Gradasi

71 41 6
                                    

gra.da.si

n tingkat dalam peralihan suatu keadaan ke keadaan lain; tingkat perubahan

Aksa, adalah nama panggilan dari Ann untuk Gilang. Si tuan dengan seringai penuh pesona yang kala dulu berhasil menghasut dan menyeretnya keluar dari penjara berjudul rumah. Otak memutar memori tentang dirinya.

Aroma mint dari sampo yang ia gunakan kerap kali mengumbar bau dari rambutnya yang tak terlalu tebal. Bercampur dengan parfum yang ia gunakan seperti tak pernah ganti produk, aroma itu selalu mengusik.

Sudah cukup lama Gilang menemani Ann berkelana. Walaupun tak sebaliknya. Ia saat itu akan selalu menyisipkan Ann untuk mengambil beberapa peran dalam hidupnya. Ya, begitu pula sebaliknya.

Malam ini rasa dingin dari udara seperti menusuk kulit sampai ke tulang. Lagi-lagi hujan deras di luar sana. Biasanya, Ann dan Zayn mampu mengalahkan ego, lalu menari secara spontan dengan gelak tawa sebagai pengiring derasnya air yang menghujam tubuh. Betul, dengan Zayn Malik, masa Gilang? Atau malah Awan? Pertemuan kemarin di kedai kopi saja sudah cukup memalukan, belum kejadian Ann yang tertidur ketika diantar olehnya. Entah bagaimana kemarin wajahnya yang susah dikontrol ketika tidur.

Hujan terasa asing sekarang. Setidaknya bagi Ann. Entah bagaimana untuk Gilang, lelaki itu ingkar janji. Kemarin ia tak genap mengiriminya pesan yang sudah dikatakan waktu itu. Kalau ditanya bukti, nggak ada. Bukan pesan juga, jadi tidak bisa di screenshot untuk disimpan.

Ann hanya bisa memandangi halaman yang basah di luar sana, ingin rasanya berjalan di bawah rinai hujan itu bermain cipratan air. Kekanakan, bukan? Ah, sial. Pikirannya kembali melayang kepada tuan dengan lengkungan senyum yang selalu tampak palsu itu.

Seketika ia menyadari kalau sebenarnya ia menghilang untuk membaik. Namun, malah menimbulkan masalah baru. Awan si baik hati sudah muncul beberapa kali, lagi. Seperti kejadian dulu yang terulang. Ia hanya takut membuka hatinya kembali yang kini presentasenya sudah berkurang. Memang, dengan Awan, ia senang, tapi tak sebaliknya. Harusnya Ann mau mengerti Awan, selama ini Ann benar-benar ditemani ego. Kata maaf jua terima kasih karena Awan tak pernah marah dan capek. Sebab Ann sering berharap dan kerap menyalahkan kehadirannya, tanpa mau mendengar penjelasan dan alasan.

Sedang asyik dengan pikiran, datang satu pelanggan pria, tampak umurnya sekitar 27 tahun. Ia membeli dua botol minuman bersoda. Setelah membayar, ia memberi Ann satu minuman di tangannya.

Belum sempat menolak dan berterima kasih, ruangan yang Ann pijak tiba-tiba terasa asing. Si pria bermaksud lain. Tangannya hampir menyentuh bagian intim Ann dibalik rompinya. Dasar otak mesum. Entah apa isi kepala si pria, wajahnya dibuat-buat menggoda seakan berharap bahwa Ann akan merespon kemauannya. Udara pada malam hari itu terasa lebih menyesakkan. Alih-alih mengambil langkah untuk minta tolong, Ann mengambil ponselnya lalu menuju panggilan yang ada di kontaknya.

Dengan segala keberaniannya Ann menjawab, "Anda nggak usah sok ganteng kalau bukan member EXO! Saya kasih tebakan, nih. Siapa anggota EXO yang nggak suka minum kopi?"

"Ngomong apaan lo? Cantik-cantik tapi nggak waras. Awas aja ya gue akan balik ke sini lagi," kali ini tangannya sok gemulai hampir menyentuh dagu Ann.

Ann takut setengah mati, tubuhnya membeku di tempat. Beruntungnya ia tak mengalami tremor seperti waktu itu. Baru dua hari bekerja sudah mengalami hal menakutkan, bahkan hujan pun seperti tak mendukungnya untuk bekerja di toko tersebut.

KELAKARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang