Bab 34

374 25 2
                                    

"Tapi, gua liat lo dateng gak sendiri."

Deg.

Seketika gua merasa seluruh getaran di tubuh gua berhenti, gua menelan ludah kasar. Menoleh pada Jumat yang menatap gua tanpa ekspresi.

Gua noleh kiri dan kanan, walau dengan kegelapan yang amat nyata. Gua berusaha untuk merasakan sesuatu yang mungkin saja menjadi musuh.

"Apapun itu tidak penting, lebih baik kita cepat keluar dari sini!" Ujar Jumat lalu mendorong gua agar cepat menunjukan jalan.

Tersadar, sedikit kaku gua melangkahkan kaki untuk menuju pintu itu.

"Tapi... plastik lo mana?"

"Gua buang, tadi kan kena muntahan gua. Keknya diluar sana kita bakal aman."

Mendengar itu, gua turut membuka plastik yang sedari tadi membungkus kepala ini.

Gua narik nafas panjang, seengganya gua bisa puas bernapas kali ini.

Selesai menemukan pintu itu, gua membukanya lalu keluar dari ruangan gelap itu dengan diikuti Jumat dibelakang.

"Heii.. ini.. ini aroma orang itu!"

"Wah, benar! Dia berada disekitar kita!"

Gua noleh, sial! empat orang berjubah itu. Disini wujudnya lebih jelas, dan lebih menyeramkan! Gua sama Jumat saling pandang.

"Lari!" Teriak Jumat lalu berlari dengan menarik tangan gua.

"Kejar!!!!!!" Teriak salah satu orang berjubah itu.

Gua berlari, jujur aja ini adalah arah yang berlawanan dari arah yang diambil oleh Bional tadi.

Gua berlari sekuat tenaga, lorong ini masih belum menemukan sudutnya. Empat orang berjubah itu terus mengejar, larinya lebih cepat dari pak Yono guru olahraga gua!

"Sialan! Lari mereka keceng juga." Maki Jumat disebelah gua.

"Terus gimana? Lorong ini seperti lorong tak berujung!" Seru gua masih berusaha untuk bisa berlari lebih cepat.

"Berhenti lah! Kalian tidak akan lepas!"

Sialan, benarkah begitu?

"Kita gak boleh ketangkep Al!"

Gua tersenyum ngangguk mengiyahkan, sampai pada akhirnya... senyum gua lutur dengan seiringnya langkah maju ini.

"Buntu?" Gumam Jumat seraya memperlambat larinya.

Gua berhenti, menatap tembok tanah ini dengan putus asa.

"Sialan!" Maki gua sambil mengacak rambut frustasi.

"Apa yang harus kita lakukan?" Tanya Jumat setelah melihat kedatangan empat orang itu yang semakin dekat.

"Sekarang permainannya dibunuh atau membunuh."

Gua ingat perkataan Bional itu, kata yang dia ucapkan saat gua sama dia berada di atas plafon.

"Hahaha.. baunya semakin harum. Apakah dia sudah menemukan jalan buntuhnya?"

"Tentu saja, kita akan mendapat hadiah besar kali ini!"

"Al.. gimana?" Tanya Jumat panik. Dia natap gua seolah berharap gua bisa menyelamatkan dia.

Gua diam, lalu menatap empat orang berjubah dengan wajah hancurnya itu yang semakin mendekat.

"Gak ada cara lain, selain membunuh atau dibunuh!" Ucap gua datar.

Rahasia Rosse (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang