afek.si /afèksi/
n rasa kasih sayang
Kisah ini menceritakan perihal dua insan yang sejatinya berada di waktu yang salah, buat segala yang ada menjadi rapuh, serta korbankan hati hingga luluh.Rangkaian kisah yang menceritakan bagaimana sebuah rasa yang tak seharusnya ada, bersemi begitu saja. Perihal kasih yang dirasa, buat gadis kecil terbiasa. Ingin curahkan segala rasa, bila digariskan sang Kuasa. Dua insan yang tidak pernah menjadi satu sejak awal, bahwa yang begitu mengagumkan belum tentu menjadi hak milik. Berlatar beberapa tahun silam, roman picisan pada saat remaja untuk hapus rasa kelam.
Pengenalan lingkungan sekolah.
Bukan hanya sekedar guna mengenal lingkungan sekolah, namun juga mengenal orang baru, tempat baru, dan segala yang ada di dalamnya."Selamat pagi adik-adik. Selamat memasuki bangku sekolah menengah atas, semangat belajar, dan berusaha raih prestasi untuk mengharumkan nama sekolah," terdengar suara seseorang yang menggunakan pengeras suara di tengah riuh pada pembukaan masa orientasi sekolah.
Di tengah lapangan sekolah, seluruh calon murid kelas sepuluh telah duduk dengan rapi, sesuai dengan barisan, sedangkan pada sisi yang berhadapan, para siswa yang bertugas sebagai panita juga telah bersiap memberikan pengarahan rangkaian acara. Dan tak lupa memperkenalkan diri satu-persatu, tentu dimulai dari yang miliki jabatan tertinggi, begitu seterusnya.
"Nama saya Damar, dari kelas XII IPS 1, saat ini menjabat sebagai Ketua OSIS."
Definisi belum pantun udah cakep. Damar, nama sang pemuda yang memberikan sambutan untuk murid baru dengan tatapan berwibawa, pula ditambah senyuman khas seorang pemimpin yang begitu menenangkan, membuat beberapa siswi baru sontak saja terpesona pada Damar.
"Check, low." Pemuda kali ini menyebutkan dua kata itu berulang kali sambil menepuk-nepuk kepala microphone, "perkenalkan, nama saya Kean"
Setelah Damar, kini giliran Kean memperkenalkan diri. Tersenyum dengan satu sudut bibir yang terangkat, ia melanjutkan perkataan, "Keano Wardhana, kelas XII IPA 1, wakil ketua OSIS."
Sambutan yang begitu kontras bagai bumi dan langit, tapi punya pesona masing-masing yang bisa buat siswi baru berteriak kagum pula bertepuk tangan dengan sangat bersemangat.
"Hahaha," tawa dari gadis satu ini terdengar begitu mencolok, gadis ini tak sedikit pun tunjukkan rasa grogi ataupun malu-malu akan keberadaan kakak kelas. Berbanding terbalik dengan seorang gadis yang hanya pasang senyum, ia berada di samping gadis pemilik tawa dengan volume keras.
"Eh sorry, ketawa gue terlalu kencang, ya?" Si gadis pemilik tawa bertanya pada gadis di sebelahnya.
"Enggak, kok."
"Habis mereka berdua lucu banget, nggak paham lagi."
"Di bagian mananya yang lucu..?"
"Ini selera humor gue yang terlalu tiarap atau lo yang emang nggak bisa ketawa?"
Tak ada jawaban.
"Hahaha, parah muka lo lucu banget. Nama lo siapa?"
"Aku Ann, Naura Hasna Annida."
"Ooh Ann. Pantas aja kalem, harusnya Mama namain gue pakai nama begini juga."
"Hehe, kamu namanya siapa?"
"Kalau gue Alea Wardhani. Panggil gue Lea."
Setelah perkenalan singkat, mereka sibuk berbincang. Tentu saja didominasi oleh Lea, sedangkan Ann hanya menjadi pendengar yang baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
KELAKAR
RandomRiuh tawa rengkuh sunyi, demi tutupi luka abadi. Dungu senyumnya setia terpatri pada parasnya meski lebam warnai luka. Jatuh luruh entah ke berapa. Dipermainkan lagi oleh semesta. Menulis sudah seperti obat untuknya. Inginnya teramat sederhana, hin...