tapi juga dengan Anne. Memang sih, aku tidak pernah dekat dengan Anne. Tapi sekarang, aku  dan Anne bahkan tidak seperti dua orang yang tinggal di tempat yang sama.

Anne tumbuh menjadi anak yang cerewet dan menyebalkan. Aku sudah terlalu lelah menanggapi perilakunya yang kurang sopan itu. Berkali kali ayah dan ibu mengalami kesusahan karena ulah Anne.

"Violet, sudah siap semua? Besok kau sudah harus memasuki Akademik," suara lembut itu mengalun di telingaku. Berbalik badan dengan perlahan, aku memiringkan kepalaku sedikit seolah olah sedang berpikir.

"Ibu, aku sudah menyiapkan semua. Tapi sepertinya ada yang kurang," aku memberikan jeda pada jawabanku.

Ibu menyahut dengan dahi berkerut, "Apa yang kurang?"

Dengan senyum yang mengembang sempurna, aku merangkul lengan ibu dengan lembut. Hal ini yang sebentar lagi tidak dapat kurasakan lagi dari kedua orang tuaku. Hah? Kenapa?

Karena, besok aku akan masuk ke Akademik. Diusiaku yang hampir dua belas tahun ini, aku habiskan dengan bersenang senang dan berusaha mengabaikan rasa sakit yang selalu menyerang tengkukku saat rembulan bersinar penuh.

Aku dan keluargaku masih berusaha mencari penawar dari kutukan ini. Ayah bahkan sudah mengelilingi beberapa negeri untuk berkonsultasi dengan para tabib dan penyihir. Tapi sayangnya, masih belum ada yang memberikan solusi.

Mantra dari Raquell si penyihir pengguna sihir kehancuran itu sangat sulit untuk dipatahkan. Lalu, daripada menangis meratapi kutukan sialan ini, bukankah lebih baik kita menikmati hidup?

Dan, saat ini aku tumbuh bersama kutukan itu. Kutukan yang memakan habis usiaku tanpa perduli berapapun harta dan usaha orang orang yang berusaha melindungi seorang gadis yang telah hidup kedua kalinya. Aku menggelengkan kepalaku guna mengusir sendu yang selalu datang tanpa ditunggu.

"Ibu, aku ingin pergi ke danau! Setidaknya, aku bisa bertemu dengan temanku disana," terangku pada wanita yang kini malah terlihat lebih bersinar diusianya yang semakin bertambah. Ibu menganggukkan kepalanya dengan ragu sebagai tanda persetujuan. Lalu menggenggam tanganku erat dan mengajakku untuk keluar dari kamar. Ibu bercerita beberapa hal saat kami menyusuri lorong lorong yang berkilau dengan warna ungu.

The Queen's Hourglass [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang